Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjelasan Dirjen Geologi

Pada majalah Tempo edisi 2 November 2004 terdapat berita berjudul ”Bupati Melawan Arus” (halaman 54-55). Dengan ini kami sampaikan beberapa tanggapan berkaitan dengan penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang tumpang tindih dengan wilayah kontrak karya PT Sorikmas Mining (PT SM).

Pada prinsipnya, Bupati Mandailing Na-tal mendukung sepenuhnya Koperasi Botung untuk mengelola lokasi pertambangan. Ini tertuang dalam surat No. 540/901/PDE/2003 tanggal 17 Maret 2003 yang dilayangkan bupati tersebut kepada Direksi PT Sorikmas Mining perihal permohonan pelepasan wilayah kontrak karya. Tembusannya antara lain kepada Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral.

Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu Bara lalu menyatakan bahwa Koperasi Butong Mandiri dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pertambangan apabila PT Sorikmas Mining telah melepaskan atau mengembalikan wilayah kontrak karya tersebut. Ini disampaikan lewat surat No. 103/40/DPM/2003 tanggal 9 April 2003 yang ditujukan kepada Bupati Mandailing Natal. Namun, PT SM dengan surat No. 025/SM/IX/2002 tanggal 9 September 2002 menyatakan akan tetap mempertahankan wilayah kontrak karya tersebut karena mempunyai cebakan Cu-Au Porfiri yang cukup potensial. Dari penjelasan tersebut diketahui sebenarnya Bupati Mandailing Natal mendukung adanya kegiatan pertambangan.

PT SM menandatangani kontrak karya dengan pemerintah pada 19 Februari 1998 dengan lahan seluas 201.700 hektare. Kegiatan perusahaan ini telah memasuki tahap eksplorasi detail yang mencakup daerah antara lain Sihayo, Dolok, Hutabargot Julu, Singalancar, Guo Batu, Rura Balancing, Nabontar, Pagar Gunung, Namilas, dan Siandop. Sesuai dengan kewajibannya, PT SM telah melakukan pelepasan wilayah kontrak kerjanya, sehingga saat ini wilayah PT SM seluas 66.200 hektare.

PT Sorikmas Mining termasuk salah satu dari 13 perusahaan yang mendapatkan izin untuk melanjutkan kegiatannya di kawasan hutan sampai berakhirnya izin atau perjanjian yang telah ditandatangani. Dasarnya, Keppres Nomor 41 Tahun 2004, yang merupakan tindak lanjut UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.

Rencana pembentukan Taman Nasional Batang Gadis belum pernah diinformasikan secara formal kepada Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral. Namun, melalui surat Nomor 243/10.01/DJG/2004 tanggal 23 Januari 2004, kami menyarankan kepada Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Kepala Badan Planologi Kehutanan agar wilayah prospek bahan galian emas dan mineral pengikutnya yang ditangani PT SM dapat dikeluarkan dari rencana penetapan taman.

Taman Nasional Batang Gadis ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.126/Menhut-II/2004 tanggal 29 April 2004 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi Tetap di Kabupaten Mandailing Natal seluas 108 ribu hektare sebagai Kawasan Pelestarian Dengan Fungsi Taman Nasional. Dengan adanya perubahan fungsi dan penunjukan hutan tersebut, mengakibatkan wilayah TNBG berada pada wilayah kontrak karya PT SM seluas 35.966 hektare.

Dengan penetapan TNBG, maka beberapa daerah prospek yang termasuk wilayah TNBG, yaitu sebagian Sihayo, Guo Batu, Rura Balancing Nabontar, Namilas, dan Siandop tidak dapat lagi dilakukan kegiatan pertambangan. Hal tersebut melanggar perjanjian kontrak karya antara pemerintah dan PT SM dan tidak sesuai dengan Keppres Nomor 41 Tahun 2004.

Simon F. Sembiring Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral


Penjelasan Satelindo tentang Undian Berhadiah

Akhir-akhir ini banyak laporan masyarakat tentang penipuan yang mengatasnamakan Satelindo Promotion Service Saluran Telekomunikasi Indonesia SLI 008. Caranya dengan memberitahukan kepada pemakai saluran Satelindo sebagai pemenang undian berhadiah.

Perlu kami jelaskan, sejak 20 November 2003, perusahaan Satelindo secara legal sudah tidak ada karena sudah melakukan merger ke dalam Indosat. Dengan begitu, maka SLI 008 menjadi salah satu jasa internasional Indosat, selain SLI 001 yang sebelumnya memang merupakan jasa asli Indosat.

Untuk jasa Sambungan Langsung Internasional (SLI) Indosat dengan kode 008 dan 001 tersebut, Indosat saat ini tidak memiliki program yang bersifat undian berhadiah dalam bentuk apa pun. Dengan demikian, segala bentuk pengumuman maupun pemberitahuan undian berhadiah yang dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan Indosat adalah penipuan.

Indosat mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan tanggapan bila menerima pemberitahuan atau pengumuman semacam itu. Anda juga bisa menghubungi Divisi Public Relations Indosat Jalan Merdeka Barat Nomor 21 Jakarta 10110, nomor telepon 021-3869625, 3869223, dan nomor faksimile 021-3812617.

Andir Tambunan Vice President Public Relations Indosat


Tanggapan BNI tentang Inkaso

KAMI ingin menanggapi surat Saudara Reza Indragiri Amriel di Tempo edisi 13-19 Desember 2004 tentang aplikasi inkaso di BNI Ciputat, Tangerang. Aplikasi yang dilakukan Saudara Reza sedang dalam tahap penyelesaian karena menyangkut proses di bank koresponden. Demikian penjelasan kami seperti yang diterima oleh Saudara Reza.

MARULI POHAN Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.


Keluhan terhadap BNI Life

Pada 24 November 2004, saat bekerja di kantor, saya dilarikan rekan kerja ke Unit Gawat Darurat RS Lavalette, Malang, karena badan lemas, kepala pusing, jantung berdebar-debar. Setelah diperiksa dokter, saya dianjurkan rawat jalan sambil diberi beberapa obat. Karena saya sangat awam dunia medis, petuah dokter itu saya turuti. Sepuluh hari rawat jalan tidak ada perubahan.

Selanjutnya, pada 5 Desember 2004, sakit saya kambuh lagi dan istri saya segera membawa saya ke Unit Gawat Darurat RS Panti Waluya, Sawahan, Malang. Sesuai dengan anjuran dokter, saya langsung diopname selama dua hari. Setelah menjalani opname, kondisi saya berangsur-angsur membaik.

Namun, pihak RS Panti Waluya menolak Kartu BNI Life yang saya miliki dan saya diharuskan membayar biaya opname secara tunai. Saya sangat heran, sebagai provider BNI Life semestinya pihak RS Panti Waluya menerima Kartu BNI Life yang saya miliki sesuai dengan prosedur. Menurut pihak RS Panti Waluya, penolakan jaminan perawatan oleh BNI Life itu dilakukan karena saya dianggap tidak sakit oleh pihak BNI Life. Maka, seluruh biaya perawatan di rumah sakit bukan menjadi beban BNI Life, tapi menjadi beban saya pribadi.

Hari itu juga, biaya opname sebesar Rp 1.940.000 telah saya bayar lunas. Yang membuat saya sangat kecewa, pernyataan dari BNI Life bahwa saya dianggap tidak sakit dan tidak perlu opname. Kalau saya tidak sakit mengapa dokter sampai memberi infus, memberi oksigen, cek darah lengkap, rekam jantung, sampai diberi tujuh macam obat?

Saya ingin minta pertanggungjawaban pihak BNI Life terhadap semua ini. Dengan harapan, di kemudian hari hal seperti ini tidak lagi menimpa pegawai Bank BNI maupun pihak lain yang memakai jasa BNI Life.

Didik Siswantono Perum Srigading Kav. 21 RT 03/ RW 02, Jatimulya, Lowokwaru Malang, Jawa Timur


Garuda yang Mengecewakan

Inilah pengalaman saya terbang dengan Garuda Indonesia. Pada Sabtu sore, 12 Desember, saya naik pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-250 tujuan Jakarta-Semarang. Semua penumpang naik pesawat sesuai dengan jadwalnya pada pukul 15.00. Namun, baru sekitar lima menit meninggalkan tempat parkir—pesawat belum sempat terbang—pilotnya mengumumkan bahwa ada informasi dari petugas di darat bahwa dari bagian mesin nomor satu ada yang bocor. Diperkirakan yang menetes adalah oli atau avtur. Kemudian pilot memutuskan kembali ke tempat parkir semula.

Sekitar 10 menit menunggu di dalam pesawat, pilot kembali menyampaikan pengumuman: semua penumpang harus pindah pesawat karena kebocoran tersebut harus diperbaiki lebih dulu. Semua penumpang pun diminta turun, menunggu di ruang tunggu.

Di ruang tunggu, petugas mengumumkan bahwa pesawat Garuda Indonesia tujuan Semarang akan diberangkatkan pukul 17.00. Saya yang ke Semarang dengan tujuan mengadakan pertemuan dengan beberapa pimpinan media cetak di sana, akhirnya memutuskan untuk mengubah rute menjadi Jakarta-Yogyakarta.

Oleh petugas di ruang tunggu, saya diminta melaporkan kepindahan tersebut ke counter standby. Di tempat ini saya ketemu dengan petugas bernama Roni. Setelah saya sampaikan rencana pindah rute tersebut, dia menginformasikan bahwa tempat duduknya masih ada, yakni GA-214 yang berangkat pukul 17.15.

Persoalan mulai muncul, sebab Sdr. Roni harus lebih dulu mencari salah seorang pejabat Garuda Indonesia yang bertugas untuk memerintahkan ke bagian di lapangan buat mengambilkan koper saya dari bagasi pesawat tujuan Semarang untuk dipindahkan ke pesawat tujuan Yogyakarta.

Dia kemudian minta bantuan kepada petugas lain bernama Pujo. Untuk mengambil koper tersebut, membutuhkan waktu sekitar satu jam. Saya harus datang sendiri ke bagian pengambilan kopor di lantai satu untuk memastikan bahwa koper tersebut adalah milik saya. Di bagian itu, saya ketemu dengan petugas yang bernama Irwan.

Saya mengurus kopor itu dalam waktu yang sangat mepet dengan jadwal boarding pesawat ke Yogyakarta. Oleh Sdr Irwan, saya diminta untuk kembali menemui Sdr. Roni di lantai 2 guna mendapatkan label atas koper saya tersebut. Karena sudah melewati waktu boarding, saya minta kebijakannya untuk memberi kemudahan sehingga saya tidak harus ke lantai 2. Saya khawatir pesawatnya berangkat.

Saudara Irwan tidak bersedia membantu. Bahkan ketika saya putuskan untuk membawa koper itu ke kabin pesawat, dia melarang dengan mengatakan bahwa koper tersebut tidak boleh masuk kabin. Akhirnya, saya meninggalkan ruangan tersebut dengan tergesa-gesa menuju pesawat dan membawa masuk koper tersebut ke kabin. Saya masih beruntung karena tidak ditinggalkan pesawat.

Saat menuju pesawat, saya mencoba menghubungi Kepala Humas Garuda Indonesia, Sdr. Pujobroto, untuk menyampaikan keluhan saya atas pelayanan yang sangat jelek tersebut. Namun, telepon dan pesan singkat (SMS) yang saya kirimkan hingga saya naik pesawat tidak dijawab.

Sebagai penumpang Garuda yang sudah lama menjadi pemegang kartu Garuda Frequent Flyer (GFF), saya sangat kecewa dengan pelayanan tersebut. Ternyata janji Garuda Indonesia untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya, terutama pemegang kartu GFF, hanya sebatas janji.

Aqua Dwipayana Pemegang Kartu Garuda Frequent Flyer No. 120 181 235


Layanan Janggal Petugas BRI

Saya pernah membaca di harian Jakarta Post tentang seorang petugas Bank BRI yang terbukti mengambil bunga tabungan dari rekening nasabahnya selama 5 tahun untuk kepentingannya sendiri. Miliaran rupiah telah diambil olehnya, bersamaan dengan itu terbukti melalui penyelidikan polisi bahwa orang itu bekerja sendiri dan baru terungkap setelah ia menerima promosi.

Yang mengejutkan, atau mungkin tidak terlalu mengejutkan, Saya juga mempunyai masalah dengan Bank BRI pada Agustus lalu, ketika dana yang saya transfer dari Bank BRI cabang Bali ke Bank BRI pusat hilang sekitar seminggu. Pihak bank menjelaskan, telah terjadi defisit dalam sistem pentransferan. Tapi saya meragukannya. Yang lebih mengherankan, ketika saya meminta keterangan lebih jelas, masalah itu akhirnya diputuskan terlalu cepat. Menurut saya, ini seharusnya diselidiki lebih dulu, lalu sistem keamanan dan pembayaran di bank diperketat.

Ceritanya, sebulan sebelum jatuh tempo salah satu deposito saya di BRI Renon, Bali, saya pergi Jakarta. Untuk itu, saya menanyakan apakah BRI Jakarta bisa memfasilitasi transfer dan saya tidak perlu pergi ke Bali untuk mengurusnya. Petugas BRI, Bapak Sodiq setuju dan ia yang akan mengatur transfer itu sendiri. Tapi, pada hari pentransferan yang dijadwalkan di Jakarta—satu minggu setelah saya menelepon ulang Bapak Sodiq untuk kelanjutannya—dia memberi tahu saya bahwa dana belum masuk. Setelah beberapa hari penundaan, dia memberi tahu bahwa sistem komputer bank tidak dapat memproses tipe pentransferan yang saya inginkan. Tapi ia akan menindaklanjuti masalah ini dan memberi tahu saya jika dana itu sudah tersedia di Jakarta.

Pada saat ini, kurang-lebih setelah 6 hari, saya diberi tahu bahwa dana telah masuk dan saya bisa mengambil sertifikat deposito saya yang terbaru keesokan harinya. Bapak Sodiq tidak bertugas pada hari itu, tapi stafnya memberikan sertifikat yang saya butuhkan plus sebuah amplop berisi uang tunai sejumlah setengah dari dana bunga bank yang hilang yang akan saya klaim, yang sebelumnya saya sampaikan kepada Bapak Sodiq.

Saya lalu mengirim surat kepada pemimpin BRI, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, lalu mengirim kedua surat itu dalam bahasa Inggris dan Indonesia kepada atasan Bapak Sodiq.

Segera setelah itu, bahkan sebelum saya pulang dari bank, saya menerima telepon dari BRI yang memberi tahu bahwa sisa bunga saya yang hilang telah dimasukkan ke rekening tabungan saya.

Syukurlah, saya telah melupakan semua ketidaknyamanan dan membiarkan masalah itu, sampai saya melihat tulisan di Jakarta Post dan kemudian memutuskan untuk melaporkan masalah itu kepada petugas polisi yang namanya disebutkan dalam tulisan. Karena saya tidak dapat menghubungi mereka melalui telepon, akhirnya saya menghubungi seorang reporter Jakarta Post. Dalam jeda waktu saya mencoba menghubungi polisi dan menelepon reporter itu, saya menerima telepon gelap, tanpa identitas, dari seorang laki-laki yang berteriak menghina dan mengancam saya.

Pembicaraan saya dengan si reporter sangat menarik dan tanpa berbelit-belit, meliputi topik seputar bank dan polisi yang melakukan korupsi. Dia pun berjanji akan memberikan informasi ini untuk penyelidikan polisi dan membantu saya. Namun, sampai saat ini, ia tidak menghubungi saya lagi dan bahkan polisi juga belum menghubungi saya tentang masalah ini.

Robert W. McGuigan Paspor Australia E 1002448 Take’s Mansion, Jalan Taman Kebon Sirih, Kampung Bali, Jakarta


Terima Kasih, RS Mitra Internasional

Di tengah maraknya komersialisasi layanan kesehatan, saya amat salut atas layanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Mitra Internasional (RSMI). Ini terjadi pada Jumat, 10 Desember lalu. Sekitar pukul 22.00 WIB, ketika masih berada di kantor, saya mendapat telepon dari rumah orang tua yang menyatakan bahwa tante saya kemungkinan besar pingsan. Dia tidak menunjukkan aktivitas fisik dan tak bisa memberikan respons apa pun. Karena tidak ada orang di rumah yang bisa membantu membawanya ke rumah sakit, adik saya menelepon beberapa klinik dan rumah sakit di daerah Tebet dengan harapan bisa mendapatkan seorang dokter yang bersedia datang untuk melakukan pemeriksaan. Tapi ternyata harapan itu sia-sia. Semua berhalangan dengan alasan masing-masing.

Tanpa banyak berharap lagi, saya segera datang ke RS Mitra Internasional, Jatinegara, untuk menyampaikan permintaan yang sama. Ternyata sikap dari dokter dan paramedis RSMI sangat responsif. Tanpa banyak prosedur birokrasi, mereka segera menyiapkan ambulans lengkap dengan paramedis bernama Albertus, yang sangat kooperatif dan cekatan.

Menurut pemeriksaan Albertus, tante saya sudah meninggal beberapa saat sebelumnya, kemungkinan besar karena serangan jantung. Setelah mendapat kepastian itu, saya kembali ke RS Mitra Internasional untuk mengurus surat kematian dan administrasi.Sungguh, kami sangat menghargai pelayanan yang baik dari RS Mitra Internasional, meskipun almarhumah bukan pasien di sana.

Akmal N. Basral Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus