Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

Ada banyak korban investasi bodong yang terperosok karena kurangnya pemahaman terhadap keranjang tempat ia menaruh duitnya.

8 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Asuransi Jasindo.

  • Kebakaran hutan di musim kemarau.

  • Literasi berutang.

Klarifikasi Jasindo

KAMI ingin meluruskan pemberitaan yang ditulis majalah Tempo edisi 3-9 Agustus 2020 dengan judul “Komisaris BUMN Seleksi Ombudsman”. Dalam berita itu disebutkan bahwa Bapak Juri Ardiantoro merupakan Komisaris Asuransi Jasindo. Perlu kami jelaskan, Bapak Juri Ardiantoro tidak lagi menjabat komisaris di Asuransi Jasindo mulai 5 Maret 2019, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor SK-61/MBU/03/2019. Kami berharap majalah Tempo dapat meluruskan informasi ini agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cahyo Adi
Sekretaris Perusahaan PT Asuransi Jasa Indonesia


Terima kasih atas koreksi Anda.



Literasi Keuangan

SELAMA 12 tahun bekerja sebagai penagih utang, saya sering tergelitik pada fenomena kagetan masyarakat kita. Tidak satu-dua kali saya menemui keluarga yang mendadak jatuh miskin karena tak cermat mengatur keuangan. Padahal mereka punya utang segunung di lembaga pembiayaan tempat saya bekerja. Hal ini membuat mereka harus berurusan dengan tim yang saya komandoi di kantor dan di lapangan.

Ceritanya selalu sama. Berawal dari derajat yang dinaikkan sedikit, karena mendapat promosi atau baru saja mendapat bonus berlimpah, yang pada intinya menambah sedikit penghasilan keluarga. Kemudian mereka berjudi dengan masa depan. Ada yang langsung membeli kendaraan mewah, dengan cara berutang. Ada pula yang langsung percaya diri membeli rumah kedua, tapi dengan uang muka paling minimal. Namun yang paling menyesakkan adalah yang coba-coba berinvestasi karena dilandasi sifat rakus, ingin uangnya berkembang berlipat ganda.

Yang terakhir ini biasanya menimbulkan efek buruk yang sulit diobati. Bayangkan, seseorang yang tidak pernah tahu tentang Bitcoin, karena terkena rayuan iming-iming fantastis, langsung berinvestasi sangat besar pada mata uang elektronik itu. Ada pula yang sama sekali tidak tahu saham, tidak mengerti risikonya, tidak mengerti aturan mainnya, langsung berinvestasi besar hanya karena termakan angan-angan mendapat untung besar. Ada banyak korban investasi bodong yang terperosok karena kurangnya pemahaman terhadap keranjang tempat ia menaruh duitnya.

Saya tadinya menganggap gejala ini cuma terjadi di kalangan tertentu. Tapi, makin hari, hal ini makin terasa lumrah. Saya menganjurkan, dalam pelajaran ekonomi di sekolah, anak-anak tidak cuma dicekoki rumus dan hafalan, tapi juga diberi bekal pengetahuan seluk-beluk investasi. Sementara itu, orang tua di rumah menanamkan nilai untuk tidak rakus mengejar keuntungan. Semoga tidak lagi kita dengar tentang orang-orang yang menjadi korban investasi bodong dan yang tidak bisa membayar utang karena salah mengelola keuangan.

Arif R.
Jakarta Selatan



Bencana Geologi

CERITA seputar bencana alam memang menarik dikisahkan. Seperti novel Bandung Patah(an) yang ditulis Misbahudin, geolog Ahmad Taufik, dan penulis Faisal Syahreza. Novel ini bercerita tentang perjuangan sekelompok peneliti muda yang mengupayakan mitigasi bencana sesar aktif di Lembang.

Bandung Patah(an) ditulis dengan bahasa ringan dan populer. Para penulis yang berlatar belakang sebagai akademikus mampu meracik ilmu geologi, mitigasi bencana, serta romansa dan persahabatan dengan ciamik. Karena itu, novel ini cocok dibaca generasi milenial.

Membaca Bandung Patah(an) tak sekadar memuaskan para penikmat novel bergenre science fiction, tapi ada pesan peringatan tersendiri akan bencana geologi.

Ujang
Bandung



Kebakaran

MUSIM kemarau telah tiba. Meski di beberapa lokasi masih turun hujan, udara panas sudah terasa ketika siang. Kemarau tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena kita berada di masa pandemi. Karena itu, jika terjadi kebakaran, terutama di hutan dan lahan gambut, akan sulit memadamkannya lantaran kebijakan pembatasan interaksi sosial.

Agar jika kebakaran terjadi tak parah dan menimbulkan kesengsaraan yang bertambah, kita sebaiknya selalu waspada akan bahayanya. Kampanye mengolah hutan tanpa bakar perlu terus dikobarkan agar api tak meletik di hutan-hutan. Kita masih ingat betapa repotnya ketika bencana asap merungkup wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Jika itu terjadi, kita akan makin repot karena penanganan kebakaran bakal sedikit berkurang mengingat masa pandemi. Jadi, selain waspada, sebaiknya kita terus mengurangi pemakaian api di hutan, terutama di lahan gambut.

Dewi B.S.
Lampung

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus