Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH Soeharto pasti dipilih lagi jadi presiden dan ditetapkan kapan tanggal resepsi pemberian selamat presiden dan wakil presiden baru, datanglah dua pejabat Istana menghadap Soeharto. Mereka adalah Brigadir Jenderal Sutikno Lukitodisastro, Kepala Rumah Tangga Kepresidenan, dan Joop Ave, Kepala Rumah Tangga Istana Jakarta. Keduanya menghadap untuk membicarakan pesta silaturahmi, yang dilangsungkan pada 24 Maret pukul 19.00.
Dan apa yang dikehendaki Soeharto dalam jamuan pemberian selamat presiden baru ialah, "Pesta harus tetap sederhana. Tidak akan melebihi ramainya pesta 17 Agustus." Undangan pun terbatas untuk pejabat Indonesia. Pejabat asing, termasuk korps diplomatik, tidak akan diundang. Selain menteri dan lembaga tertinggi RI, tentu ke-920 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan istri akan memenuhi ruang Istana Negara. Tempat itu tentu saja akan menjadi sempit oleh undangan yang mendekati angka 2.000 orang.
Joop Ave menekankan bahwa pesta harus dalam suasana Indonesia. Dekorasi dibuat oleh pihak Kebun Raya Bogor. Musik bukan dengan gamelan Jawa, melainkan mengambil musik kolintang dari Manado, paduan suara asal Ambon, dan gamelan Sunda Cianjuran. Untuk lebih mengindonesiakannya, akan ditaruh dua andong sebagai penghias ruangan dan bar serta taplak meja batik bergambar naga dengan tulisan Jawa "Tridharma". Di meja makan, terhampar nasi tumpeng gaya Jawa Timur, nasi uduk dari Jawa Barat, dan nasi kuning komplet.
Orang Istana boleh repot oleh pesta pertama dari masa pemerintahan Soeharto yang kedua ini. Tapi Joop Ave pagi-pagi sudah mendapat bala bantuan, paling tidak dari tiga gubernur. Moh. Nur dari Jawa Timur, setelah tahu Istana akan mengambil masakan dari tempat ia memerintah, langsung mengirim seseorang untuk membeli kerupuk udang, rempeyek kerang, dan larju, makanan khas daerah itu. Solihin tidak mau ketinggalan. Bagaikan menantang, Gubernur Jawa Barat ini berkata, "Sebutkan saja kauperlu apa, nanti saya kirim." Nasi kuning dan nasi uduk disajikan dalam ukuran besar dan kecil di dalam daun pisang. Ali Sadikin, Gubernur Jakarta, kontan mengirim 200 butir kelapa kopyor untuk minuman sesudah makan.
Akan halnya minuman, dihidangkan pula anggur Rose yang terkenal sampai es selasih dan sekoteng. Minuman khusus untuk ibu-ibu diberi nama Srikandi. Biarpun tokoh wayang yang namanya Srikandi adalah wanita lincah, ibu-ibu yang minum Srikandi tidak perlu takut akan menjadi lincah juga. Sebab, minuman itu hanyalah campuran dari ginger ale dan grenadine (sirop), lalu diberi buah cherry merah. Beras kencur pun dihidangkan dalam bentuk yang telah didinginkan, berikut teh yang diberi kembang melati atau biasa disebut dalam istilah keren jasmine tea.
Anggota MPR dari berbagai daerah tentu banyak yang tidak minum alkohol, tapi Istana rupanya tidak menutup mata bagi mereka yang memang gemar minuman keras. Untuk mereka, disajikan brem Bali, baik yang berwarna putih maupun merah.
Pesta berakhir pukul 21.00. Dan selama dua jam itu dipadati oleh acara salaman, makan gaya prasmanan, lalu bubar. Di luar tidak ada kembang api atau pesta-pesta lain.
Rupanya, Soeharto tidak memboyong anggota keluarganya untuk tinggal di Istana Merdeka. "Hingga kini belum ada tanda-tanda," kata seorang pejabat lstana. "Lagi pula, keluarga Bapak cukup besar. Kalau di Istana, mau ditaruh di mana? Ruangan sudah terpakai semua." Layaknya orang Timur, Suharto menampung juga saudara, anak-mantu, dan cucu. Istana Merdeka—di samping Wisma Negara—cuma memiliki empat kamar tidur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo