SUATU pagi di Pengadilan Negeri Jakarta. Seorang tertuduh, Imran bin Muhammad Zein, memasuki ruang sidang. Rambutnya yang gondrong disisir rapi. Tubuhnya necis dibungkus setelan safari warna krem. ”Assalamualaikum,” ujarnya. Pengunjung yang tak begitu ramai menyambut sapaan itu hampir serempak.
Imran menghadapi beberapa tuduhan. Yang paling serius, ia dituduh menjadi imam dan pendiri Islam Jamaah, wadah perjuangan Islam militan yang bertujuan mengganti dasar negara Pancasila dan UUD 1945 dengan hukum berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Ia juga dianggap mendalangi penyerangan pos polisi Cicendo, Bandung, dan pembajakan pesawat Garuda Woyla di ujung Maret 1981.
Jumlah anggota Islam Jamaah ternyata tak terlalu besar. Hanya 189 orang yang dibaiat menjadi anggota sejak 1980. Mereka tersebar di Jakarta, Bandung, Cimahi, Mojokerto, Surabaya, dan Malang. Kepada para jemaahnya, Imran memerintahkan agar mencari senjata dengan cara apa saja, membunuh mereka yang dianggap berkhianat dan menghina Jamaah, juga melakukan pembajakan di udara. Pendeknya: teror.
Salah seorang pemimpin kelompok Islam, Abu Bakar Ba’asyir, pekan-pekan ini juga menghadapi tudingan serius. Ia dianggap sebagai pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah, salah satu kelompok teroris versi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemimpin Pondok Pesantren Ngruki ini diperiksa polisi karena diduga terlibat dalam serangkaian pengeboman di negeri ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini