Setujukah Anda reklamasi Teluk Jakarta diteruskan?
Ya
48,1%
1.066
Tidak
50,7%
1.124
Tidak Tahu
1,2%
26
Total
(100%)
2.216
Pembaca Tempo.co yang mengikuti Indikator selama sepekan lalu terbelah ketika dimintai pendapat dengan pilihan stop atau teruskan reklamasi Jakarta. Sebanyak 50,7 persen dari 2.216 orang menginginkan reklamasi dihentikan selamanya.
Yang ingin diteruskan tak kalah sedikit: 48,1 persen. Dibanding jajak pendapat lain yang selalu menyisakan jawaban tidak tahu di atas 4-5 persen, dalam hal reklamasi pembaca punya pendapat yang jelas: ya dan tidak.
Indikator ini dipicu kebijakan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, yang mencabut moratorium proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Luhut juga mencabut larangan reklamasi permanen untuk Pulau G, seperti diputuskan pejabat sebelum dia, Rizal Ramli.
Luhut beralasan pencabutan moratorium untuk menjaga nama baik pemerintah di mata investor. Pertimbangan yang mendasari keputusan sebulan sejak ia menduduki kursi menteri itu. Padahal Rizal Ramli dan timnya telah menyebut aneka pelanggaran yang terjadi. Izin Pulau G bahkan sudah dinyatakan batal oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pulau itu tak cuma merusak lingkungan hidup dan mengganggu nelayan, tapi juga dianggap mengancam kepentingan strategis nasional karena terlalu dekat dengan pembangkit listrik, yakni 300 meter. Jarak itu melanggar jarak minimal yang diatur dalam Undang-Undang Kenavigasian sepanjang 500 meter.
Menteri Luhut bergeming. Dia meninjau ke pulau itu dan menyimpulkan berbagai dampak pelanggaran tersebut bisa disiasati dengan sejumlah rekayasa teknis. Soal status hukum, ia menilai putusan hakim tingkat pertama itu belum berstatus tetap.
Indikator Pekan Ini
Apakah Anda setuju relokasi warga dari tepi Kali Ciliwung ke rumah-rumah susun? www.tempo.co.
Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971