Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman setelah ia menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy Sutanto, pemilik CV Semesta Berjaya. Keduanya telah ditahan di penjara KPK.
"Pemberian kepada IG terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang dikelola Bulog kepada CV SB untuk Sumatera Barat," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo pada Sabtu, 17 September 2016. Irman, senator asal Sumatera Barat, dituduh memperdagangkan pengaruh.
Irman terdeteksi berkomunikasi dengan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti. Bulog kemudian mengalihkan jatah 3.000 ton gula untuk Jakarta ke Sumatera Barat. Xaveriandy tengah menjalani persidangan dugaan impor gula ilegal di Pengadilan Negeri Padang.
Tempo edisi 6 September 1986 membuat tulisan dengan judul "Pahitnya Gula Lokal". Tulisan ini memaparkan masuknya gula impor tanpa sepengetahuan Bulog. Hal itu terjadi karena harga gula di pasar internasional lebih murah separuhnya ketimbang gula keluaran pabrik lokal yang dilindungi Bulog. Ketika itu Bulog adalah pemegang monopoli pengadaan dan pemasaran gula pasir.
Kongres Ahli Gula Internasional Ke-19 di Jakarta tidak membahas soal disparitas harga itu. Dalam keadaan demikian, ada perusahaan yang berhasil mencari keuntungan bukan dengan menyelundupkan gula dari luar negeri. Mereka malah mengimpor gula pasir secara terang-terangan. Baru sekitar Juli 1986 aksi mereka diketahui dan sempat menjadi pembicaraan di sidang kabinet.
Tidak ada sanksi, malah Bulog memberikan rekomendasi atas impor yang "telanjur" dengan pembukaan LC sampai 5 Agustus lalu. Memang, sejak awal dasawarsa ini, Bulog tidak lagi mengimpor gula, karena kebutuhan dalam negeri praktis sudah tertutup oleh produksi pabrik-pabrik dalam negeri yang berkapasitas sekitar 1,9 juta ton.
Hal itu tecermin dalam laporan Bank Indonesia yang mencatat pengeluaran devisa untuk impor gula pasir hanya US$ 7.000 untuk 1982-1984. Ketika harga gula di pasar dunia jatuh sekitar Rp 150 per kilogram, sedangkan di pasar dalam negeri sekitar Rp 600 per kilogram pada akhir 1984, ada perusahaan yang rupanya mulai tergiur mencari lubang impor.
Tahun lalu, menurut laporan BI, nilai impor gula pasir mendadak jadi US$ 311 ribu. Tahun ini, dalam triwulan I saja sudah sekitar US$ 250 ribu. Sementara itu, sejak April hingga Juli 1986, menurut laporan SGS, telah ditangani pemasukan gula dari Jerman Barat sebanyak 10.200 ton.
Wajar kalau gula pasir impor itu jadi mencolok di pasar dalam negeri. Bulog mendapat laporan ada gula impor berÂedar antara lain di Medan dan Jakarta, bahkan di pelosok seperti Kendari dan Lampung. "Gula impor itu tanpa diketahui Bulog," ujar Kepala Biro Pengadaan Luar Negeri Bulog M. Layuk Allo.
Kalangan pedagang gula dalam Gabungan Asosiasi Penyalur Gula & Terigu Indonesia menduga kebocoran Impor itu terjadi melalui importir pemanis sintetis (non-gula), seperti siklamat dan sakarin, yang diawasi Departemen Perdagangan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri B.M. Kuntjorojakti mengakui akhir-akhir ini para importir non-gula ikut meramaikan pasar dengan gula pasir impor. Para importir yang menyeleweng ini Âternyata tidak dipersalahkan.
Menurut Kuntjoro, titik kesalahan sebenarnya terjadi pada bank-bank devisa dan SGS. "BI selalu mengadakan edaran Âke bank-bank—tentang barang yang tak Âboleh diimpor—dan saya anggap bank-bank deÂvisa itu tahu," tutur Dirjen. "SGS semestiÂnya juga tidak mengeluarkan laporan kebenaran pemeriksaan untuk impor barang yang tidak diperkenankan itu," dia menambahkan.
Buntut segala keruwetan itu, ternyata, pemerintah harus mengetatkan impor segala jenis gula. Bulog selama ini, menurut Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1971, hanya diberi wewenang pengadaan, penyaluran, dan pemasaran "gula pasir".
Tapi, Juli lalu, Presiden Soeharto menginstruksikan bahwa "semua jenis gula" harus diimpor melalui Bulog. Hal ini dijelaskan Kepala Bulog dan Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri kepada BI. Menurut edaran BI kepada bank-bank devisa, 25 Juli 1986, impor gula pasir dan jenis gula lain hanya dapat dilakukan Bulog atau atas rekomendasi Bulog.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo