Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan lebih terbuka dan melibatkan publik? | ||
Ya | ||
88,89% | 256 | |
Tidak | ||
9,38% | 27 | |
Tidak tahu | ||
1,74% | 5 | |
Total | 100% | 288 |
SEJUMLAH anggota DPR menyambut baik gagasan untuk melibatkan publik dalam rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, masyarakat dapat memberikan masukan tentang nama dan kredibilitas calon hakim. “Itu itikad baik,” ujar Almuzzamil Yusuf, anggota Komisi III DPR, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Gagasan untuk melibatkan publik muncul karena tiga hakim di lembaga itu akan memasuki masa pensiun pada Maret, Mei, dan Juni mendatang. Masa jabatan enam hakim lainnya juga akan habis pada Agustus mendatang.
Jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden setuju rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan melibatkan publik (lihat grafik).
Komentar
Sebenarnya, apabila dilakukan dengan hati nurani, demi kepentingan rakyat dan negara, DPR saja sudah cukup mewakili keterlibatan publik (rakyat). Tapi justru hati nurani yang sering dikesampingkan oleh anggota parlemen.
-Pushandaka, Yogyakarta
Semua pejabat publik, hakim agung, pimpinan KPK, yang disaring melalui prosedur uji kelayakan dan kepatutan di DPR, menghasilkan sosok yang integritas moralnya diragukan. Dan ini sudah terbukti dalam pemilihan hakim agung, pimpinan KPK yang baru, anggota KPU, dan Komisi Yudisial.
-Asep, Bandung Wetan
Masyarakat perlu mengetahui integritas para calon hakim konstitusi, karena semua produk putusannya menyangkut hajat hidup bangsa, terutama yang sangat prinsipil, yakni hukum. Biarlah publik yang melakukan penilaian, karena institusi parlemen dan eksekutif ditengarai sudah tidak murni lagi dari infiltrasi kepentingan, sehingga dalam memilih sudah sulit menjunjung tinggi netralitas.
-Muhammad Ruslailang Noertika, Balikpapan
Saya setuju publik dilibatkan. Cara ini diharapkan dapat meminimalkan kepentingan politik dari institusi yang mengajukan nama calon hakim konstitusi, yaitu Presiden, DPR, dan MA.
-David Achmad, Jakarta
Indikator Pekan Depan JAKSA Agung Hendarman Supandji mengatakan, gugatan perdata terhadap Soeharto tak akan dihentikan. Lepas dari kondisi kesehatan Soeharto kelak, Hendarman melanjutkan, perkara itu akan berlanjut ke anak-anaknya. “Ketentuannya begitu. Ada tagihan negara, kalau beliau (Soeharto) tak ada, tagihan berjalan ke ahli warisnya,” ujarnya. Tim pengacara negara dari Kejaksaan Agung menggugat penguasa Orde Baru itu Rp 11,5 triliun atas tuduhan telah menyelewengkan dana Yayasan Supersemar. Perkara ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengacara Soeharto, M. Assegaf, beda pendapat dengan Hendarman. “Kalau Pak Harto meninggal, (perkara) kami rontok,” ujarnya. Jika gugatan hendak dilanjutkan ke ahli waris, isi gugatan harus diubah, yakni ditujukan ke ahli waris. “Itu pun jika ahli waris menerima gugatan.” Menurut Anda, apakah kasus hukum Soeharto harus diteruskan? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo