Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Bambu hidup pekerti

Yayasan pekerti mengadakan pameran kerajinan & alat-alat dari bambu, di tim. usaha yayasan ini adalah membina para pengrajin dengan bantuan modal & pemasaran sehingga dapat memasuki pasaran internasional. (ils)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU dikembangkan dengan sungguh-sungguh, ternyata sebagian besar kebutuhan kita bisa dipenuhi oleh bambu. Ini memang bukan gagasan baru yang jelas Yayasan Pekerti -- bergerak dalam pembinaan kerajinan rakyat -- yang berdiri sejak 1975 kembali menawarkan gagasan itu lewat pamerannya di Ruang Pameran TIM, 23 Mei - 4 Juni ini. Dengan tema "Bambu dalam Kehidupan Manusia" pameran kerajinan dan alat-alat dari bambu ini tampaknya memang bukan sekedar promosi. "Ini pameran apresiasi untuk masyarakat yang mencoba membuktikan bahwa bambu mempunyai aspek ekonomi, sosial dan budaya," kata Sulaiman Dahlan, 55 tahun, Direktur Pelaksana Yayasan Pekerti. Dalam Ruang Pameran itu bisa dilihat alat-alat dapur, mebel sampai dengan atap rumah dari bambu. Juga pompa air bambu ciptaan Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) -- semacam bengkel kerja, yang dibentuk oleh civitas akademika Institut Teknologi Bandung. Juga seperangkat musik bambu dari Bandung yang selama pameran dibuka sempat dimainkan oleh satu grup musik bambu -- di bawah pimpinan seniman musik Slamet Abdulsyukur. Dengan bantuan sebuah lembaga di Negeri Belanda, yayasan yang diprakarsai lima organisasi ini: Dewan Nasional Indonesia, Muhammadiyah, satu organisasi di bawah Dewan Gereja-gereja di Indonesia, LPUB (Lembaga Pendidikan Usaha Bersama) dan LP3ES, memang mampu bertahan untuk tidak mencari untung. Artinya, selisih harga pembelian dari produsen kerajinan di desa-desa dengan harga penjualan kepada konsumen hanya untuk menutup ongkos kirim dan 10% keuntungan bagi penjual. Sampai sekarang telah dijangkau pengrajin-pengrajin sekitar Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Priangan. Sementara Sulawesi Selatan dan Kalimantan sedang dirintis. Total jenderal ada 60 kelompok pengrajin yang sekarang mempunyai hubungan dengan Yayasan Pekerti. Melihat pameran ini memang harus diakui bahwa alat-alat yang dibuat dari bambu tidak kalah dengan yang dari plastik, misamya. Bahkan lebih punya nilai artistik. Mulai kap lampu misalnya sampai alat-alat dapur. Seperangkat meja kursi yang enak diduduki lagi artistik hanya berharga Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu -- dan ini harga sesudah Knop 15 dan kenaikan BBM. Boleh bersaing dengan harga di toko-toko mebel. Yang menarik dari yayasan yang berIantor di arena Pekan Raya Jakarta Monas, ini ialah, seperti yang dikatakan oleh Direktur Pelaksananya: "Pembinaan dan pemasaran tak bisa dipisahkan. Hanya bisa membuat saja meskipun bagus, tapi tak bisa memasarkannya, ya, akan mati." Para pengrajin yang berhubungan dengan yayasan ini tidak terikat, artinya mereka tetap berhak menjual hasil kerajinannya kepada siapa saja. Justru tujuan yayasan ini agar mereka dapat berdiri sendiri, artinya yayasan ini sudah berhasil dengan misinya. Maryono Sebuah film 16 mm diputar melengkapi pameran ini, menceritakan kegiatan Yayasan Pekerti. Ceritanya seorang karyawan lapangan yayasan ini, Maryono sarjana ekonomi, dengan motornya ke luar masuk desa memberikan bimbingan kepada pengrajin atau kalau dipandang perlu menawarkan bantuan modal. Hasilnya, "baru terbatas kepada pengrajinnya itu sendiri belum meluas sampai ke satu desa misalnya," cerita Dahlan. Yayasan ini juga telah sempat mengekspor kerajinan bambu ke berbagai negara Eropa, Australia dan Amerika. Tidak sembarangan ekspor sebab permintaan dari sana datang dari lembaga atau yayasan yang sejenis. Artinya tidak mencari untung tapi bertujuan membantu perkembangan industri kerajinan rakyat di negara-negara berkembang. Hasilnya, seperti yang telah dikatakan Dahlan, memang dirasakan oleh si pengrajin itu sendiri. Tapi sejauh mana kekuatan jaringan ini untuk melawan perusahaan komersial yang multi-nasional sekarang ini, belum bisa dikatakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus