PADA umumnya, pengertian tentang seluk beluk seks minim sekali.
Atau hanya tahu lewat bisik-bisik kanan-kiri, sehingga banyak
yang tidak tahu apa batas "normal" dan "tidak normal." Padahal
seorang pria akan berkecil hati bila ia tidak dapat menampilkan
kepriaannya.
Wardell B. Pomeroy yang mengepalai Institute for Advanced Study
of Human Sexuality dari Fakultas Kedokteran Universitas
California telah menelaah persoalan gawat dan
ketakutan-ketakutan tentang seks di kalangan kaum pria.
1. Ketakutan dan rendah diri karena merasa dirinya tak wajar.
"Normalkah saya?" demikian tanda tanya di benak kebanyakan pria.
Fikiran apakah "saya ini sejago si anu" selalu menghantuinya.
Pomeroy berpendapat bahwa pemikiran demikian hanya
membuang-buang waktu (dan energi) saja. Sebab yang terpenting
ialah apakah pasangan ini telah berhasil untuk saling menikmati
persenggamaan.
2. Takut akan impotensi. Pengaruh psikis atau fisik adalah
menjadi sebab impotensi (laten atau musiman) seorang pria.
Ahli-ahli seperti Masters dan Johnson telah menyelidiki masalah
ini.
Banyak pula hal yang dituduhkan akan mempengaruhi impotensi,
tetapi hal ini tidak betul. Misalnya persoalan masturbasi. Ada
kepercayaan bahwa masturbasi menjadikan pria impoten. sementara
pria tersebut tidak bisa mengendalikan keinginan bermasturbasi.
Konflik antara takut dan keinginan inilah yang lebih berbahaya
daripada masturbasinya sendiri. Dari segi kedokteran, masturbasi
adalah hal yang normal dan secara statistik, masturbasi tidak
menimbulkan gangguan. Makanan pantangan seperti terong yang
kabarnya bisa melemahkan, hal ini belum pernah dibuktikan secara
ilmiah. Tetapi penyakit kencing manis memang bisa menimbulkan
impotensi.
Peranan hormon, memang penting dalam menegakkan panji-panji
kepriaan, walaupun tidak selamanya. Karena peranannya yang
kompleks, dalam arti hormon pembangkit ini juga berkaitan dengan
hormon lain. Tubuh secara otomatis telah memprodusir hormon yang
diperlukan, sehingga tambahan hormon dari luar sebenarnya tidak
perlu. Obat perangsang yang dikenal dengan sebutan aphodisiac,
memang ada. Tapi biasanya dipakai pada binatang ternak untuk
mempertinggi angka kelahiran.
Obat-obatan seperti yobimbin atau Spanish Fly (lalat Spanyol)
kalau dipakai untuk manusia dalam tindakan yang tidak hati-hati,
bisa merusak bagian tubuh yang lain, misalnya ginjal. Demikian
pula yang disebut "obat oles", biasanya tidak ditujukan untuk
meningkatkan gairah yang lesu, tetapi skedar untuk
memperpanjang "waktu pertempuran" saja.
Demikian pula obat-obat tradisionil (tabat barito, tangkur
buaya, rebusan kuda laut, cula badak bahkan yang terbaru konon
ekstrak mayat), belum pernah dibuktikan dalam penyelidikan
serius bahwa memiliki khasiat aprodisiac. Tapi syarat
kepercayaan akan kemanjuran bahan-bahan pembangkit gairah itulah
yang bisa meyakinkan bahwa si pria sanggup menunaikan tugasnya
sampai tuntas.
Peltu
3. Kuatir akan premature ejaculation (cepat keluar). Pria
Jawa biasanya menyebut dengan ucapan peltu. Hal ini selalu
menyerang pria dalam segala umur, meski biasanya terjadi pada
pria muda usia, sedangkan oom-oom bisa "menyesuaikan" diri
dengan partnernya. Yang mengendalikan peltu ini biasanya otak.
Dengan latihan dan kesabaran pasangannya, peltu bisa
dimusnahkan.
4. Ketakutan akan ukuran ideal atau tidak ideal. Pomeroy
menyatakan hahwa ukuran untuk semua bentuk yang sedang ereksi
pada dasarnya sama. Yang terpenting bukan soal besarnya ukuran
vital, tetapi bagaimana seorang pria mengadakan "serangan dan
pertempuran" yang lihai. Sama seperti orang yang berhidung
pesek belum tentu penciumannya akan berbeda dengan orang yang
berhidung mancung.
Kesimpulan psikiatris, menurut dr. Kartono Mohammad, ukuran
tidak menjadi soal dalam mencapai kepuasan. Tetapi bila kepuasan
itu kemudian dikaitkan dengan kebanggaan, masalahnya menjadi
lain.
5. Ketakutan-ketakutan pria lainnya yang diajukan Pomeroy,
semuanya ada 9 macam. Empat hal yang belum diuraikan di sini
ialah: ketakutan akan sukses tidaknya "pertempuran" tersebut,
adanya bahaya laten homoseksualitas, takut kalau-kalau isteri
akan lebih mengenang pria idaman lain dan takut akan keinginan
"begituan" terus-menerus. Ketakutan yang terakhir ialah ketuaan.
Kinsey, ahli seks terapist menyatakan bahwa usia 18 tahun adalah
masa puncak seorang pria dalam masalah seks. Penurunan daya ini
memang ada, tetapi berjalan tidak terlalu terjal. Beberapa orang
biasana menunjukkan gejala ini pada usia 50, 60, atau 70 tahun.
Pomeroy yang dalam artikelnya di Reader's Digest juga menyatakan
bahwa hanya 25% pria Amerika (Serikat) yang diklasifikasikan
betul-betul tidak berdaya. Tetapi selama pria itu sehat badaniah
dan rohaniah impotensi tidak akan dipergokinya bahkan seumur
hidupnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini