Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Bertempur melawan 9 ketakutan

Wardell b. pomeroy dari fk universitas california menelaah tentang seluk beluk seks dikalangan kaum pria. faktor psikis tidak dapat dibantu dengan obat-obatan. (ils)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA umumnya, pengertian tentang seluk beluk seks minim sekali. Atau hanya tahu lewat bisik-bisik kanan-kiri, sehingga banyak yang tidak tahu apa batas "normal" dan "tidak normal." Padahal seorang pria akan berkecil hati bila ia tidak dapat menampilkan kepriaannya. Wardell B. Pomeroy yang mengepalai Institute for Advanced Study of Human Sexuality dari Fakultas Kedokteran Universitas California telah menelaah persoalan gawat dan ketakutan-ketakutan tentang seks di kalangan kaum pria. 1. Ketakutan dan rendah diri karena merasa dirinya tak wajar. "Normalkah saya?" demikian tanda tanya di benak kebanyakan pria. Fikiran apakah "saya ini sejago si anu" selalu menghantuinya. Pomeroy berpendapat bahwa pemikiran demikian hanya membuang-buang waktu (dan energi) saja. Sebab yang terpenting ialah apakah pasangan ini telah berhasil untuk saling menikmati persenggamaan. 2. Takut akan impotensi. Pengaruh psikis atau fisik adalah menjadi sebab impotensi (laten atau musiman) seorang pria. Ahli-ahli seperti Masters dan Johnson telah menyelidiki masalah ini. Banyak pula hal yang dituduhkan akan mempengaruhi impotensi, tetapi hal ini tidak betul. Misalnya persoalan masturbasi. Ada kepercayaan bahwa masturbasi menjadikan pria impoten. sementara pria tersebut tidak bisa mengendalikan keinginan bermasturbasi. Konflik antara takut dan keinginan inilah yang lebih berbahaya daripada masturbasinya sendiri. Dari segi kedokteran, masturbasi adalah hal yang normal dan secara statistik, masturbasi tidak menimbulkan gangguan. Makanan pantangan seperti terong yang kabarnya bisa melemahkan, hal ini belum pernah dibuktikan secara ilmiah. Tetapi penyakit kencing manis memang bisa menimbulkan impotensi. Peranan hormon, memang penting dalam menegakkan panji-panji kepriaan, walaupun tidak selamanya. Karena peranannya yang kompleks, dalam arti hormon pembangkit ini juga berkaitan dengan hormon lain. Tubuh secara otomatis telah memprodusir hormon yang diperlukan, sehingga tambahan hormon dari luar sebenarnya tidak perlu. Obat perangsang yang dikenal dengan sebutan aphodisiac, memang ada. Tapi biasanya dipakai pada binatang ternak untuk mempertinggi angka kelahiran. Obat-obatan seperti yobimbin atau Spanish Fly (lalat Spanyol) kalau dipakai untuk manusia dalam tindakan yang tidak hati-hati, bisa merusak bagian tubuh yang lain, misalnya ginjal. Demikian pula yang disebut "obat oles", biasanya tidak ditujukan untuk meningkatkan gairah yang lesu, tetapi skedar untuk memperpanjang "waktu pertempuran" saja. Demikian pula obat-obat tradisionil (tabat barito, tangkur buaya, rebusan kuda laut, cula badak bahkan yang terbaru konon ekstrak mayat), belum pernah dibuktikan dalam penyelidikan serius bahwa memiliki khasiat aprodisiac. Tapi syarat kepercayaan akan kemanjuran bahan-bahan pembangkit gairah itulah yang bisa meyakinkan bahwa si pria sanggup menunaikan tugasnya sampai tuntas. Peltu 3. Kuatir akan premature ejaculation (cepat keluar). Pria Jawa biasanya menyebut dengan ucapan peltu. Hal ini selalu menyerang pria dalam segala umur, meski biasanya terjadi pada pria muda usia, sedangkan oom-oom bisa "menyesuaikan" diri dengan partnernya. Yang mengendalikan peltu ini biasanya otak. Dengan latihan dan kesabaran pasangannya, peltu bisa dimusnahkan. 4. Ketakutan akan ukuran ideal atau tidak ideal. Pomeroy menyatakan hahwa ukuran untuk semua bentuk yang sedang ereksi pada dasarnya sama. Yang terpenting bukan soal besarnya ukuran vital, tetapi bagaimana seorang pria mengadakan "serangan dan pertempuran" yang lihai. Sama seperti orang yang berhidung pesek belum tentu penciumannya akan berbeda dengan orang yang berhidung mancung. Kesimpulan psikiatris, menurut dr. Kartono Mohammad, ukuran tidak menjadi soal dalam mencapai kepuasan. Tetapi bila kepuasan itu kemudian dikaitkan dengan kebanggaan, masalahnya menjadi lain. 5. Ketakutan-ketakutan pria lainnya yang diajukan Pomeroy, semuanya ada 9 macam. Empat hal yang belum diuraikan di sini ialah: ketakutan akan sukses tidaknya "pertempuran" tersebut, adanya bahaya laten homoseksualitas, takut kalau-kalau isteri akan lebih mengenang pria idaman lain dan takut akan keinginan "begituan" terus-menerus. Ketakutan yang terakhir ialah ketuaan. Kinsey, ahli seks terapist menyatakan bahwa usia 18 tahun adalah masa puncak seorang pria dalam masalah seks. Penurunan daya ini memang ada, tetapi berjalan tidak terlalu terjal. Beberapa orang biasana menunjukkan gejala ini pada usia 50, 60, atau 70 tahun. Pomeroy yang dalam artikelnya di Reader's Digest juga menyatakan bahwa hanya 25% pria Amerika (Serikat) yang diklasifikasikan betul-betul tidak berdaya. Tetapi selama pria itu sehat badaniah dan rohaniah impotensi tidak akan dipergokinya bahkan seumur hidupnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus