Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

50 Juta Tahun Lalu, Burung Raksasa Ini Kuasai Antartika

Studi dua fosil tulang yang tersimpan lama di museum lahirkan ulang mahkluk burung raksasa prasejarah. Lebih tua daripada yang dikenal selama ini.

31 Oktober 2020 | 13.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Analisis ulang terhadap dua fosil yang ditemukan pada 1980-an telah melahirkan penemuan burung laut Antartika yang sangat besar. Ini lebih mengesankan daripada burung-burung jenis Albatros, si pengembara modern, pemilik bentang sayap hingga 3,5 meter. Burung baru prasejarah ini dideskripsikan memiliki sayap yang membentang hampir 6 meter.

Hidup selama zaman Eosen, antara 50-40 juta tahun yang lalu, pelagornithidae atau burung 'bergigi tulang' yang sangat besar ini berkeliaran di langit Antartika untuk mencari cumi-cumi dan ikan. Menurut penelitian yang diterbitkan di Scientific Reports, burung itu diidentifikasi dari dua fosil, tulang kaki dan bagian tengah rahang bawah.

Fosil tersebut awalnya ditemukan oleh tim peneliti dari University of California Riverside, di Pulau Seymour Antartika dalam dua ekspedisi berbeda. Spesimen dibawa ke UC Museum of Paleontology di UC Berkeley, tapi kemudian terlupakan.

Lima tahun lalu, Peter Kloess, ahli palaeontologi di UC Berkeley, menjelajahi koleksi museum itu dan mendapati lagi keduanya. Kloess, bersama Ashley Poust dari Museum Sejarah Alam San Diego dan Thomas Stidham dari Akademi Ilmu Pengetahuan Cina di Beijing, memutuskan untuk melihat lebih dekat kedua fosil yang terlupakan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti yang dirangkum dalam makalah baru mereka, fosil dari Antartika itu ternyata menunjukkan evolusi awal ukuran tubuh raksasa, dan kemungkinan besar mewakili tidak hanya burung terbang terbesar di periode Eosen tapi juga beberapa burung terbesar yang pernah hidup. "Menampilkan rentang sayap antara 16,4 dan 19,7 kaki (5 dan 6 meter)," tulis rangkuman itu, seperti dikutip Gizmodo, 28 Oktober 2020.

Burung ini sebanding dengan raksasa lain yang sudah punah, yaitu Pelagornis sandersi (jenis pelagornithidae yang lain) dengan lebar sayap 6,0 hingga 7,3 meter, dan Argentavis magnificens pemilik sayap 7 meter. Tapi spesies yang dideskripsikan dalam studi baru ini dipandang lebih penting karena memiliki penanggalan usia yang jauh lebih awal dalam sejarah evolusi. P. sandersi, misalnya, muncul antara 25 juta dan 28 juta tahun lalu.

Pelagornithids adalah kelompok burung bergigi tulang yang punah 2,5 juta tahun lalu. Pelagornithid raksasa yang dijelaskan dalam studi baru ini berasal dari setidaknya 50 juta tahun yang lalu, yang signifikan dari perspektif evolusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca juga:
BMKG Tahu Sebab Gempa Turki dan Tsunami yang Terjadi, ini Penjelasannya

"Penemuan fosil baru menunjukkan bahwa burung berevolusi menjadi ukuran yang benar-benar raksasa relatif cepat setelah kepunahan dinosaurus dan menguasai lautan selama jutaan tahun," kata Kloess menjelaskan peristiwa kepunahan dinosaurus non-unggas pada 66 juta tahun yang lalu.



Pelagornithids dikenal sebagai burung bergigi tulang karena adanya tonjolan pada rahang mereka. Ini sebenarnya bukan gigi, karena dilapisi keratin, bahan kuku manusia. Ilmuwan menyebut tonjolan ini sebagai 'pseudoteeth', tapi tidak ada yang palsu tentang mereka dalam hal fungsi, karena potongan tajam ini digunakan untuk mengambil cumi-cumi dan ikan dari laut.

Bagian rahang bawah, kira-kira berusia 40 juta tahun, masih memperlihatkan beberapa pseudoteeth itu meski sudah sangat r usak karena erosi. Kloess dan rekannya memperkirakan ukurannya sekitar 1 inci (2,5 cm) ketika burung itu hidup. Rahang ini pernah ditempelkan pada tengkorak burung yang agak besar berukuran panjang 2 kaki (60 cm).

Pengukuran yang cermat dari penyangga gigi, bersama dengan analisis komparatif pelagornithidae lain yang diketahui, menunjukkan ukuran besar burung, dan menjadikannya salah satu anggota terbesar dari kelompok bergigi bertulang ini. Jarak gigi juga membantu membedakan spesimen dari spesies pelagornithidae lainnya.

Dengan meninjau catatan yang ditinggalkan oleh para peneliti asli, tim tersebut menyadari bahwa fosil tulang kaki--tarsometatarsus (tulang panjang kaki bagian bawah)--ditarik dari formasi geologis yang lebih tua dari yang diperkirakan. Ini berarti fosil tersebut berusia 50 juta tahun, berbeda dengan yang semula diperkirakan berusia 40 juta tahun.

Saat itu, Antartika diperkirakan memiliki iklim yang lebih hangat, dan lautan di sekitarnya dipenuhi nenek moyang penguin dan kerabat awal bebek, burung unta yang punah, di antara kelompok burung-burung lainnya. Pelagornithids predator raksasa tetap menjadi anggota penting ekosistem ini selama lebih dari 10 juta tahun, menurut penelitian itu.

Dalam keterangan UC Berkeley disebutkan pelagornithidae raksasa yang punah ini memiliki sayap sangat runcing, terbang luas di atas laut lepas yang kemungkinan belum didominasi oleh paus dan anjing laut, untuk mencari cumi-cumi, ikan dan makanan laut lainnya dengan paruhnya dilapisi dengan pseudoteeth tajam. Gaya hidupnya mirip dengan elang laut yang masih hidup sekarang.

Baca juga:
Purnatugas si Kobra Laut, Helikopter Tempur Marinir Amerika

"Burung yang besar hampir dua kali ukuran elang laut, dan burung bergigi bertulang ini akan menjadi predator tangguh yang berevolusi untuk berada di puncak ekosistem mereka," tertulis dalam keterangan itu.

GIZMODO | UC BERKELEY

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus