Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Populasi badak Sumatera kurang dari 80 individu di Sumatera dan Kalimantan Timur.
Perburuan dan hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar spesies kritis ini.
Apa strategi pemerintah menyelamatkan badak Sumatera?
ARIEF Rubinato hakulyakin badak Sumatera masih ada di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, meskipun tim patroli dan pelacakan badak dari organisasi yang ia pimpin sudah lama tak berjumpa langsung dengan fauna soliter itu. Bahkan kamera jebak yang dipasang di lokasi yang biasa menjadi jalur satwa sampai sekarang belum menangkap sosok badak. “Badak ini berubah perilakunya. Itu berpengaruh pada kemudahan menemukan tanda-tanda sekundernya,” kata Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu tersebut, Selasa, 21 September lalu.
Arief, yang sudah hampir 29 tahun terlibat dalam penyelamatan dan perlindungan badak Sumatera, mengatakan perubahan perilaku badak itu disebabkan oleh banyak faktor. Ia menyebut gajah, kebakaran hutan, perubahan iklim, dan aktivitas manusia sebagai faktor pemicu perubahan perilaku badak. “Badak menjadi lebih waspada dan sangat sedikit meninggalkan tanda sekunder,” ujar ketua tim operasi penangkapan dan penyelamatan badak Pahu di Kalimantan Timur pada 2018 itu.
Menurut Arief, kondisi ini mirip dengan keadaan pada 1980-an, saat kawasan Way Kambas masih dikelola oleh tiga perusahaan pemegang hak penguasaan hutan. Kala itu, Arief menjelaskan, badak tidak pernah terlihat padahal hutan sudah sangat terbuka oleh aktivitas manusia. “Bayangkan, sekian tahun badak tinggal di hutan Way Kambas yang tersisa sedikit itu, tapi tidak ada orang yang menemukannya. Betapa pintarnya ia bersembunyi,” tutur Arief. “Jadi tidak ada temuan badak terutama di daerah yang terganggu bukan berarti badak tidak ada lagi.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badak Sumatera berjenis kelamin betina yang diberi nama Pahu, saat berada di Suaka Badak Kelian, Kalimantan Timur, Maret 2019/ksdae.menlhk.go.id
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arief menegaskan, badak ada di Taman Nasional Way Kambas. “Itu keyakinan kami dan akan ditindaklanjuti dengan uji DNA, karena dengan camera trap masih belum dapat,” ucapnya. Sampel untuk uji DNA alias asam deoksiribonukleat yang telah dikumpulkan adalah tanda sekunder berupa kotoran, bekas urine, bekas pakan, dan bulu. Tim, kata Arief, tidak mengumpulkannya di semua subpopulasi karena syarat sampel harus segar. “Umurnya harus kurang dari satu hari sehingga yang bisa diambil hanya dari dua lokasi,” ujarnya.
Sampel itu telah dikirimkan ke laboratorium Balai Veteriner Lampung serta laboratorium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat. Menurut Arief, pada bulan depan diharapkan hasil ujinya sudah keluar. Uji DNA dan kamera jebak, dia melanjutkan, adalah dua cara ilmiah untuk mensurvei badak. “Tapi membutuhkan proses yang lama.”
Sebenarnya, Arief menambahkan, survei memakai uji environmental-DNA dengan sampel air sungai lebih cepat dan lebih murah. Namun tingkat akurasinya rendah, sekitar 30 persen.
•••
BADAK Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah satu dari lima jenis badak yang masih ada di bumi. Indonesia juga mempunyai spesies kedua, yakni badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Namun kedua spesies Nusantara ini menjadi yang paling terancam punah karena populasinya tidak sampai 80 individu. Situs International Rhino Foundation menampilkan perbandingan populasi kelima spesies tersebut. Jumlah badak India (Rhinoceros unicornis) mencapai 3.600 individu, badak hitam (Diceros bicornis) 5.366-5.627 individu, dan badak putih (Ceratotherium simum) 17.212-18.915 individu.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengungkapkan, angka perkiraan populasi Badak Sumatera sedikit menurun dari 80 individu pada 2018 menjadi 74-77 saat ini. Penurunan itu terjadi karena badak tidak ditemukan meski survei populasi rutin dilakukan di tingkat tapak melalui patroli dan pemantauan populasi. Senada dengan Arief Rubinato, Wiratno menyebut perubahan perilaku badak, faktor gajah, perubahan cuaca, serta maraknya aktivitas manusia sebagai penyebabnya.
Berdasarkan data survei dan pemantauan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2021, sebaran populasi badak Sumatera itu adalah 17-21 individu di Taman Nasional Way Kambas (2020) dan 7 individu di Suaka Badak Sumatera alias Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang ada di dalam Taman Nasional Way Kambas. Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan diperkirakan ada 12 individu (2019), di Taman Nasional Gunung Leuser 35 individu (2018), dan di Kalimantan Timur 2 individu.
Menurut Wiratno, pemerintah melalui kementeriannya telah mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan badak Sumatera dari ancaman kepunahan. Pada 2018, Wiratno menjelaskan, terbit Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Populasi Badak Sumatera 2018-2021. Tujuannya: menyelamatkan badak-badak yang terpisah dari populasi dan yang terisolasi dari populasi di Aceh, Lampung, serta Kalimantan Timur. Badak-badak yang bisa ditangkap akan ditempatkan di suaka untuk menjalani program reproduksi baik melalui kawin alam maupun dengan bantuan teknologi.
Badak-badak yang menjadi target untuk diselamatkan itu, tutur Wiratno, sudah bisa diidentifikasi, terutama yang berada di kawasan hutan lindung di Aceh Timur dan Lampung. Lewat presentasi dalam webinar memperingati Hari Badak Sedunia yang diselenggarakan Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Rabu, 22 September lalu, Arief Rubinato menyebutkan setidaknya ada tiga individu di Aceh dan dua di Lampung yang menjadi target. “Badak ini statusnya doomed atau yang kecil kemungkinannya untuk bisa berkembang biak secara alami karena terpisah dari populasi utamanya,” ucap Arief.
Pengalaman tim Arief dalam operasi penangkapan dan penyelamatan badak Pahu di Kalimantan Timur menjadi bekal untuk menyukseskan penyelamatan badak-badak di Aceh Timur dan Lampung. Menurut Arief, berbeda dengan badak Pahu yang lokasi penemuannya dekat dengan akses jalan dan desa, lokasi badak di Aceh Timur berada di tengah hutan dan terpencil. “Ini juga berlaku untuk penyelamatan badak Pari,” katanya. Pari adalah badak betina yang diidentifikasi berada di hutan Mahakam Hulu, Kalimantan Timur.
Arief bercerita, sewaktu menyelamatkan Pahu, tim membutuhkan waktu satu-dua hari untuk menuju lokasi. “Untuk Pari, tim membutuhkan waktu lima-sepuluh hari perjalanan untuk sampai ke sana. Sistem translokasinya melalui udara,” ujarnya. “Tentu biaya dan risikonya lebih besar sehingga perlu dipersiapkan dengan matang karena tidak bisa diulang.” Arief mengatakan biaya operasi penyelamatan Pahu, dari survei, persiapan, pelatihan, hingga pemindahan ke suaka badak, sebesar Rp 3-4 miliar. “Untuk daerah yang remote itu sekitar Rp 5-6 miliar. Jadi hampir dua kali lipatnya.”
Gerbang taman nasional way kambas di Lampung Timur, 22 September 2021/Tempo/PARLIZA HENDRAWAN
Untuk menampung badak-badak yang ditangkap dari habitat mereka di Aceh Timur itu, Rencana Aksi Darurat 2018-2021mengamanatkan pembangunan SRS seperti yang ada di Taman Nasional Way Kambas. Menurut Wiratno, SRS Aceh Timur dibangun oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh dengan pendampingan konsorsium yang dipimpin Forum Konservasi Leuser dan dukungan pendanaan dari Tropical Forest Conservation for Sumatera (TFCA-Sumatera) Yayasan Kehati. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur telah membebaskan lahan di Aloer Timur, Kecamatan Peunaron, seluas lebih dari 7.000 hektare.
Rudi Putra, Penasihat Senior Forum Konservasi Leuser, mengatakan rencana aksi darurat yang dibuat pemerintah itu sangat tepat mengingat populasi badak mengkhawatirkan. Awalnya, kata Rudi, membangun SRS seperti mimpi karena biayanya mahal sekali. Tapi pembangunan harus diupayakan demi menyelamatkan badak Sumatera. “Apabila populasi-populasi kecil yang tidak berkembang lagi itu dibiarkan, walaupun diproteksi secara penuh tidak cukup karena mereka akan punah dengan sendirinya,” ucap Rudi, yang menerima Goldman Environmental Prize pada 2014 atas kerjanya menjaga dan merestorasi hutan Leuser.
Direktur Program TFCA-Sumatera Yayasan Kehati Samedi mengatakan Forum Konservasi Leuser sebagai pemimpin Konsorsium Badak Utara yang menjadi penerima hibah TFCA-Sumatera bertanggung jawab atas semua proyek badak di Leuser, termasuk pembangunan fasilitas SRS Aceh Timur. Dalam situs web TFCA-Sumatera pada pekan lalu telah diumumkan pemenang lelang pembangunan empat paddock dan fasilitas SRS di Aceh Timur itu adalah PT Cipta Pirmindo Abadi dengan harga penawaran Rp 16,027 miliar. Pembangunan proyek ini ditargetkan berlangsung selama enam bulan.
Rencana aksi darurat lain yang tidak kalah penting, Wiratno melanjutkan, adalah memberikan perlindungan penuh terhadap badak Sumatera yang populasinya lebih dari 15 individu yang dianggap masih dapat hidup aman di habitat asli. Contohnya di Leuser Barat di Aceh Barat. “Pengamanan habitat badak dalam bentuk kegiatan patroli yang bekerja sama dengan mitra kerja dan masyarakat. Ke depan diharapkan ada dukungan dari kepolisian setempat dalam membantu pengamanan kawasan dan penegakan hukum,” kata Wiratno menjawab surat Tempo, Selasa, 21 September lalu.
Rudi Putra mengatakan proteksi terhadap kawasan ekosistem Leuser sangat penting. Rudi menerangkan, sampai saat ini pihaknya masih mengoperasikan 30 tim yang dinamai Wildlife Protection Team. “Kawan-kawan ini berjalan terus di dalam hutan, merusak jerat, mencegah perburuhan perambahan dan ilegal logging,” ujarnya. Menurut dia, menjaga hutan saja tidak cukup. Tim juga harus melakukan kegiatan lain, seperti berkoordinasi dengan polisi, pemerintah daerah, dan masyarakat, guna menghentikan perburuan badak dan mencegah hilangnya habitat spesies yang terancam punah itu.
•••
SUMATRAN Rhino Sanctuary di Taman Nasional Way Kambas menjadi rujukan pembangunan SRS di Aloer Timur. SRS Taman Nasional Way Kambas dikelola oleh Balai Taman Nasional Way Kambas, yang bekerja sama dengan Yayasan Badak Indonesia. Mulai dibangun pada 1996, suaka badak Sumatera pertama tersebut rampung dan mulai beroperasi pada 1998. Kini SRS Way Kambas dihuni tujuh badak Sumatera. “Kita semua harus berkomitmen untuk menyelamatkan badak. Sekarang atau tidak sama sekali,” kata Kuswandono Tedjosiswojo, Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Selasa, 21 September lalu.
Kuswandono menyebutkan pihaknya membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk merawat badak-badak Sumatera di SRS Way Kambas. Dia menyebutkan anggaran yang diterima Taman Nasional Way Kambas melalui daftar isian pelaksanaan anggaran 2021 sebesar Rp 34 miliar. Sebanyak Rp 27 miliar di antaranya digunakan untuk membayar gaji pegawai. Anggaran khusus untuk perawatan badak, tutur Kuswandono, hampir tidak ada. Untungnya, Taman Nasional Way Kambas memiliki berbagai mitra kerja. Salah satunya Yayasan Badak Indonesia.
Ihwal biaya perawatan satu ekor badak, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia Sukianto Lusli mengaku belum menghitungnya. Namun ia menyebutkan masuk akal bila ada yang mengatakan biaya perawatan badak Pahu mencapai Rp 10 miliar per tahun. “Itu kan sudah termasuk biaya perawatan kandang, listrik, pakan tambahan, perawat badak, dokternya, dan lain-lain,” ucapnya.
Sukianto mengatakan sudah saatnya semua pihak berkontribusi untuk merawat dan menyelamatkan badak. “Di Indonesia, orang belum biasa memberikan donasi untuk perawatan badak,” ujarnya.
Zulfi Arsan, koordinator dokter hewan dan keeper SRS Way Kambas, mengatakan suaka itu adalah habitat alami yang terkontrol untuk upaya pengembangbiakan badak Sumatera. SRS Way Kambas memiliki dua kandang berbentuk lingkaran dengan luas masing-masing 100 hektare yang terbagi menjadi 10 kompartemen. Untuk setiap badak, kata Zulfi, disediakan hutan alami seluas 2 x 10 hektare. Di tengah-tengah lingkaran kandang dibuat lubang kubangan. Setiap enam bulan sekali, badak berpindah kompartemen agar hutannya mengalami regenerasi. “Badak hidup di habitat ini selama hampir 24 jam, melakukan aktivitas alaminya,” tutur Zulfi.
Anggota tim SRS berjumlah 33 orang, di antaranya 4 dokter hewan, 1 tenaga paramedis, 15 keeper, 6 pencari pakan, 2 sopir, 2 juru masak, manajer, dan petugas administrasi. Selain itu, ada lima tenaga pengamanan dari kepolisian hutan. Setiap hari perawat mengecek fisik badak. Tim medis secara berkala juga memeriksa kesehatan badak, misalnya mengambil sampel darah sebulan sekali serta mengecek feses dan urine setiap pekan. “Untuk program reproduksi, kami melakukan pemeriksaan ultrasonografi rutin guna mengetahui kesiapan betina untuk kawin,” ujar Zulfi. Ia optimistis timnya mampu meningkatkan angka kelahiran dan menjaga kesehatan badak di SRS.
SRS Taman Nasional Way Kambas sudah berhasil melahirkan dua anak badak. Yang pertama lahir adalah badak jantan Andatu pada 2012 dan yang kedua badak betina Delilah pada 2016. Kedua anak itu berasal dari induk yang sama, yaitu Andalas dan Ratu. Andatu, yang kini berumur 9 tahun, belum matang secara seksual. Namun pengelola SRS menggadang-gadang pejantan anyar itu kelak dapat mengawini dua betina lain yang ada di SRS: Rosa dan Bina. Selain itu, mereka berharap kepada Harapan, yang kini berumur 14 tahun.
Rencana Aksi Darurat Penyelamatan Populasi Badak Sumatera 2018-2021 akan berakhir pada tahun ini. Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno, semua kegiatan yang tercantum dalam dokumen tersebut berjalan lancar meski implementasinya agak terhalang sejak pandemi Covid-19 merebak. “Rencana Aksi Darurat adalah dokumen negara yang telah disepakati oleh para pihak dan akan dilanjutkan karena masih relevan dengan kebutuhan konservasi badak saat ini,” ucap Wiratno.
ABDUL MANAN, PARLIZA HENDRAWAN (BANDAR LAMPUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo