Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat Konservasi Burung Indonesia, Achmad Ridha Junaid, mengatakan kecelakaan Jeju Air bukan insiden perdana yang dipicu oleh bird strike atau tabrakan pesawat dengan burung. Gangguan yang sama pernah hampir membuat penumpang US Airways celaka pada Januari 2009. Dalam peristiwa yang terkenal dan sudah diangkat menjadi film itu, pilot Chesley Sullenberger alias Sully berhasil mendaratkan pesawat secara darurat di Sungai Hudson.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Walaupun sebagian besar insiden tidak berujung kecelakaan fatal, bird strike dapat menyebabkan kerugian finansial dan operasional yang sangat besar," kata Ridha melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 4 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus penerbangan 1549 US Airways, kedua mesin pesawat kehilangan daya setelah menabrak kawanan burung. Sedangkan dalam kecelakaan pesawat Jeju Air di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, bird strike ditengarai menyebabkan roda pendaratan depan gagal berfungsi. Pesawat yang terbang dari Bangkok, Thailand, ke Korea Selatan pada Ahad, 29 Desember 2024, tergelincir hingga menabrak pagar beton. Hanya dua dari 181 orang di dalam pesawat yang selamat, sementara korban lainnya tewas terbakar.
Menurut Ridha, ancaman bird strike perlu diantisipasi dengan lebih serius. Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), kerugian finansial global akibat bird strike menembus US$ 1,2 miliar per tahun. Biaya itu akibat kerusakan pesawat, penundaan penerbangan, hingga kerugian operasional lainnya. Sekitar 3,6 persen bird strike tercatat menyebabkan kerusakan serius pada pesawat dan memicu kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.
"Dampak lainnya berupa trauma psikologis yang dialami awak pesawat dan kekhawatiran terhadap keselamatan yang sering kali diabaikan," tutur dia.
Mitigasi Bird Strike
Meskipun tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, Ridha menyebut mitigasi yang sistematis bisa diterapkan untuk mengurangi risiko akibat bird strike. Salah satu metode mitigasinya lewat manajemen habitat burung, sehingga tidak mengganggu bandara.
Bandara sebaiknya tidak dibangun di lahan atau ekosistem yang menjadi habitat burung. "Jika sudah telanjur, area di dalam dan sekitar bandara dapat dikelola dengan cara mengurangi atau menghilangkan sumber daya yang menarik burung, seperti makanan, air, atau vegetasi tertentu," kata dia.
Untuk mencegah datangnya burung, pengelola bandara disarankan dapat menjaga kebersihan area bandara dan ketinggian rumput yang menjadi habitat utama burung. Penggunaan alat pengusir burung juga diperlukan, seperti mesin suara predator maupun laser. Burung pemangsa terlatih juga dapat digunakan untuk menjauhkan burung dari area landasan pacu.
Maskapai dan pabrikan aviasi, kata Ridha, juga bertanggung jawab mitigasi bird strike. Desain pesawat semestinya dibuat lebih kebal terhadap bird strike. Manajemen maskapai juga diminta proaktif menghadapi risiko satwa liar. “Seperti menunda lepas landas atau mendarat jika melihat burung di landasan pacu,” ujarnya.
Pilihan Editor: Perubahan Iklim Memicu Paradoks di Sektor Properti