Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Usaha Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menghentikan peredaran obat sirop tidak hanya dengan penarikan produk yang dinyatakan tidak aman, tapi juga berpatroli secara siber.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli obat sirop. “Karena dari tiga jenis obat yang tidak memenuhi syarat, banyak dijual di online. Sehingga kami sudah melakukan kerja sama dengan Kemenkominfo ada sekitar 1.400 tautan yang harus kami lakukan tindak lanjut sebagai bagian dari cyber patrol BPOM,” kata Peny di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin, 24 Oktober 2022 yang juga disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya, pada rilis tertanggal 23 Oktober 2022, BPOM menyatakan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri penjualan produk yang dinyatakan tidak aman.
“Sampai dengan 21 Oktober 2022, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (takedown) konten terhadap 4.922 link yang teridentifikasi melakukan penjualan obat sirop yang dinyatakan tidak aman,” tulis rilis tersebut.
Dijual di E-commerce
Walau kabar tentang obat sirop yang dinyatakan tidak aman ramai diberitakan, namun penjualan di e-commerce masih terlihat. Tiga produk yang dimaksud adalah Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Sirup dan Unibebi Demam Drops.
Tempo melihat Unibebi Cough Syrup dengan isi 60 ml masih dijual di beberapa toko di salah satu e-commerce. Status toko masih aktif hingga saat pembuatan tulisan ini. Obat dijual dengan harga Rp 5.000- 5.500. Terlihat toko berdomisili di Jakarta dan Depok.
Perkembangan Hari Ini
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, per 24 Oktober 2022, jumlah pasien yang mengidap penyakit gagal ginjal akut bertambah menjadi 245, yang tersebar di 26 provinsi. Budi memaparkan ada delapan provinsi yang berkontribusi 80 persen dari kasus ini, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatra Barat, Bali, Banten dan Sumatra Utara.
"Fatality rate persentasenya cukup tinggi, yakni 141 atau 57,6 persen. Jumlah kasus ini sebetulnya mulai naik di Agustus. Jadi sebelum Agustus itu angka kematiannya normal dari tahun ke tahun, kecil, di bawah 5," kata Budi di Istana Bogor.
Kasus gagal ginjal akut pada anak ini diduga diakibatkan jenis obat sirop yang mengandung EG (ethylene glycol-EG), DEG (diethylene glycol-DEG), dan EGBE (ethylene glycol butyl ether) yang melebihi ambang batas. Pemerintah kini telah melarang penjualan obat batuk cair untuk mencegah cemaran itu mengontaminasi lebih banyak anak.
Kini Kemenkes sudah menutup 1.100 lebih obat yang mengandung pelarut dan diduga mengandung EG, DEG, dan EGBE. Budi mengatakan masih menunggu BPOM melakukan penelitian terhadap obat-obatan tersebut.
"Nanti sore ini kita keluarkan surat untuk rilis. Ada 133 atau 150-an yang memang pelarutnya tidak mengandung bahan berbahaya, kita akan rilis," ujar Budi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.