Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendapati biogenic shallow gas alias gas rawa bisa menjadi sumber energi alternatif bagi masyarakat Indonesia yang bermukim wilayah delta sungai besar. Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN, Hananto Kurnio, mengatakan udara biogenik itu bisa dimanfaatkan tanpa harus membangun infrastruktur jaringan gas. Rembesan gas di permukaan tanah bisa langsung dipakai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Gas biogenik rawa (GBR) dapat mengurangi ketergantungan terhadap gas konvensional," kata Hananto melalui situs resmi BRIN, Jumat, 31 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, rembesan gas rawa sudah dimanfaatkan oleh masyarakat di Kalimantan Barat untuk menghidupkan kompor. Energi alternatif ini juga sudah dipakai oleh publik di Sidoarjo dan Pasuruan, Jawa Timur.
Gas rawa di kedua daerah tersebut, Hananto mengutip sebuah riset, terperangkap lewat sedimen kuarter bawah dasar laut. “Bahkan, di sana juga ditemukan adanya gas termogenik yang belum dimanfaatkan.”
Gas rawa tersebut merupakan dari penguraian bakteri anaerob pada bahan nabati dan rumen, atau perut pertama, hewan herbivora di bawah air. Gas ini banyak ditemukan sebagai komponen utama alam yang mengandung metana. Salah satu ciri khas gas rawa adalah kemunculan ‘api abadi' yang sangat sulit padam, padahal tidak pernah dinyalakan secara manual.
Bantuan Alam untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Hananto menganggap gas rawa bisa membantu masyarakat berpenghasilan rendah. Satu sumur gas rawa diperkirakan bisa menolong 50 orang penduduk. Gas itu bisa dimanfaatkan melalui jaringan pipa yang disalurkan ke masing-masing rumah.
"GBR juga ramah lingkungan dan dapat mengurangi fenomena gas rumah kaca," kata dia.
Dari penelusuran Tempo di situs resmi Pemerintah Jawa Tengah, gas rawa sudah dimanfaatkan sejak 2020 oleh masyarakat di Desa Rajek dan Desa Bantar. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah membantu pengembangan sumber energi ini, melalui jaringan instalasi. Ada sedikitnya 100 kepala keluarga bisa mendapat manfaat dari sumber energi alternatif ini.
Penggunaan gas rawa di sejumlah wilayah Jawa Tengah dianggap bisa mendorong ketahanan energi. Pasalnya, masyarakat di kedua desa itu harus membeli gas LPG senilai Rp 23 ribu per tabung. Kehadiran gas rawan membuat pengeluaran masyarakat turun hingga kisaran Rp 15 ribu per tabung. Penghematan biaya bisa dimanfaatkan untuk kas desa dan perawatan alat.
Pemakaian gas rawa di Desa Rajek tergolong sederhana. Masyarakat hanya perlu membangun sumur bor di lokasi gas rawa. Hasil pengeboran dialirkan ke mesin pemisah atau separator, supaya campuran airnya hilang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung gas.