NAMA mikroba Escherichia coli (E. coli), di negeri sedang berkembang semacam Indonesia, biasanya cuma dihubungkan dengan soal yang kotor-kotor. Dia dipakai sebagai indikator pencemaran air, atau dianggap bertanggung jawab pada urusan sakit perut. Namun, di ITB, kini E. coli bisa disulap menjadi mikroba yang produktif dan punya nilai ekonomi. Bakteri E. coli keluaran ITB itu mampu memproduksi enzim penilisin asilase. Enzim ini berguna untuk membuat senyawa asam 6-aminopenisilat (6-APA). Senyawa 6-APA tadi dipakai sebagai bahan baku berbagai macam obat antibiotik, penisilin misalnya. Pekerjaan rumit itu berlangsung di Lab Rekayasa Genetika PAU (Pusat Antar Universitas) Bioteknologi ITB. Panen perdana enzim penisilin asilase itu telah dipetik Agustus tahun lalu. Namun, riset itu kini masih berlangsung. "Untuk perbaikan metodenya," ujar Prof. Dr. Muhamad Wirahadikusumah, 57 tahun, guru besar kimia yang memimpin riset itu. Meski tak mengejutkan di pentas internasional, untuk ukuran Indonesia prestasi itu pantas dicatat. Sebab, bakteri E. coli hasil rekayasa ITB itu terhitung mikroba canggih generasi pertama yang lahir dari tangan-tangan domestik. Secara kuantitas, enzim penisilin asilase produksi Bandung itu masih rendah. Dari setiap 100 ml biakan bakteri cuma bisa dihasilkan 2,7 gram penisilin asilase (tidak murni). Bandingkan dengan produksi enzim serupa di Australia, yang bisa mencapai 20 gram. Pada dasarnya, proses ini adalah rekayasa untuk mengubah bakteri menjadi "makhluk lain" dengan mengubah struktur genetiknya. Selanjutnya, E. coli yang telah mengalami perubahan genetik itu disebut sebagai transforman. Untuk itu, Muhamad dkk. harus mencangkokkan potongan gen jamur Penicellium chrysogenum, yang membawa bakat membuat senyawa penisilin asilase. Lewat proses pencangkokan tadi, E. coli tumbuh menjadi bakteri yang mewarisi bakat Peni- cellium chrysogenum, dengan kemampuan menyintesa penisilin asilase. Langkah pertama adalah memotong lalu mengisolasi fragmen DNA (potongan gen) jamur itu. Lantas fragmen DNA itu ditransfer ke tubuh bakteri. Agar gampang masuk ke tubuh E. coli, kulit bakteri itu dibongkar dulu dengan bahan kimia. Tak semua anggota koloni bakteri itu beruntung dipromosikan menjadi "produsen obat". Lewat skrining, yang lolos dimasukkan ke dalam media tumbuh. Dalam media tumbuh itu disediakan makanan pokok buat mikroba transforman itu, yakni agar-agar. Untuk kebutuhan proteinnya disediakan pula kaldu. Pembiakannya dilakukan sementara media itu dikocok selama 24 jam. Setelah mencapai populasi yang optimal, tibalah saat panen enzim itu. Mula-mula, sel koloni bakteri itu dipisahkan dari media tumbuhnya. Pemisahan itu dilakukan dengan sen- trifugasi, kecepatan 4.500 rpm (putaran per menit), selama 30 menit, dan pada suhu 2-4C. Hasil sentrifugasi itu berupa pasta sel. Kemudian dinding sel itu dipecahkan, dengan perlakuan kimia, lalu sentrifugasi dingin 2-4C pada kecepatan 4.500 rpm kembali dilakukan. Dari situ diperoleh campuran penisilin asilase. Setelah itu tibalah proses pemurnian. Kembali beberapa macam bahan kimia terlibat, dan lagi-lagi sentrifugasi diperlukan. Setelah itu barulah hasil panen enzim penisilin asilase itu bisa diisolasikan dan siap dipakai untuk bahan baku obat anti-biotik. Dalam jadwal kerja PAU-ITB, riset penisilin asilase itu akan berlangsung sampai akhir 1991. Dalam waktu dekat ini, metode pengcangkokan, yang selama ini dengan cara kimia, akan diganti dengan cara elektrik: kejutan listrik digunakan untuk membuka dinding sel bakteri. Pada saat itulah, fragmen DNA akan dimasukkan. Cara elektrik itu akan lebih cepat. "Hanya perlu setengah detik," ujar Muhamad. Peralatannya telah tiba di ITB, dan akan segera difungsikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini