Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kebun Kopi Berdarah

Ridwan dan istrinya, tugiyem, serta anaknya, sumiaty dibunuh di pondok kebun kopi, 1 km dari desa rambai kaca, lahat, sum-sel, oleh 6 kawanan pembunuh. diduga, pembantaian itu dilakukan pembunuh bayaran.

2 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUSANTI, 9 tahun, yang lagi bertandang ke rumah temannya, Sumiaty, benar-benar kecut menyaksikan pembantaian yang tak pernah dibayangkannya selama ini. Salah seorang di antara enam kawanan pembunuh, saat magrib itu, menikam ayah temannya, Ridwan, bertubi-tubi. Bersamaan dengan itu kawanan yang lain memukul kepala Tugiyem, bini Ridwan, hingga roboh ke lantai. Bak kerasukan setan, komplotan itu membantai ibu dua anak ini hingga tewas pula bersimbah darah. Susanti, yang merinding menyaksikan pemandangan sadistis tersebut, mencoba menutup matanya dengan telepak ta-ngannya. Namun, dari sela-sela jemarinya, ia melihat karibnya, Sumiaty, 12 tahun, putri bungsu Tugiyem, mendapat giliran pembantaian hingga meregang nyawa. Hanya anehnya, tragedi berdarah pada Minggu selepas magrib, 13 Mei lalu, di sebuah pondok kebun kopi, 1 km dari Desa Rambai Kaca, Lahat, Sumatera Selatan itu tak mencelakakan Susanti. Entah kenapa, gadis yang masih tetangga korban itu tak dijamah si penjahat. Satu-satunya keluarga Ridwan yang selamat hanyalah Sri Rohani, 14 tahun. Putri sulung almarhum itu segera lari meng- hambur ke dalam gelap, mengabari penduduk desa, begitu ayahnya dikeroyok pembunuh. Jeritan Rohani membuat ra-tusan warga desa tumpah ke kebun kopi di kaki Gunung Dempo itu. Dengan membawa senter dan petromaks, mereka terperangah melihat Ridwan tergeletak di serambi pondok. Sedangkan Tugiyem dan Sumiaty tertelungkup di ruang tengah. Kenapa keluarga itu dibantai? Polisi mengesampingkan motif perampokan. Sebab, komplotan itu tak mengambil 8 karung kopi (150 kg), dua gram emas anting-anting Tugiyem, uang Rp 340 ribu, berikut pakaian yang tersimpan di dalam peti di pondok itu. Kawanan tersebut memang mengambil sebuah radio tape, sepucuk senapan angin, lampu petromaks, dan jam tangan Ridwan. Tapi, dugaan polisi, mereka mencomoti sebagian harta korban itu hanya karena ingin memiliki barang-barang tersebut setelah para korban terbunuh -- bukan sengaja membunuh dengan tujuan merampok. Menurut Susanti dan Rohani, sehari sebelum pembunuhan itu, kawanan pembunuh tersebut pernah datang ke pondok Ridwan. Waktu itu mereka beralasan mencari sapi mereka yang hilang. Nah, malam itu mereka muncul lagi. Ridwan, yang berasal dari Jawa Barat, menyambut mereka dengan ramah. "Ayah dan tamu ngomong Sunda," kata Rohani. Seingat Rohani, cerita mereka ngalor-ngidul. Ada soal nomor SDSB yang keluar. Mereka meminta Ridwan menebak dengan ilmu mistik yang dimilikinya. Tapi Ridwan menolak. Mereka juga yang minta kopi. Tapi ketika Tugiyem membuat kopi itulah, peristiwa berdarah itu terjadi. "Jadi, tanpa diawali pertengkaran," kata Susanti. Susanti bahkan masih ingat raut muka dan nama para pelaku. Yakni, Jhon, Sutar, Yayan, Mawan, Fikri, dan Jainok, yang tinggal di Desa Gunung Kaya, bertetangga dengan Rambai Kaca. Tapi, ketika polisi melacak ke sana, ternyata nama-nama itu fiktif -- kecuali Fikri. Namun, saat Fikri dipertemukan dengan kedua gadis kecil itu, mereka menyebut, "Bukan itu orangnya." Lalu Fikri yang mana, sih? "Identitas mereka sudah ada di tangan kami," ujar Kapolres Lahat, Letkol. Drs. Faisal Ra- madanua, pada Djalmas Dainuri dari TEMPO. Faisal menduga pembantaian itu dilakukan pembunuh bayaran. Latar belakangnya tak lain dari kebun yang dikelola Ridwan bersama anak istrinya berisi 1.300 batang kopi. Kebun kopi itu tiga tahun lalu, konon, digadaikan Dung Cik, 40 tahun, penduduk Gunung Diwat, tetangga Desa Rambai Kaca, kepada Rid- wan. Dalam perjanjian, Dung Cik boleh menebus kebun itu setelah 7 tahun berselang. Nah, pada tahun ini kebun kopi itu mulai berbuah. Akibatnya, terjadilah pembunuhan keji itu. Benarkah Dung Cik berada di belakang kisah itu? Faisal belum berani memastikan. Ia hanya berjanji jika keenam orang itu telah diringkus, barulah latar belakang kasus itu akan diungkap sejelasnya. Ia yakin, keenam begundal itu dalam waktu dekat ini pasti tertangkap. Bersihar Lubis (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus