Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selama ini parasit malaria yang masuk ke aliran darah dikira beredar dan berkembang biak hanya di dalam darah. Temuan terbaru oleh tim yang melibatkan para peneliti di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengungkap sejumlah besar parasit malaria ternyata bersembunyi di limpa--organ yang selama ini justru dipercaya dihindari parasit-parasit itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan telah dipublikasi di dua jurnal ilmiah sekaligus, New England Journal of Medicine dan PLOS Medicine, terbit masing-masing pada 27 dan 26 Mei 2021. Para penelitinya menyebut temuan memberi terobosan baru bagi pemahaman patogenesis malaria yang belum pernah diketahui sebelumnya: sejumlah besar parasit malaria ternyata bersembunyi di organ limpa manusia dan berkembang biak secara aktif di sana dalam siklus hidupnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian dipimpin oleh Steven Kho, mahasiswa doktoral Indonesia di Menzies School of Health Research (Menzies) Australia. Dia yang memeriksa limpa dari pasien-pasien korban kecelakaan yang memerlukan pengangkatan limpa (splenectomy) di Timika, Papua. Para pasien umumnya tidak memperlihatkan adanya gejala malaria, tetapi Kho menemukan 95 persen memiliki parasit hidup dalam jumlah besar yang tersembunyi di limpa.
Jumlah parasit bahkan dapat mencapai ratusan hingga ribuan kali lebih tinggi di organ limpa daripada yang ditemukan di peredaran darah. "Temuan kami telah mendefinisikan ulang siklus hidup malaria. Malaria kronis harus dianggap terutama sebagai infeksi limpa, dan hanya sebagian kecil yang beredar di dalam darah," kata Kho, dalam keterangan tertulis yang dibagikan, Selasa 1 Juni 2021.
Akumulasi parasit malaria pada limpa ditemukan pada malaria yang disebabkan dua spesies Plasmodium utama yaitu Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Terutama pada infeksi P. vivax karena lebih dari 98 persen dari semua parasit malaria dalam tubuh bersembunyi di limpa.
Nurjati Siregar, Kepala Unit Histologi dan Transmission Electron Microscopy di Lembaga Eijkman mengatakan, penelitian tersebut juga menemukan bahwa limpa manusia mengandung sejumlah besar sel darah merah yang sangat muda, yang disebut retikulosit. Sel darah muda itu merupakan satu-satunya jenis sel darah merah yang dapat diinfeksi oleh P. vivax.
"Hal ini menjadikan limpa sebagai lokasi di mana parasit malaria vivax dapat berkembang biak dengan mudah," ujar Nurjati.
Putu Ayu Indrashanti Wardani, dokter di Rumah Sakit Umum Daerah di Timika, menambahkan bahwa hingga saat ini limpa dianggap sebagai organ yang menghancurkan parasit malaria. Itu sebabnya temuan terbaru sangat mengejutkannya, bahwa limpa juga menyediakan tempat berlindung bagi parasit yang bertahan hidup dalam jangka panjang.
Dalam publikasi yang dilakukannya, tim peneliti menekankan pentingnya temuan persembunyian parasit malaria tersebut. Infeksi limpa yang terus-menerus, misalnya, memiliki implikasi klinis dan kesehatan masyarakat yang besar, termasuk kontribusi yang signifikan terhadap anemia.
"Kami juga menemukan bahwa beberapa orang dengan sejumlah besar parasit yang bersembunyi di limpa tidak memiliki parasit yang terdeteksi di dalam darah, ini yang harus mendapatkan perhatian jika kita ingin melakukan program eliminasi malaria," kata Leily Trianty juga dari Eijkman.
Kepala Unit Malaria Pathogenesis Lembaga Eijkman, Rintis Noviyanti, mengatakan bahwa program eliminasi malaria yang mengandalkan tes darah secara massal hanya mengobati individu dengan infeksi yang terdeteksi. Tetapi mungkin tidak dapat mendeteksi semua infeksi pada populasi di mana malaria terjadi.
"Penelitian ini masih berlanjut di Timika, Papua, untuk mengeksplorasi lebih jauh populasi parasit yang baru ditemukan di limpa ini," tutur Noviyanti.
Dia menambahkan, pemberantasan malaria membutuhkan kerja sama yang terintegrasi antar berbagai institusi. Termasuk di antaranya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang timbul tentang mekanisme patogen yang membuatnya terhindar dari sistem pertahanan tubuh inang.
"Hal itu akan membantu penemuan intervensi baru untuk penanggulangan penyakit malaria."
Penelitian melibatkan pula mitra penelitian lain dari Australia dan Perancis. Lalu di dalam negeri juga didukung tim peneliti malaria di Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP).