Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Limbah plastik merupakan salah satu isu lingkungan terbesar di dunia. Menurut data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), limbah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton setiap tahunnya. Mirisnya, sekitar 3,2 juta ton limbah tersebut dibuang ke laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini telah mulai banyak program memanfaatkan limbah plastik sebagai campuran pembuatan aspal. Menanggapi hal itu, Tahta Amrillah, dosen rekayasa nanoteknologi Unair, mengatakan bahwa penggunaan limbah plastik dalam campuran aspal tergolong efektif. Limbah plastik dengan kuantitas yang sangat banyak akan lebih bermanfaat daripada hanya terbuang sia-sia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam nanoteknologi, kini beberapa plastik telah mengalami modifikasi dengan menggunakan bahan yang mudah terdegradasi seperti selulosa. Prinsip rekayasa material memungkinkan ekstraksi selulosa ini dari berbagai sumber alami, seperti singkong, bahkan limbah bonggol jagung,” kata Tahta melalui keterangan tertulis, Rabu, 20 Maret 2024.
Rekayasa untuk Optimalisasi
Aspal dengan campuran limbah plastik memiliki karakteristik dan ketahanan yang berbeda dengan aspal konvensional. Meskipun kandungan aspal dan plastik hampir serupa, lebih dari 80 persen karbon, namun perbedaan dalam ikatan kimia keduanya menyebabkan perbedaan dalam sifatnya.
“Perlu adanya rekayasa material yang cukup baik sehingga plastik dapat berguna dalam pembuatan aspal. Bahkan, plastik dapat memiliki sifat yang lebih baik, seperti tahan panas dengan titik leleh tinggi, dapat menyerap air, dan sifat daktilitas yang tinggi,” kata Tahta.
Penggunaan limbah plastik dalam pembuatan aspal menawarkan potensi pengurangan biaya bahan dasar yang signifikan. Namun, proses fabrikasi limbah plastik dapat menimbulkan biaya tambahan yang tidak kecil, sehingga perlu adanya pendekatan fabrikasi yang sederhana dan ekonomis.
Aspal yang menggunakan limbah plastik memiliki keunggulan dalam meningkatkan elastisitas dan daktilitas. Hal tersebut disebabkan oleh polimer karbon dalam limbah plastik yang memiliki ikatan polimer yang lebih panjang daripada aspal biasa.
Perlakuan Khusus Plastik
Tahta menyoroti risiko yang mungkin timbul dalam proses fabrikasi yang kompleks. Untuk mengatasi hal tersebut, butuh perlakuan ekstra untuk memastikan bahwa plastik menjadi kompatibel sebagai campuran aspal.
“Jika campuran aspal tidak tepat, misalkan komposisi yang salah atau fabrikasi yang salah, maka kualitas aspalnya juga akan jelek. Implikasinya, memang butuh perlakuan khusus. Pada akhirnya akan meningkatkan biaya fabrikasi,” tuturnya.
Menurut Tahta, dari segi infrastruktur dan teknologi, Indonesia telah siap memanfaatkan limbah plastik dalam pembuatan aspal karena teknologi yang dibutuhkan tidak terlalu canggih. Ia berharap, penggunaan limbah plastik sebagai campuran aspal dapat mengurangi limbah plastik yang telah berubah menjadi mikroplastik yang mengancam ekosistem perairan, seperti laut.
Pilihan Editor: Data Potensi Bencana Tersebab Penggundulan Hutan IKN