Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Dwi Hartanto Ternyata Lulus Cum Laude di Akprind Yogyakarta

Pembohongan publik oleh Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, membuat Akprind Yogyakarta angkat bicara.

10 Oktober 2017 | 15.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dwi Hartanto (Facebook/Dwi Hartanto)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pembohongan publik yang dilakukan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft, Belanda, membuat Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta angkat bicara. Pihak Akprind menjelaskan, Dwi merupakan lulusan Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri tahun 2005.

"Dwi Hartanto lulus dengan predikat dengan pujian (cum laude)," ujar Rektor Akprind Yogyakarta Amir Hamzah kepada Tempo di kantornya sambil menunjukkan kopian ijazah Dwi, Selasa, 10 Oktober 2017.

Dwi, yang selama di kampus Akprind Yogya terdaftar dengan nomor mahasiswa 01052087, menjadi lulusan terbaik 2005 setelah menyabet indeks prestasi kumulatif 3,88. Dari salinan nilai akademik Dwi selama kuliah pada 2001-2005 yang diperoleh Tempo, dari total 64 mata kuliah yang diselesaikan, dia hanya pernah mendapatkan 11 nilai B dan sebagian besarnya nilai A.

Dwi, yang masuk Akrpind pada 2001, diwisuda tepat waktu, yakni pada 26 November 2005 dengan skripsi berjudul "Membangun Robot Cerdas Pemadam Api Berbasis Algoritma Kecerdasan Artificial Neural Network (ANN)".

Baca: Ini Pengakuan Kebohongan Dwi Hartanto

Pemuda kelahiran Madiun, 13 Maret 1982, itu juga tercatat sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Kopertis Wilayah V tahun 2005. Ini merupakan sebuah ajang kompetisi akademik antar-perguruan tinggi swasta di regional Yogyakarta. Kala itu, Dwi dikirim untuk bertanding mewakili kampusnya.

Nama Dwi naik daun dalam dua tahun terakhir setelah diberitakan berbagai media elektronik setelah mengaku diminta banyak pihak mengembangkan pesawat jet tempur generasi keenam. Sosok Dwi ditulis secara manis oleh berbagai media nasional sebagai doktor muda (28 tahun) dan calon profesor bidang roket dalam tiga tahun terakhir.

Dia dianggap "pahlawan" Indonesia di negeri Belanda. Faktanya, Dwi lahir pada 13 Maret 1982. Artinya, dia sudah berumur 35 tahun, bukan 28 tahun, seperti yang diberitakan. Dia pun sempat mengaku ditawari menjadi warga negara Belanda, tapi menolak. Selain itu, Dwi sempat mengaku memenangi lomba riset Space Craft and Technology di Jerman dan mengalahkan sejumlah ilmuwan dari negara lain.

Deden Rukmana, profesor dan pakar urban studies di Savannah State University, Amerika Serikat, yang pertama kali mengungkap kebohongan Dwi kepada publik dalam status Facebook miliknya.

Baca: Bohong ala Dwi Hartanto, Bagaimana Solusinya?

Menurut Deden, puncak kemarahan rekan-rekan ilmuwan Indonesia di Belanda timbul saat tersebar pesan di grup WhatsApp Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Deden termasuk anggota grup tersebut. Beberapa orang, menurut Deden, mengambil inisiatif membentuk tim untuk membongkar kebohongan Dwi.

"Rasa kebanggaan dan kekaguman saya terhadap Dwi Hartanto 'terganggu' ketika saya menerima rangkaian pesan dari WA group Pengurus I-4 yang membahas tentang yang bersangkutan. Pada tanggal 10 September 2017 lalu, salah seorang anggota pengurus I-4 secara terpisah mengirimkan dua dokumen lengkap berisikan investigasi terhadap beragam klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto," tulis Deden dalam akun Facebook-nya.

Dalam statusnya, Deden menyebutkan dokumen pertama terdiri atas 33 halaman yang berisi beragam foto-foto aktivitas Dwi, termasuk dari halaman Facebook-nya dan link dari berbagai website tentangnya. Salah satunya transkrip wawancara dalam program Mata Najwa pada Oktober 2016 serta surat-menyurat elektronik dengan beberapa pihak untuk mengklarifikasi aktivitas yang diklaim Dwi.

Dokumen kedua, tulis Deden, sebanyak delapan halaman yang berisi ringkasan investigasi terhadap klaim yang dibuat Dwi, termasuk latar belakang Strata-1, umur, roket militer, PhD in Aerospace, Professorship in Aerospace, Technical Director di bidang rocket technology and aerospace engineering, interview dengan media international, dan kompetisi riset.

Baca: Apakah Dwi Hartanto Mengidap Gejala Mythomania?

Simak artikel lain tentang Dwi Hartanto hanya di kanal Tekno Tempo.co.

PRIBADI WICAKSONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus