Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nyoto Tombeng di mata BCA

Bank central asia sudah lama menaruh curiga kepada nyoto tombeng. ia melarikan utang rp 3 milyar. masalah jual beli saham pt artha tobacco company, menyalahi prosedur yang sebenarnya. (eb)

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYOTO Tombeng, pengusaha besar dari Surabaya itu, memang orang yang lihai. Menghilang sejak awal Feburuari ialu dengan meninggalkan utang sebanyak Rp 3 milyar, banyak pihak bank dan pengusaha yang mulanya beranggapan orang itu pengusaha yang bonafide. Bahkan Gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, dalam suatu keterangan kepada pers, bicara baik tentang pengusaha itu. Gubernur BI berjanji akan mengatur penagihan-penagihanan mengalir ke alamat perusahaan Nyoto Tombeng itu, sedemikian rupa, sehingga tak memberatkan perusahaan. (TEMPO 28 Maret). Seperti sudah diberitakan, perusahaan Nyoto Tombeng yang masih berjalan baik sampai sekarang adalah PT Sinar Surya Metal Works, yang memproduksikan lampu tekan (petromaks) dan kompor gas di Surabaya. Tapi rupanya ada juga sebuah bank swasta nasional besar yang sudah lama menaruh curiga kepada Nyoto Tombeng. Andi Buana, General Manager PT Bank Central Asia (BCA) dalam suatu keterangan kepada Karni Ilyas dari TEMPO pekan lalu mengatakan, banknya hanya memberikan kredit Rp 30 juta kepada Nyoto Tombeng. "Dia memang termasuk orang kuat, tetapi kelihatannya sulit diajak komunikasi," kata Andi. "Lagipula ada hal-hal yang rasanya mencurigakan." Cina Totok GM Andi Buana tak menjelaskan lebih jauh mengapa pihak BCA menaruh curiga kepada pengusaha yang punya banyak pabrik itu. Tapi barangkali itu disebabkan karena beberapa pabrik Nyoto Tombeng yang lain, seperti PT Artha Tobacco, PT Waled Kencana yang membuat obat nyamuk dan PT Djatim Agung yang memproduksikan batu baterai, sudah pada bangkrut sebelum Nyoto Tombeng menghilang. Maka, sejak pagi-pagi, BCA sudah memberikan aba-aba kepada cabang-cabangnya untuk berhati-hati terhadap Nyoto Tombeng. "Malah ketika perusahaan Sinar Surya itu menyatakan akan go pblic, pihak BCA menolak untuk ikut menjadi underwriter (penjamin)," kata Andi. PT Sinar Surya Metal Works menyatakan akan memasyarakatkan diri (go public) beberapa bulan sebelum peristiwa Kenop 15, pertengahan November 1978. Andi Buana mengakui, sekali pun sudah lama curiga, BCA cabang Surabaya toh memberikan kredit sebanyak Rp 30 juta itu kepada Nyoto Tombeng. "Tapi itu diikat dengan jaminan sebuah rumah di Surabaya dan dibuat berdasarkan perjanjian di muka notaris," katanya. Salah seorang notaris yang populer di kalangan pengusaha "nonpri" di Surabaya ialah Soetjipto SH. Adalah Notaris Soetjipto pula yang membuat akta jual-beli sejumlah saham PT Artha Tobacco Company. PT tersebut, berdasarkan surat perjanjian yang dibuat oleh Notaris Soetjipto itu, ternyata 100% milik Chua Pho Tiong, pengusaha asing yang muncul di belakang Nyoto Tombeng, dan kini bermukim di Singapura. Sebagai orang asing, Chua Pho Tiong, berdasarkan surat perjanjian yang dibuat pada 1 November 1977, menyatakan telah membeli sejumlah saham dari PT Artha Tobacco Coy, dengan meminjam tangan Tenas Sastrawiria dan Ny, Tuti, masing-masing beralamat di Jl. Kampung Sawah Gg. II/21 B, Jakarta. Tapi ternyata setelah diselidiki alamat tersebut tak terdapat dalam peta Jakarta. Yang ada hanya Kampung Sawah Lio II, di daerah Jembatan Lima, Jakarta Barat, yang dihuni seorang Cina totok asal Kanton. Sementara Haris Bonar Tjuatjadjaja, salah seorang di Surabaya yang disebutkan dalam surat perjanjian itu melakukan transaksi pembelian saham PT Artha Tobacco, tak berhasil ditemui di alamatnya, Jl. Kapasari, Surabaya. "Dia itu orangnya sudah sangat tua dan sakit-sakitan, kini lebih sering tinggal di tempat peristirahatan," kata seorang penjaga rumah. Rumah itu besar sekali, tapi selalu tertutup. Dalam surat perjanjian itu disebutkan bahwa uang yang digunakan oleh ketiga orang tadi untuk membeli semua saham-saham PT Artha Tobacco, adalah uang milik Chua Pho Tiong. Ketiga "pembeli" tadi tidak dibolehkan meminjamkan, menjual atau mengalihkan saham-saham tersebut, kecuali seizin Chua Pho Tiong. Dan semua hasil yang datang dari saham itu seluruhnya menjadi milik Chua. Notaris Soetjipto SH, yang praktek di daerah Jembatan Merah, Surabaya, mengaku hanya melakukan pembukuan perjanjian antara Chua Pho Tiong dengan tiga orang yang membeli saham PT Artha Tobacco. Menurut Soetjipto, di situ Nyoto Tombeng duduk sebagai komisaris utama. "Jadi kami tidak melakukan legalisasi maupun kesaksian," ujar Soetjipto kepada Ibrahim Husni dari TEMPO. Menurut Soetjipto, dengan hanya melakukan pembukuan, ia tak merasa ada kaitan hukum dengan persoalan perjanjian itu. Notaris, untuk melakukan hal demikian, bahkan tidak perlu tahu apa isi perjanjian itu. "Dengan melakukan pembukuan tersebut, mereka bermaksud kalau suatu saat surat-surat mereka hilang, masih ada arsipnya di sini," kata notaris yang laris itu. Soetjipto mengaku tak pernah mengenal Chua Pho Tiong dan ketiga kliennya yang secara proforma melakukan transaksi pembelian saham-saham perusahaan tembakau itu. "Saya tidak ingat lagi siapa yang datang ke sini. Dan untuk sekedar melakukan pembukuan demikian, memang tidak harus orangnya sendiri yang datang," katanya. Tapi yang menarik dari surat perjanjian yang nampak sederhana itu adalah tempat tinggal Chua Pho Tiong, pihak kedua, yang jelas disebutkan di Singapura. Menurut seorang staf di bagian hukum Badan Koordinasi Modal Asing (BKPM), tak dibenarkan seorang warganegara asing melakukan jual-beli saham dalam sebuah perusahaan nasional. "Lain halnya kalau itu perusahaan PMA," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus