DARI luar, kompleks di Livermore, California, AS, itu tak ubahnya tempat pengasingan. Pagar bangunan dihiasi kawat berduri. Hampir semua pintu dilengkapi gembok kombinasi. Tak banyak yang tahu, sebuah proyek besar kini tengah dipertaruhkan dibalik pagar dan pintu rangkap itu. Proyek ini, bagian dari Laboratorium Nasional Lawrence Livermore, melibatkan belasan insinyur dan fisikawan muda yang bertujuan "menciptakan senjata nuklir generasi baru". Dengan penemuan ini, mereka justru berharap "mengakhlri perlombaan persenjataan nuklir". Mereka datang dari "dunia blue jean, soft dnnk, dan novel fiksi ilmiah," seperti ditulis William T. Broad dari New York Times Service. Namun, semangat mereka luar biasa. Tak jarang mereka menhabiskan waktu semalaman di laboratorium. Tak seorang pun di antaranya pernah menyaksikan ledakan nuklir. Problem mereka ialah mengubah energi letusan nuklir ke dalam jalur radiasi yang Intens, yang mampu melesat ribuan mil dalam kecepatan cahaya. Dengan senjata ini mereka bermaksud menyongsong rudal musuh yang sedang menerjang maju, dan menghancurkannya di tengah perjalanan, sebelum menukik di titik sasaran. Rancangan para fisikawan muda ini kini di kalangan militer AS dikenal sebagai "senjata nuklir generasi ketiga". Generasi pertama - dirintis T. Robert Oppenheimer, Jenderal Leslie Groves,dan sekelompok ilmuwan yang tergabung dalam "Proyek Manhattan" - pada akhir 1940-an sampai awal 1950-an, menciptakan bom atom yang dilemparkan dari pesawat terbang. Generasi kedua pada akhir 1950-an hingga awal 1960-an, bom hidrogen yang lebih padu, yang bisa dipasang pada rudal antarbenua. Seperti pada masa lalu, sekarang pun banyak tokoh masyarakat AS yang mencela proyek ini. Menurut mereka, sistem yang kompleks dan didasarkan pada persenjataan nuklir generasi baru ini tidak bakal mencapai tujuannya. Mereka juga menilai proyek rahasia seperti ini hanya bertujuan meningkatkan anggaran belanja riset, dan bertentangan dengan kehendak rakyat untuk membekukan gudang-gudang senjata nuklir. "Mereka tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai pekerjaan kami di Livermore," ujar salah seorang ilmuwan muda itu menangkis para pengecam. "Sudah tentu kami sanggup menangani soal-soal semacam negosiasi," kata Lawrence C. West, 28, yang menyelesaikan program doktornya sembari bekerja. "Tapi, tanpa perlu menunggu hasil perundingan pengendalian senjata, saya secara pribadi memiliki kemampuan mengembangkan teknologi yang bisa menangkal serbuan senjata nuklir." Ketika menginjakkan kaki di Livermore West ogah-ogahan menghadapi pekerjaan yang berhubungan dengan senjata. "Kini, saya bersedia bekerja sepanjang waktu, karena saya menyadari kemungkinan yang sangat luas," katanya. "Saya tahu, senjata nuklir bisa menghancurkan dunia. Karena itu, kami merancang penangkalnya. Kami bukan mencari cara yang lebih baik untuk membunuh manusia, tapi cara yang lebih baik untuk membungkam senjata." Ia mengandaikan, laser-laser sinar-X tak bisa digunakan menghancurkan kota. Melainkan menghancurkan sasaran di angkasa, misalnya rudal yang sedang meluncur. Sinar yang dipancarkan oleh senjata penangkal itu tidak akan menembus atmosfer bumi. Gagasan "senjata generasi ketiga", yang kini dikembangkan di tiga laboratorium senjata nuklir pemerintah AS, memang berasal dari Livermore, di bawah pengelolaan Universitas California untuk Departemen Energi pemerintah federal. Kompleks yang terletak sekitar 64 km di tenggara San Francisco ini mempekerjakan 7.200 karyawan tetap. Di sebuah sudut kompleks itulah terdapat markas "Kelompok O", sebuah cabang Departemen Fisika. Di sini, sekitar 50 ilmuwan muda mengembangkan pelbagai gagasan di bidang astrofisika, superkomputer, roket kapal antariksa, dan desain senjata nuklir. Seorang pejabat tinggi Livermore menyebut anggota kelompok ini "urakan, dan cerdas bukan kepalang." Kelompok ini memang bukan satusatunya di AS yang merencanakan senjata generasi ketiga. Tapi, merekalah yang paling andal. Salah seorang "veteran" Kelompok O adalah Dr. Roderick A. Hyde, 31 lulusan Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Doktor teknologi astronautika ini perintis pemaluan energi untuk kapal antariksa. Ia juga mengepalai seksi yang menanalisa kelayakan teknik setiap gagasan baru."Salah satu problem pertahanan nuklir," katanya, "ialah waktu yang sangat smgkat untuk menangkal serangan. Apalagi, setiap penggunaan senjata nuklir harus melalui izin presiden." Kini, "bintang" Kelompok O adalah Peter L. Hagelstein, 29. Doktor lulusan MIT ini memusatkan disertasinya pada cara-cara nonnuklir dalam menciptakan laser sinar-X untuk keperluan ilmiah. Penemuan Hagelstein dan Kelompok O yang paling terkenal ialah sejenis laser sinar-X, empat tahun lalu. Senjata ini sudah diuji di sebuah lokasi bawah tanah di Nevada, dan diperkirakan mampu menghambat kemampuan rudal strategis Soviet. Tapi, Livermore juga mengenal Dr. Thomas Weaver, 34, direktur Program R - konsorsium lebih dari 100 personil laboratorium dari pelbagai kelompok. Mereka khusus bertugas mengembangkan dan menguji laser sinar-X. "Ada pandangan simplistis bahwa segala bentuk pekerjaan yang berhubungan dengan senjata termasuk Jahanam," keluh Weaver. "Tapi, sebaiknyalah kita agak realistis. Diskusi saja tidak cukup, tanpa dibarengi pengembangan teknologi." Menurut Dr. Lowell L. Wood, 42, pendiri dan kepala Kelompok O, "kriEik yang jernih justru mengasah pemurnian gagasan." Ia mengakui, kelompoknya membutuhkan rangkaian riset sebelum sampai pada tujuan terakhir. Namun, "kehadiran senjata generasi ketiga tak bakal terelakkan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini