TATKALA 42 detik setelah start jarum speedometer menunjukkan angka 400,8 km/jam, Yoshitayu Kyotani langsung berteriak, "Banzai! (Hidup) !" Sebuah rekor dunia baru kendaraan di atas rel yang ditumpangi penumpang telah pecah, hingga pantaslah ahli teknik Japan National Railway (JNR - perusahaan kereta api nasional Jepang) itu bersorak gembira. Pemecahan rekor pada Rabu pekan lalu itu dianggap bukan saja prestasi gemilang, tapi sekaligus "pembalasan dendam". Lima tahun silam, ketika perusahaan kereta api nasional Prancis mulai mengoperasikan TGV (Tres Grande Vitesse), kereta api supercepat dengan kecepatan maksimum 260 km/jam antara Paris dan Lyons, para ahli teknik JNR merasa sangat kesal. Itu berarti Shinkansen (kereta api peluru) dengan kecepatan 220 km/jam yang mereka banggakan telah dikalahkan. Lebih lagi, setelah pada Desember 1985, Jerman Barat, dengan kereta model "Transrapid 06", mampu mencapai kecepatan 355 km/jam. Kini, kehormatan Jepang telah dipulihkan. Kereta api supercepat abad ke-21 ini -- begitu para ahli JNR menyebutnya -- melayang 10 cm di atas rel. Kereta ini begitu cepat sehingga beberapa helikopter milik media massa Jepang, yang mengikuti terbang di atas kereta berwarna putih gading dengan garis merah ini, tak mampu mendahului. Hingga 1985, pihak JNR sudah menghabiskan biaya 30 milyar yen, atau sekitar Rp 326,7 milyar, untuk membangun pusat uji coba dan gerbong kereta api itu. Kereta pemecah rekor ini terdiri dari dua gerbong yang mempunyai panjang total 20 meter dengan berat 20 ton, dan berjalan di atas rel magnet berbentuk U. Prinsip kerjanya berdasarkan desain elektrodinamik yang menyajikan sistem untuk mendapatkan pengangkatan melalui interaksi magnetik, antara magnetik superkonduktif yang berada di kereta dan kumparan konduktif yang tersembunyi pada rel bentuk U. Sistem ini juga dilengkapi dengan alat pendingin yang menggunakan helium cair yang mampu mendinginkan magnet sampai suhu 4,2 derajat Kalvin, atau minus 268,8 Celsius, sehingga aliran akan tetap mengalir dalam magnet meski hubungan diputuskan. Ketika kereta meluncur di sepanjang kumparan rel, medan magnet yang kuat membangkitkan aliran pada kumparan stasioner. Aliran induksi menciptakan medan magnet dengan polaritas sama dengan aliran yang dihidupkan oleh magnet-magnet superkonduktif. Dengan demikian, terjadilah gaya tolakan pada magnet. Dan gaya itulah yang mampu mengangkat kereta api MLU-001 tersebut hingga 10 cm di atas rel. Guna memandu kereta -- supaya jaraknya tetap terjaga dengan dinding rel -- sistem ini juga dilengkapi dengan stator induksi linear pada setiap bagian rel yang berbentuk U itu. Sehingga, dengan posisi demikian, motor-motor itu dapat menolak atau menarik magnet kereta - bila terlalu dekat atau terlalu jauh dari dinding rel. Jika dibandingkan dengan kereta api biasa, kereta api dengan sistem LMC ini memiliki banyak keunggulan. Kereta api biasa konon hanya mampu mencapai kecepatan maksimum 300 km/ jam. Keterbatasan ini karena kereta api roda baja, yang meluncur diatas rel baja, selain menghadapi drag (helaan) aerodinamik yang dialami benda bergerak, juga menanggung gaya gesek antara roda dan rel. Setiap kecepatan ditingkatkan, rel akan menerima beban tinggi yang mempercepat kerusakan. Sebaliknya, kereta api sistem LMC mudah memperoleh kecepatan 400-500 km/jam. Bahkan kereta api ini tak menimbulkan masalah kebisingan dan getaran, karena terapung di atas rel magnet. Sukses uji coba pekan lalu itu menyebabkan para ahli teknik JNR menganggap kereta api dengan sistem LMC ini merupakan kereta api masa depan. Kini, JNR sudah menyiapkan adik tipe MLU-001 ini, MLU-002, yang akan rampung Maret tahun ini, dengan kecepatan maksimum 420 km/jam. Secara teknis, kata mereka, kereta api ini bisa dioperasikan dua tahun lagi. Gatot Triyanto, Laporan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini