Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Universitas Princeton, Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa perang nuklir kecil akan membunuh atau melukai lebih dari 90 juta orang hanya dalam beberapa jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesimpulan itu datang ketika mereka mensimulasikan pertukaran senjata nuklir taktis antara Amerika Serikat dan Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim proyek Ilmu Pengetahuan dan Keamanan Global Princeton pada 6 September 2019 merilis video simulasi. Dengan rudal kecil melengkung di atas peta benua dan ledakan menghapus kota dan negara saat jumlah manusia meningkat.
"Proyek ini dimotivasi oleh kebutuhan untuk menyoroti konsekuensi yang berpotensi bencana dari rencana perang nuklir AS dan Rusia saat ini," ujar tim Princeton, dikutip National Interest, Kamis, 3 Oktober 2019
Video menggarisbawahi apa yang dikatakan para ahli selama bertahun-tahun. Benar-benar tidak ada yang namanya perang nuklir kecil. Setiap penggunaan senjata atom pada masa perang akan menjadi bencana besar, bahkan mengakhiri peradaban.
Tim mengembangkan simulasi menggambarkan perang eskalasi yang masuk akal antara AS dan Rusia menggunakan postur, target, dan perkiraan kematian pasukan nuklir yang realistis. Diperkirakan akan ada lebih dari 90 juta orang tewas dan terluka dalam beberapa jam pertama konflik.
"Risiko perang nuklir meningkat secara dramatis dalam dua tahun terakhir ketika AS dan Rusia meninggalkan perjanjian kendali senjata nuklir yang sudah lama ada. Mulai mengembangkan jenis senjata nuklir baru dan memperluas situasi di mana mereka mungkin menggunakan senjata nuklir," tertulis dalam studi.
Simulasi Princeton sebagian bergantung pada NUKEMAP, simulator serangan atom online yang dikembangkan oleh sejarawan Alex Wellerstein.
"Kita hidup di dunia di mana masalah senjata nuklir ada di halaman depan surat kabar kita secara teratur. Namun kebanyakan orang masih memiliki perasaan buruk tentang apa yang sebenarnya dapat dilakukan oleh senjata nuklir," kata Wellerstein.
Sebagai bagian dari eskalasi strategis yang lebih luas antara kedua negara, AS di bawah Presiden Donald Trump bergerak untuk memperoleh senjata nuklir baru dengan hasil lebih kecil, serta mulai menulis doktrin untuk mempekerjakan mereka bahkan dalam kasus-kasus di mana ancamannya adalah non-nuklir.
NATIONAL INTEREST | COMMON DREAMS