Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Lampu Jalan Tenaga Alga

Mahasiswa Universitas Negeri Malang meneliti pemanfaatan mikroalga sebagai penyerap CO2 melalui pembuatan lampu jalan fotovoltaik. Inovasi biofotovoltaik untuk menghasilkan energi listrik dari proses fotosintesis.

4 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mahasiswa UNM membuat lampu jalan bertenaga alga.

  • Turut mencegah krisis iklim.

  • Bagaimana cara kerja lampu tenaga alga?

MENINGKATNYA konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan gas lain di atmosfer memicu efek rumah kaca dan mendorong krisis iklim. Prihatin atas persoalan tersebut, empat sekawan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, yang berhimpun dalam Tim Lucerna Algae meneliti pemanfaatan mikroalga sebagai penyerap CO2 melalui inovasi pembuatan lampu jalan fotovoltaik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim ini beranggotakan Fami Israyusnita dan Indri Febriani dari Program Studi Biologi, Nefertiti Riyan Putri Hasanah dari Program Studi Pendidikan Fisika, serta Facchur Rozy Dwi Septian dari Program Studi Teknik Elektro. Mereka dibimbing dosen Indra Kurniawan Saputra. Penelitian yang didanai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi itu berjudul "Inovasi Lampu Jalan Fotovoltaik Melalui Energi Bioelektrokimia Berbasis Microalgae Fuel Cell Spirulina sp.".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Lucerna Algae, Fami Israyusnita, mengatakan kandidat yang sangat menjanjikan sebagai solusi sumber energi baru dan terbarukan untuk masa depan adalah alga. Bahan bakunya di Indonesia sangat melimpah sehingga dapat dimanfaatkan, termasuk untuk mendukung upaya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperbanyak jumlah lampu penerangan jalan umum (PJU). "Kami berinovasi membuat lampu PJU menggunakan Spirulina sp.," katanya, Selasa, 31 Agustus lalu.

Fami menjelaskan, biofotovoltaik adalah teknologi berbasis penggunaan organisme fototrofik untuk menghasilkan energi listrik dari proses fotosintesis. Adapun Spirulina merupakan jenis alga biru-hijau yang tergolong mikroalga dan bisa optimal menyerap CO2. Untuk riset ini, Tim Lucerna Algae juga merujuk pada penerapan teknologi mikroalga untuk lampu jalan di Prancis yang dikembangkan Pierre Calleja bersama rekan kerjanya di perusahaan industri kimia Fermentalg.

Pembuatan prototipe Lucerna Algae, Fami melanjutkan, diawali dengan pembiakan Spirulina dalam wadah air tawar yang berisi beragam nutrisi. Proses dilanjutkan dengan pengadaan dan pembuatan komponen untuk lampu jalan yang meliputi pembuatan dua kotak panel dan tiang listrik, persiapan alat dan bahan untuk rangkaian microalgae fuel cell Spirulina sp., serta pengadaan komponen kelistrikan.

Alat dan komponen purwarupa itu mencakup tiang lampu jalan setinggi 2,66 meter, lampu light-emitting diode 30 watt, kabel tiang lampu, sangkar kotak panel, serta kotak panel berdimensi 20 x 30 x 40 sentimeter dan 50 x 20 x 90 sentimeter. Kotak panel pertama berisi baterai 30 ampere-jam 12 volt, sensor light dependent resistant, inverter DC 12 volt-AC 220 volt, miniature circuit breaker DC 440 volt DC 10 ampere, solar charge controller (SCC) 12/24 volt, dan komponen kabel.

Adapun kotak panel kedua berisi 42 botol model bola boling dengan tinggi tiap botol 20 sentimeter. Botol-botol itu dibagi dalam dua kelompok: 21 botol berisi anolit berupa kultur Spirulina 100 mililiter per botol (total 2,1 liter) dan 21 botol sisanya berisi katolit berupa larutan nutrisi Spirulina sebanyak 500 mililiter per botol (total 10,5 liter).

Kotak panel kedua juga berisi media penukar proton berupa 21 lempengan aluminium, 21 anoda berupa karbon, 21 katoda berbentuk lempengan aluminium, komponen kabel, dan perlengkapan aerator dengan 42 slang yang dihubungkan ke tiap botol.

Lucerna Algae memiliki serangkaian tahap kerja. Pertama, output dari 21 pasang microalgae fuel cell Spirulina sp. yang dirangkai secara seri dengan anolit dan katolit dikirim ke SCC. Kedua, output tegangan dari SCC dimasukkan ke baterai dan setelah itu ditransfer ke input inverter untuk mengubahnya dari tegangan DC (arus searah) menjadi AC (arus bolak-balik).

Output tegangan AC akan menuju relay yang berfungsi seperti saklar. Ketika mendapat cahaya, sensor menggerakkan relay untuk mati (off). "Dalam proses ini, lampu menyala ketika cahaya gelap dan lampu mati atau padam ketika cahaya terang," tutur Fami. Dari hasil pengujian, lampu buatan mereka bisa menyala 8-12 jam, tergantung daya lampu dan kapasitas baterai.

Microalgae fuel cell Spirulina sp. Tim Lucerna Algae sangat bergantung pada ketersediaan CO2 dan cahaya matahari. Makin terang cuaca, makin cepat pengisian daya baterai. Begitu pula sebaliknya. Fami mengatakan tingkat kemajuan riset timnya sudah mencapai 81 persen dan tim berencana segera mengurus paten sembari terus menyempurnakan inovasi ini. Ia berharap inovasi alat ini bisa diproduksi massal.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus