Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Pusat Pengelolaan Peluang dan Risiko Iklim Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik (CCROM-SEAP) IPB University I Putu Santikayasa mengatakan skema modifikasi cuaca, yang belakangan digunakan oleh pemerintah untuk memangkas curah hujan, tidak akan mengubah iklim secara permanen. "Teknik modifikasi cuaca hanya berdampak sesaat karena yang dimodifikasi adalah cuaca," kata Putu melalui keterangan tertulis pada Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di tengah perubahan iklim, operasi modifikasi cuaca (OMC) menjadi harapan baru dalam mitigasi bencana. Teknologi yang dikembangkan menjadi solusi untuk mengendalikan intensitas hujan, dalam rangka antisipasi bencana maupun optimalisasi sumber daya air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Putu yang juga merupakan dosen di Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University menyebut metode paling umum OMC adalah penyemaian awan alias cloud seeding. Garam dipakai untuk mempercepat proses kondensasi dalam awan agar hujan turun lebih cepat.
Manfaat kondensasi ini bervariasi tergantung kondisi. Pada musim kemarau, cloud seeding bisa mengggenjot curah hujan untuk membantu sektor pertanian dan pengelolaan sumber daya air. Sedangkan pada musim hujan, teknik serupa bisa mengalihkan hujan dari daerah rawan banjir ke lokasi yang lebih aman.
Metode rekayasa lain untuk cuaca adalah cloud breaking yang dapat menghambat kondensasi. Metode “pengkerdilan awan” ini mengikis jumlah uap air yang mengalami kondensasi.
Putu mengingatkan bahwa modifikasi cuaca tetap harus mempertimbangkan kondisi stabilitas dan status uap air di atmosfer. Penggunaan bahan tertentu seperti perak iodida (AgI) dalam cloud seeding, kata dia, masih menuai pro dan kontra terkait dampak lingkungan.
“Beberapa penelitian menyebutkan AgI berpotensi menghambat pertumbuhan organisme akuatik dan mengganggu siklus nutrisi di ekosistem air tawar,” tutur Putu.
Seiring perkembangan teknologi, berbagai inovasi lain juga berkembang untuk modifikasi cuaca. Para peneliti sedang mempelajari potensi metode laser untuk merangsang pembentukan awan, serta pemanfaatan drone untuk penyemaian awan.
Ada pula teknik flare yang gasnya dapat menaikkan kelembapan udara. Meski modifikasi cuaca tidak berdampak permanen, Putu menyebut harus ada perhatian menyangkut dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan. Apalagi OMC kerap dilakukan di lokasi yang sama dari waktu ke waktu.
"Salah satu pendekatan baru yang sedang dikembangkan adalah penggunaan bahan organik, sebagai alternatif garam, sehingga lebih ramah lingkungan," kata Putu.