Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISTANA MERDEKA bukanlah tempat yang aman bagi presiden. Biarpun puluhan pengawal setiap hari berjaga-jaga, berdiri mematung sampai kesemutan dan dengan senjata siap tembak, tetap saja segerombol-an musuh bisa masuk menyelinap bahkan bercokol di sana. Bangunan kukuh itu bisa roboh sewaktu-waktu.
Apakah akibat serangan teroris? Eit... bukan. Gerombolan musuh itu rayap superganas alias Coptotermis curvignathus yang menggerogoti kayu-kayu Istana. Menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, banyak bagian Istana yang lapuk dimakan rayap. Plafon di ruangan tempat menerima tamu sudah ambruk. ”Yang tersisa hanya rangka aluminiumnya,” kata Profesor Surjono Surjokusumo, ahli rayap dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diminta khusus menangani rayap Istana oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Gara-gara ”musuh dalam selimut” ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan ”diungsikan” ke Istana Negara atau Wisma Negara (baca boks Istana Kami, Istana Rayap).
Jauh dari Istana, doktor pengawetan kayu, Sulaeman Yusuf, hanya geleng-geleng kepala memandangi rumahnya di kompleks perumahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cisauk-, Serpong. Hanya dalam enam tahun rumah tipe 36 itu jadinya bak rumah hantu. Atap terasnya hampir roboh mencium bumi. Kayu tiang, reng, kasau, dan kuda-kuda atap keropos dan sete-ngah mati menahan beban di atasnya. Di bagian dalam, kusen jendela, pintu, dan plafon mengalami nasib yang sama.
Gundukan tanah berdiameter dan tinggi setengah meter menempel di sudut rumah. ”Ini sarang rayap tanah Macrotermes,” kata Sulaeman, pemilik rumah yang juga seorang peneliti rayap- dari LIPI. Menurut dia, kerusakan akibat rayap menimpa separuh dari 500 rumah di kompleks tersebut. Untunglah, Sulaeman beserta istri dan dua anaknya tidak tinggal di rumah itu.
Serangan rayap memang tak pandang bulu. Kalau dulu rayap cuma menyerang rumah di dekat perkebunan, kini gerilya- ra-yap telah menyerang ke gedung perkantoran, hotel, apartemen megah se-per-ti Plaza Gajah Mada, Apartemen Se-manggi, dan Taman Rasuna Said. ”Lebih dari 50 persen gedung bertingkat di Jakarta kini telah terserang rayap-,’’ kata Surjono.
Serangan yang merontokkan rumah dan bangunan di kota-kota besar itulah yang mengilhami Sulaeman mene-liti metode baru pembasmian rayap. Saat ini ada dua metode, yaitu pengendalian sebelum pembangunan dan sesudah pembangunan.
Pekerjaan pada metode pertama meliputi penyemprotan bahan kimia pada galian fondasi, permukaan lantai, tanah sebelum pengecoran, dan seluruh permukaan kayu-kayu sebelum dipasang pada konstruksi plafon dan atap.
Sedangkan pada metode kedua mencakup penyuntikan bahan kimia pembasmi rayap ke dalam tanah (lihat infografik).
Namun, metode itu masih banyak yang memakai bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Beberapa jenis racun dapat memicu kanker bagi manusia, membunuh hewan yang tidak menjadi target, dan menimbulkan resistensi rayap.
Ada cara lain, yakni dengan memasang umpan untuk rayap, yakni berupa sekotak kertas tisu yang telah dilumuri heksaflumuran. Umpan itu ditempatkan pada titik-titik tempat rayap biasa melenggang. ”Rayap pekerja akan membawa umpan beracun itu ke sarangnya untuk dibagi dibagi-bagi sehingga teman-temannya mati semua,” kata Yudi Rismayadi, anggota tim pemburu rayap di Istana Merdeka. Hanya cara ini perlu waktu 2–3 bulan.
Karena itu, para peneliti rayap di seluruh dunia mulai mencari cara alternatif yang ramah lingkungan. Di Jepang dan Amerika Serikat mereka mulai memakai jamur Beauveria bassiana dan Metarhyzium anisoplae untuk membunuh rayap.
Terinspirasi oleh kesuksesan metode jamur di Jepang dan Amerika, sejak 2004 peneliti berusia 48 tahun itu mulai mengisolasi 17 jenis jamur yang diambil dari sekitar kompleks LIPI, Cibinong. Setelah LIPI meloloskan proposal penelitiannya masuk ke dalam program penelitian kompetitif, Sulaeman mulai melakukan pengujian. Sekitar 50 ekor rayap yang ditangkap diberi umpan- makanan kertas saring atau disemprot air yang telah diinokulasi dengan jamur. Jangan bayangkan jamur ini seper-ti jamur kuping atau merang yang biasa dimakan. Ini jamur mikro, seperti yang biasa tumbuh di makanan yang sudah kedaluwarsa.
Selanjutnya, kelompok rayap yang telah terinfeksi jamur dipindahkan ke kelompok lain yang tidak terinfeksi-. Dalam satu hingga empat hari, kelompok rayap yang terinfeksi jamur akan mati. Karena sifatnya yang kanibal, rayap- yang masih hidup yang tidak- makan jamur kemudian memangsa bangkai rayap tersebut. Akibatnya, rayap- sehat pun ikut terinfeksi jamur dan akhirnya mati.
Dari pengujian itu ia menemukan ada tujuh jenis jamur, yaitu Metarhizium sp, Beauveria sp, Acremonium sp, Fusarium A sp, Fusarium B sp, Fusarium C sp, dan X-1 (belum diketahui namanya) yang memiliki daya bunuh tinggi. ”Sekitar 80 sampai 100 persen rayap mati,” tuturnya.
Dari dua metode yang diuji, yakni umpan berjamur dan rayap yang di-semprot jamur, ternyata metode semprot lebih- efektif membunuh gerilyawan rayap ini. Jika metode pengumpanan butuh 14 hari untuk membunuh semua rayap, metode semprot hanya butuh 10 hari. Diduga jamur yang disemprotkan langsung menyebar melalui kulit ke jaringan saraf.
Untuk aplikasinya secara komersial, menurut Sulaeman, rayap akan dijebak terlebih dulu dengan memberi umpan kertas atau kayu, lalu diberi makan atau disemprot dengan jamur. Setelah itu rayap yang sudah terinfeksi akan dilepas kembali ke koloninya untuk menulari seluruh geng rayap.
Ia menuturkan, penelitian yang sudah memasuki tahun kedua ini belum selesai-. Masih ada pertanyaan: bagaimana cara jamur membunuh rayap dan sebera-pa efektif kerja jamur ini membunuh koloni rayap lingkungan yang sebenarnya, bukan di laboratorium.
Namun, belum kesampaian cita-cita itu, ada kabar kelabu bagi Sulaeman: penelitian rayapnya ini ada kemungkin-an tidak akan dilanjutkan LIPI pada tahun depan. Tapi ia bertekad, apa pun hambatannya ia akan menyelesaikan produk jamur antirayap ini. Bukan cuma untuk menyelamatkan rumahnya- yang nyaris roboh, tapi juga jutaan rumah lainnya, mungkin juga Istana Merdeka.
Efri Ritonga, Deffan Purnama (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo