Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau Sebut Jumlah Perokok Terus Meningkat

Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah.

6 Desember 2023 | 05.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau merespons tak kunjung disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan pada Kamis, 22 November 2023. Jaringan menduga ada intervensi industri yang bertujuan untuk melemahkan bahkan mengundur proses pengesahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) Tahun 2022, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa. Sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaringan menyatakan, ada peningkatan prevalensi rokok elektronik pada tahun 2011 sebesar 0,3%. Angka ini naik 10 kali lipat pada tahun 2021 meningkat menjadi 3%. Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah sehingga target penurunan prevalensi perokok anak dari tidak tercapai bahkan meningkat. 

Bappenas memprediksi di akhir masa periode pemerintah Presiden Jokowi pada tahun 2024 juga tidak akan ada penurunan prevalensi perokok anak. 

Pemerhati perlindungan anak, Lisda Sundari, dari Yayasan Lentera Anak yang menjadi pembicara dalam pernyataan sikap itu mengatakan PP Kesehatan ini menjadi harapan dari 80 juta anak Indonesia untuk pemenuhan hak atas kesehatan tertinggi yang dijamin UUD 1945.

"PP ini memastikan agar rokok tidak dijual kepada anak, agar anak-anak tidak menjadi sasaran iklan, promosi dan sponsor rokok, agar anak-anak terlindungi dari paparan asap rokok yang membahayakan hidup dan kesehatan mereka," kata dia.

Karena itu, kata dia, Kementerian Kesehatan jangan ragu. Ia minta Kementerian Kesehatan tetap komitmen memperjuangkan kesehatan anak-anak Indonesia.

Pembicara lain, Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melindungi konsumen dari bahaya zat adiktif.

Jika merujuk pada UU Perlindungan Konsumen, kata dia, konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang maupun jasa. 

Maka, kata dia, pemerintah belum cukup memberikan sosialisasi bahaya konsumsi rokok. "Padahal, megahnya iklan promosi yang mengglorifikasi rokok sungguh ingar bingar," kata dia.

Tulus juga bertanya mengapa hingga saat ini PP itu belum disahkan. Ia menduga ada upaya intevensi untuk memundurkan pengesahan PP kesehatan ini dan upaya negosiasi untuk melemahkan substansi pasal zat adiktif dalam PP Kesehatan.

"Indonesia juara dunia dalam hal merokok. Konsumsi zat adiktif di Indonesia sangat memperihatinkan dan mengancam kesehatan serta ekonomi masyarakat," ungkap dia.

Apalagi, tambahnya, mayoritas perokok adalah dari kalangan keluarga prasejahtera. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit akibat rokok, dan hilangnya produktivitas akibat penyakit dan kematian dini juga memperlambat laju roda ekonomi. Sehingga, kata dia, beban negara akibat rokok lima kali lipat cukai rokok. 

Nina Samidi, Manajer Program Komisi Nasional Pengendalian Tembakau menambahkan, PP Kesehatan harusnya bisa mengakomodir permasalahan kesehatan masyarakat akibat konsumsi zat adiktif. Sehingga, kata dia, perlu aturan yang ketat soal larangan iklan promosi dan sponsor, pengaturan rokok elektronik, perluasan peringatan kesehatan bergambar, serta kawasan tanpa rokok.

Menurut Nina, pembuat kebijakan dan masyarakat perlu terus mengingat bahwa meskipun rokok adalah produk legal, tetapi jelas bukan produk normal untuk dikonsumsi. "Sebab, dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan dan ekonomi keluarga, terutama dari kalangan keluarga pra-sejahtera amatlah buruk," kata dia.

Jaringan Pegiat Pengendalian Tembakau beranggotan setidaknya dua belas organisasi. Di sana ada  Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Indonesia Institute for Social Development (IISD), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Komnas Pengendalian Tembakau, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).

Ada pula Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Rumah Mediasi Indonesia, Raya Indonesia, Tobacco Control Support Center (TCSC), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, dan Udayana Central.

Jaringan ini menagih janji pemimpin negara untuk menunjukkan keperpihakkannya pada masyarakat, menciptakan sistem dan peraturan yang membuat rakyat lebih sehat. Mereka minta pemerintah harus segera merampungkan dan mengesahkan aturan PP Kesehatan yang kuat. Sehingga derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat terwujud dan masyarakat terbebas dari bahaya asap rokok. 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Sunudyantoro

Sunudyantoro

Wartawan Tempo tinggal di Trenggalek

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus