SEPERANGKAT peralatan raksasa dan "misterius" kini sedang dirancang untuk ditanam dl daerah terpencll tertentu di bagian barat Amerika Serikat. Menurut desainnya, pesawat berbentuk L itu terdiri dari dua tabung laser, masing-masing sepanjang 4.8 km, dengan harga sekitar Rp 58 milyar. Pekerjaan persiapan dipimpin oleh Dr. Ronald W.P. Drever dari Institut Teknologi California, (CIT, dan Dr. Rainer Weiss dari Institul Teknologi Massachusetts (MIT). Biaya proyek diharapkan akan dipikul oleh National Science Foundation, AS. Bila pemasangan pesawat ini rampung, para fisikawan di seluruh penjuru dunia mencatat sebuah langkah maju dalam usaha mati-matian melacak "pesan-pesan" kosmis yang demikian rumitnya, yang memaksa mereka bergulat dengan teknologi - ukuran paling mutakhir. Jawabannya juga akan memecahkan salah satu konsep paling menarik Albert Einstein, yang sampai sekarang masih merupakan teka-teki. Masalah ini, yang menggantung sejak dua dasawarsa terakhir, adalah mengenai gelombang-gelombang gravitasional, distorsi geometri waktu dan ruang, yang mendesir melintasi alam semesta dalam kecepatan cahaya. Gelombang-gelombang itu, menurut Einstein, seharusnya dipancarkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di medan-medan gravitasional lokal. Kesulitannya, gelombang gravitasional yang cukup kuat untuk dideteksi di bumi haruslah berasal dari peristiwa yang sungguh-sungguh kolosal. Misalnya, peledakan bintang raksasa yang sedang collapse, yang dalam istilah lain dimamakan "supernova". Baru-baru ini, para fisikawan Italia di tempat-tempat terpisah di Roma dan dekat Jenewa mendeteksi bukti-bukti gelombang gravitasional itu. Peralatan detektor mereka, yang terdiri dari silinder-silinder aluminium raksasa, mencatat goyangan-goyangan berdering, yang biasanya ditimbulkan oleh gelombang gravitasional. Lebih daripada itu, silinder-silinder tadi bahkan terguncang secara simultan, seolah-olah ada truk melintas di dekatnya. Silinder-silinder aluminium itu sengaja dirancang untuk meneruskan getaran yang mungkin diterimanya seribu kali per detik dari gelombng yang ditimbulkan bintang yang sedang collapse. Sebelum menjadi stabil, bintang yang sedang collapse itu melenting seketika, dan membuat seribu kali goyangan per detik, dari bentuk seperti football (lonjong) sampai bentuk seperti pancake (bulat datar). Soalnya menjadi rumit, karena goyangan-goyangan gravitasional itu mencapai bumi, menurut perkiraan, kurang dari lebar sebutir nukleus atom (dua persejuta dari sepermilyar inci). Kesimpulan ini saja sudah merupakan tantangan tersendiri bagi para fisikawan dan teknologi-ukuran. Sampai sekarang, detektor paling peka yang sedang beroperasi adalah silinder aluminium seberat lima ton yang terdapat di Universitas Stanford, California. Pesawat ini terdiri dari batangan sepanjang tiga meter, dengan garis tengah satu meter. Pesawat ini mampu mencatat gelombang-gelombang sebutir bintang yang collapse, di mana saja di dalam bimasakti kita. Sayangnya supernovam didalamm bimasakti kita diperkirakan hanya terjadi beberapa kali dalam seabad. Dengan kata lain, pesawat-pesawat detektor ini akan lebih banyak menganggur. Tambahan pula, gejala alam tertentu, bahkan getaran antardetektor di tempat yang berbeda bisa menimbulkan pesan-pesan palsu, yang tak jarang mengacaukan. Karena itu, para perancang detektor kini berpaling pada penggunaan sinar laser, seperti yang sedang didesain di CIT dan MIT. Peralatan laser yang sedang dikembangkan ini diharapkan mampu mencatat supernova di mana saja di sekitar seribu bimasakti, dengan kecepatan 70 juta tahun cahaya! Dengan kemampuan yang sangat ekstrem ini, pesawat tersebut diperkirakan sanggup melacak sebuah supernova setiap bulan. Kini, di samping detektor Universitas Stanford yang paling peka itu, sebetulnya terdapat sejumlah detektor lain yang juga sedang beroperasi. Misalnya di Universitas Louisiana, Universitas Rochester, dan di Universitas Tokyo. Semuanya menggunakan batangan alummium. Di Universitas Moskow, Uni Soviet, anak-anak Andropov menggunakan batangan safir yang didinginkan untuk melacak gelombang gravitasional itu. Di Universitas Australia Barat, mereka menggunakan niobium - sejenis logam. Niobium dan safir memang menghasilkan gaung (resonansi) yang lebih panjang ketimbang alummium. Tapi, kedua bahan itu lebih sulit dibuat. Detektor dalam bentuk antena laser juga digunakan melacak gelombang gravitasional. Misalnya di Universitas Glasgow di Skotlandia, dan di Lembaga Max Planck di Garching, Jerman Barat. Lalu, apa tujuan semua usaha yang riuh rendah ini? Menurut Dr. Drever, "untuk membukakan sebuah jendela baru ke alam semesta." Tapi, ia sendiri mengaku, "kita belum tahu apa yang bakal bisa kita lihat melalui jendela itu." Yang diperkirakan hampir pasti, melalui jendela itu bakal terbuka era baru yang sama sekali baru di dunia astronomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini