Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SISA-sisa kayu gergajian para perajin mebel dan pertukangan biasanya dibuang. Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada berhasil meramu sampah itu menjadi bubuk karbon komposit untuk membersihkan limbah merkuri. Riset ini dikembangkan oleh M. Rifqi Al-Ghifari dan Bagas Ikhsan dari Departemen Kimia, Charlis Ongkho dari Teknik Fisika, serta M. Ilham Romadhon dari Departemen Akuntansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Produk karbon aktif biasanya lebih dikenal sebagai penjernih air. Hasil rekayasa sampah kayu kini memiliki nilai tambah lain sebagai pembersih merkuri. "Bahan yang kami buat mengandung magnet," kata Rifqi, ketua tim peneliti, Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merkuri masih kerap dipakai sebagian penambang untuk "mengikat" emas di beberapa lokasi pertambangan kecil di Indonesia. Limbah merkuri dari proses pengolahan bijih emas di pertambangan bisa ikut mengalir mencemari perairan di sekitarnya. Merkuri merupakan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Manusia yang terpapar merkuri bisa menderita kelumpuhan saraf, cacat bawaan, dan sakit kronis.
Air yang tercemar limbah merkuri bisa dibersihkan setelah dicampur dengan serbuk karbon komposit bermagnet. Tim mengambil sampel air dari limbah penambangan emas di Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta. Ternyata serbuk karbon ini bisa membersihkan air yang terkontaminasi merkuri dengan kadar hingga 9 bagian per sejuta bagian (part per million/ppm) dalam derajat keasaman (pH) 5. Waktu yang dibutuhkan untuk pembersihan sekitar 90 menit.
Penelitian yang dilakukan sejak Oktober 2017 itu menghabiskan dana sekitar Rp 4 juta dari kocek pribadi tim. Berkat riset ini, mereka menjuarai lomba Business Plan Competition FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UGM 2017. Mereka juga mengikuti sejumlah kompetisi inovasi, antara lain PGN (Perusahaan Gas Negara) Innovation Camp, PGN Innovation Competition, Economic Fair UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) Salatiga, dan Kalijaga Research and Innovation.
Menurut Bagas, serbuk karbon aktif ini bisa dipakai ulang. Setelah selesai digunakan, serbuk bisa ditarik lagi menggunakan magnet untuk dipanaskan kembali. "Karbon aktif bisa digunakan hingga empat kali," tuturnya.
Serbuk karbon aktif bisa menjadi alternatif dengan harga lebih murah ketimbang bahan pengikat limbah merkuri yang sudah beredar di pasar. Harga pembersih merkuri impor yang tidak mengandung magnet mencapai Rp 50 ribu per kilogram. Dengan memproduksi dalam jumlah besar, harga serbuk karbon aktif ini berkisar Rp 20 ribu per kilogram. "Untuk hak paten, masih kami usulkan untuk diproses," kata Bagas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo