Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menguapnya Kisah Sumadi Seng

Polisi belum mengusut transaksi mencurigakan triliunan rupiah seorang pengusaha. Reformasi kepabeanan terhambat.

6 Mei 2018 | 00.00 WIB

Menguapnya Kisah Sumadi Seng
Perbesar
Menguapnya Kisah Sumadi Seng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MANDEKNYA pengusutan aliran dana mencurigakan dari pengusaha Sumadi Seng ke penegak hukum dan pegawai Bea dan Cukai amat disesalkan. Kepolisian seharusnya mengungkap lalu lintas dana triliunan rupiah yang berpusar pada pengusaha ekspor-impor itu sejak beberapa tahun lalu. Terbengkalainya kasus ini menyebabkan upaya membersihkan Bea dan Cukai dari pegawai yang nakal pun terhambat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Jejak keterlibatan Sumadi sebetulnya sudah tercium saat mencuat kasus suap dan pencucian uang bekas Kepala Subdirektorat Ekspor Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, pada 2013. Kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atas nama anak buah Sumadi pun disebut-sebut kerap dipakai oleh Heru. Tapi, hingga Heru diadili dan divonis enam setengah tahun penjara, peran pengusaha itu menguap begitu saja. Hanya aliran duit dari importir Yusran Arief senilai Rp 11,4 miliar yang dijadikan bukti untuk menjebloskan Heru ke penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Belakangan, makin terkuak peran Sumadi Seng yang diduga amat besar dalam permainan tak sedap di pelabuhan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan aliran dana mencapai Rp 1,5 triliun di salah satu akun bank Sumadi sepanjang 2003-2014. Sebagian dana bermuara ke banyak rekening pegawai kepabeanan hingga penyidik Kepolisian RI.

Kalaupun tak sempat menggunakan jejak aliran dana Sumadi untuk memperkuat bukti kasus Heru, polisi semestinya tetap melanjutkan pengusutan. Aliran dana jumbo yang mencurigakan itu justru merupakan modal untuk membongkar tuntas jaringan eksportir dan importir penyuap pegawai Bea-Cukai. Yusran terang-benderang bukan satu-satunya penyetor fulus. Heru pun tak sendirian menikmati suap.

Para penyidik Polri seharusnya bersikap profesional. Mereka semestinya menelusuri secara serius sekalipun aliran duit itu sebagian bermuara ke koleganya. Sikap penyidik ini membuat borok di kepolisian tak terkuak. Yang terjadi justru sebaliknya. Sejumlah perwira menengah kepolisian mendapat promosi kendati nama mereka tercetak tebal sebagai penerima dana dari Sumadi Seng. Di antara mereka kini ada yang menjabat kepala kepolisian resor di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Ada juga yang menduduki posisi penting di Direktorat Reserse Kriminal Umum.

Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya turun tangan untuk mengambil alih kasus Sumadi Seng yang telah lama mangkrak. KPK memiliki wewenang penuh mengusut korupsi yang melibatkan penegak hukum dan penyelenggara negara. Apalagi fenomena di kepolisian juga terjadi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Belasan kolega Heru Sulastyono yang kecipratan aliran dana itu kini mengisi sejumlah pos strategis di kantor pusat dan daerah. Sembilan nama pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terendus menerima duit dari orang dekat Sumadi pun masih memiliki karier yang nyaman.

Kasus aliran dana Sumadi dan sejumlah perkara lain di Bea dan Cukai yang mandek menyebabkan reformasi instansi ini seakan-akan berjalan di tempat. Menteri Keuangan Sri Mulyani seharusnya menyadari bahwa upaya membenahi instansi Bea dan Cukai serta pajak belum menyentuh akar persoalan. Masih banyak pegawai dan pejabat nakal yang menduduki posisi penting di birokrasi. Sri Mulyani harus mendesak penegak hukum serius mengusut suap ini, selain mengevaluasi lagi pengawasan internal birokrasi.

Jika semua upaya itu tetap gagal, jangan-jangan cara Presiden Soeharto pada 1985 perlu ditiru: mencabut fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan merumahkan semua pegawainya, lalu mengalihkan pengelolaan kepabeanan ke swasta.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus