KABEL telepon kini bukan sekadar saluran penghantar percakapan, faksimile, atau data komputer. Di Virginia, Amerika Serikat, kabel telepon mulai dimanfaatkan untuk mengirim paket acara hiburan visual. Pemilik telepon bisa pesan film yang disukainya dari agen penjual jasa video kabel. Dalam sekejap, film pesanannya sudah tertayang di televisi atau monitor komputernya yang disambung dengan kabel telepon. Jasa penjualan video kabel ini masih dalam masa uji coba. Rencananya, jasa hiburan lewat telepon itu akan dipasarkan di enam negara bagian di AS mulai musim panas 1993. Penyelenggaranya adalah Bell Atlantic Corp., sebuah perusahaan jasa telekomunikasi yang bermarkas di Philadelphia, Amerika Serikat. Bell mengklaim sebagai penjual jasa video kabel pertama di dunia. Boleh jadi jasa hiburan ini akan menggelinding sebagai bisnis raksasa. Masyarakat Amerika tampaknya terkenal doyan menyantap hiburan layar kaca. Volume bisnis penyewaan kaset video saja mencapai US$ 8 milyar (Rp 16 trilyun) setahun. Dan bisnis hiburan TV kabel mampu mengeruk Rp 50 trilyun. Bell berharap bisa "mencuri" sebagian dari bisnis hiburan itu lewat video kabelnya. Dalam soal variasi menu yang dijual, video kabel ini sangat berbeda dari TV kabel. Pada TV kabel, semua pemirsa mendapat sajian sama. Sedangkan pada video kabel, menu diserahkan pada pilihan pemirsa. Tentu, film yang disajikan sesuai dengan koleksi si agen penyewanya. TV kabel memang punya kelebihan, bisa merangkul pemirsa dalam jumlah yang lebih besar. Distribusi siarannya tak terbatas, tinggal sambung kabel dan sajian pun mengalir. Sedangkan penjualan video kabel dibatasi oleh jumlah saluran yang ada di setiap agen. Sebab agen video kabel ini juga merangkap sentral distributor sambungan telepon Bell Atlantic. Dari segi teknis, hal yang membedakan antara kedua jenis sajian visual itu adalah kabel yang menghantarkannya ke pemirsa. Pada TV kabel, siaran dipancarkan dalam bentuk gelombang frekuensi sangat tinggi, dan ditangkap oleh antena, lalu didistribusikan dengan kabel coaxial, kabel berbentuk silindris dengan satu kawat di tengah dan kawat kecil-kecil mengelilinginya. Lain dengan video telepon yang mengirim paket gambarnya lewat kabel telepon biasa, twisted pair, berbentuk kawat-kawat tembaga berlapis plastik yang saling melilit. Justru kemampuan memakai twisted pair itu membuat video kabel ini dianggap istimewa. Selama uji coba oleh Bell Atlantic, kabel sederhana ini bisa menyalurkan 25-30 frame per detik, hingga kualitas gambarnya tak kalah dengan gambar video yang diputar langsung di layar TV. Bahwa kabel tembaga bisa ditumpangi gambar, itu bukan hal baru. Teknologi telepon video (videophone) dilayani oleh kawat tembaga jenis twisted pair itu. Videophone generasi terbaru buatan AT&T Amerika, misalnya, mampu menyajikan 5-6 frame per detik di layar video telepon yang gambarnya masih patah-patah. Dalam teknologi video kabel itu tiba-tiba saja kabel tembaga ini mampu mengalirkan 25-30 frame per detik. "Ini memang luar biasa," ujar Ketua Pusat Perencanaan dan Pengembangan Teknologi PT Telkom Suryatin Setiawan. Ia menduga Bell Atlantic melakukan pemadatan (kompresi) terhadap sinyal elektronik dari video itu, sehingga mampu melewati celah sempit di kabel telepon. Ahli telekomunikasi Fakultas Teknik UI, Arman Djohan, setuju pendapat itu. Kabel tembaga, menurut Arman Djohan, punya rentangan frekuensi 3.000-4.000 Hertz. Pada kondisi itu, katanya, kabel itu bisa menyalurkan sinyal dalam bentuk digital paling besar 2 juta bit per detik. Namun kebutuhan sinyal untuk menghadirkan gambar sekualitas video sangat besar, sedikitnya 10 juta bit. Dalam uji coba, Bell menggunakan alat semacam terminal untuk mengirim sinyal video itu dengan kapasitas 1 juta bit per detik. Jumlah itu tentu kurang memadai. Maka harus dilakukan kompresi, pemadatan. Gambar tak harus dikirim frame per frame. Dengan begitu jumlah sinyal yang harus diangkut bisa ditekan. Cara lainnya dilakukan coding, elemen yang sama disatukan dan diberi kode penggandaannya. Rekayasa pemadatan sinyal itu menuntut agar sesampai di tujuan, paket sinyal diurai kembali, sebelum dihadirkan di layar TV. Untuk itu pelanggan video kabel harus memiliki decoder untuk mengolah sinyal elektronik sebelum masuk televisi. Kendati Bell telah menggunakan terminal penguat sinyal, kemampuan pengiriman gambar video toh masih terbatas. Bell merekomendasikan, bahwa pelanggan video kabel hanya rumah-rumah yang berada dalam radius 3,5 mil, sekitar 5,6 km, dari kantor distributor telepon Bell. Karena keterbatasan itu, video kabel ini dikritik sebagai bisnis tanggung. "Kalau pun sajiannya bagus, hanya 25% pemilik telepon yang bisa menikmatinya," kata Richard R. Green, tokoh televisi kabel di Philadelphia. Sebab, kata Green, 75% pelanggan telepon tinggal di luar radius 5,6 km itu. Green juga meragukan kualitas menu sajian video kabel. "Bagaimana mungkin bisa mengalahkan TV kabel. Video kabel tak bisa menyajikan acara-acara menarik secara hidup," ujarnya. Untuk menambal kekurangan itu Bell kabarnya sudah menyiapkan film-film cerita dengan masa putar yang pendek, seperti resensi film, kartun, pariwisata, flora fauna, info tentang bank. Setiap paket panjangnya sekitar 20 menit. Agaknya Bell tahu, makin panjang film diputar, makin besar pula pemirsa harus membayar pulsa. Putut Trihusodo dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini