DALAM bahasa Cina, kata "Mao" diucapkan dengan nada menanjak
dapat berarti "rambut", "tombak", sejenis serangga, atau selusin
barang lain. Namun begitu itu sudah dituliskan ke kertas,
seorang Cina langsung bisa mengetahui bahwa simbol yang
menyerupai huruf "J" yang tertarik ke belakang dengan satu
goresan di kepalanya dan 2 goresan menembus batangnya berarti
"Mao", atau "rambut". Itulah juga nama keluarga Ketua Partai
Komunis Tiongkok (PKT).
Dengan tulisan Cina, memang tidak akan ada kesalahfahaman
tentang arti Mao yang dimaksud si penulis. Namun problimnya
timbul kembali, karena kini Ketua Mao sendiri menghendaki
penghapusan tulisan tradisionil itu dan kepingin sekedar menulis
namanya itu dengan tulisan Latin. Begitu pula kata lainnya,
pokoknya, seluruh bahasa Cina. Hal itu tidak disetujui oleh
orang-orang Cina di Taiwan, yang mengatakan bahwa itu "tidak
bisa" dan tidak boleh" dilakukan. Mereka juga telah menentang
cara para cendekiawan Mao menyederhanakan tulisan Cina di sana
-- kadang-kadang dengan mengurangi secara drastis jumlah goresan
yang harus dibuat.
Mao Ze-dong
Kebetulan saja, masalah peng-Latinan tulisan Cina itu telah
dibahas secara mendalam baik oleh koran resmi Peking Ren Min Ri
Bao. (Harian Rakyat) dan majalah Tsungho yang terbit di Taiwan.
Begitu dikemukakan oleh wartawan AP yang ahli Cina, Phil Brown.
Menurut majalah Tsungho itu, tanggal 1 September 1975 -- sebulan
sebelum ulang tahun ke-26 proklamasi, RRT -- telah ditetapkan
oleh Peking sebagai tanggal permulaan pergantian penulisan
nama-nama Cina dalam naskah-naskah bahasa asing. Namun sampai
sekarang perubahan itu belum dilakukan mengingat sulitnya
merubah tradisi yang sudah lama mapan itu. Perubahan itu membawa
akibat misalnya, bahwa Peking harus ditulis Beijing dan Mao
Tse-tung menjadi Mao Ze-dong. Mengapa begitu?
Ada 3 sistim ejaan bahasa resmi Tiongkok (RRT), yang didasarkan
pada logat Peking. Berdasarkan sistim Wade-Giles, yang sekarang
lazim dipakai dalam penulisan nama-nama orang dan tempat di
Tiongkok, simbol yang melambangkan kata "kejam" harus ditulis
(dalam tulisan Latin) "hsiung" Sedang berdasarkan sistim
Universitas Yale, yang paling dekat dengan cara pengucapan
orangorang Amerika, simbol itu ditulis syung, dan berdasarkan
sistim di Daratan Tiongkok tulisannya xiong. Nah, berdasarkan
sistim Yale itulah nama Ketua Mao seharusnya ditulis
"MaoDze-dung".
36 Makna
Tapi terlepas dari sistim tulisan manapun yang digunakan,
mencoba menulis istilah-istilah Cina dalam huruf Latin selalu
terbentur pada kenyataan bahwa bahasa Cina kaya dengan selusin
kata-kata yang bunyinya persis sama. Ini disebabkan karena
setiap simbol (kata) dalam tulisan Cina bunyinya satu silabel
saja. Kalau situasi ini membingungkan buat kata "Mao" yang
diucapkan dengan nada menanjak, lebih repot lagi buat kata hsih
yang diucapkan dengan nada menurun. Menurut kamus Hsin hua, ada
36 arti untuk kata ini, mulai dari kata "berada" (is) sampai
yang bermakna "melihat". Orang-orang Cina Daratan telah menarik
manfaat dari kenyataan itu untuk menggantikan beberapa kata yang
mudah ditulis dengan kata lain yang bunyinya sama yang sulit
ditulis.
Untuk mendorong ekspansi sistim ini, Harian Rakyat menyebutkan
bahwa pemerintah RRT akan mengurangi jumlah kata yang perlu
dimiliki percetakan-percetakan dalam stoknya dan jumlah kata
(simbol, atau gambar) yang harus dipelajari oleh rakyat untuk
menulis dan membaca. Dengan syarat bahwa arus dihindari
substitusi gambar yang dapat menimbulkan kebingungan. Keuntungan
sistim ini, tulis harian itu lebih lanjut, ialah bahwa ia dapat
melicinkan jalan ke arah hahasa tulisan Cina yang mewakili bunyi
dan bukan ide. Sehingga banting setir ke tulisan Latin akan
lebih mudah. Koran itu mengakui bahwa kalangan terdidik di
Tiongkok meslentang sistim itu, sehingga perlu propaganda yang
meluas. Satu kesulitan pokok yang disebutkan oleh koran itu
adalah kenyataan bahwa tidak semua orang Cina menggunakan bahasa
resmi Kuo-Yi (Mandarin) kendati semua orang Cina menggunakan
bahasa tulisan yang sama. Itu sebabnya sebelum bahasa nasional
itu dimengerti dan dipakai oleh semua orang Cina, setiap bentuk
tulisan yang mewakili bunyi dan bukan ide akan gagal di tengah
jalan.
Di samping alasan-alasan praktis, ada juga alasan politis
mengapa Peking bernafsu sekali merubah ejaan lama di sana. Ada
7000 sampai 8000 kata (gambar Cina yang lazim dipakai, tapi
jumlah sebanyak itu sulit dibaca, sulit diingat, dan sulit
ditulis. Dengan kepingin mempertahankan tulisan lama itu klas
borjuis mau mempertahankan anjuran antara mereka yang melakukan
pekerjaan otak dan mereka yang melakukan pekerjaan tangan, kata
Haffan Rakyat. Akibatnya, para pekerja dijadikan kelas yang
diperintah, bukan yang memerintah. Padahal doktrin Komunis
menghendaki kaum buruh ini menjadi klas yang memerintah.
Sebaliknya, para cerdik-pandai di Taiwan menuduh usaha itu
merupakan usaha kaum Komunis merusak kebudayaan dan sejarah
Tiongkok, sama seperti negara-negara penjajah yang berusaha
menghancurkan negeri yang dijajahnya. "Memaksa mereka yang sudah
mahir menulis tulisan Cina mempelajari ejaan baru itu tanpa
menjadi golongan butahuruf baru merupakan satu usaha raksasa
yang banyak makan waktu", kata Wang Hsueh-wen dari Pusat
Pengkajian Hubungan Internasional, Universitas Cheng-chiih.
Jadi, masih bingunglah orang-orang Tionghoa di daratan Tiongkok,
fikiran mana yang harus diturut ....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini