Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Membangun surga baru di Taman Mini

Pusat peragaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dibangun di kompleks tmii. digelarkan 400 obyek peragaan, mewakili semua wahana ilmu2 dasar serta terapannya karya-karya seni didasari bid. keilmuan.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMPERAGAKAN ilmu dan teknologi ternyata tak murah. Ini tampak pada proyek Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie: Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PPIPT). "Untuk gedungnya saja dibutuhkan dana Rp 40 milyar, sedangkan isinya perlu 300 juta franc (sekitar Rp 82,5 milyar)," ujar Brigitte Coutant, juru bicara Cite des Sciences et de I'Industrie dari Prancis, yang menyelesaikan studi kelayakan proyek itu, dua pekan silam. Menurut rencana, gedung PPIPT alias Science Centre, yang megah, berlantai tiga seluas 40.000 m2 itu, akan dibangun di depan Taman Burung TMII, tahun depan. Di dalamnya akan digelar 400 obyek peragaan, mewakili semua wahana ilmu-ilmu dasar serta terapannya, disertai karya-karya seni yang didasari bidang-bidang keilmuan itu. "Laporannya saya sampaikan sendiri kepada Bapak Presiden. Juga kepada Ibu Tien, sebagai pencetus gagasan," ujar Habibie. Soal dana agaknya tak terlalu memusingkan Habibie. Kabarnya, pemerintah Prancis sudah menyediakan dana franc-nya, hanya belum jelas apakah dana itu akan berasal dari kredit atau bantuan. Untuk itu, sampai minggu depan Habibie akan di sana guna mendapat kejelaan. Soal rupiahnya, Habibie merasa optimistis akan mampu menggaet dana dari APBN. Alasannya, konsumsi minyak dunia terus naik 1% per tahun. "Keadaan akan membaik, sehingga proyek ini bisa terlaksana," ujarnya meyakinkan. Untuk siapa proyek itu ditujukan ? "Mereka yang masih di rentang usia 7-20 tahun," demikian tertulis dalam naskah rencana pembangunannya. Di PPIPT itu, mereka akan memahami bagaimana iptek digali, serta perannya bagi masyarakat di masa kini dan mendatang. "Sehingga mereka akan termotivasi untuk mengambil peran sebagai ilmuwan atau insinyur," ujar Kusmaryono, Ketua Panitia Kerja proyek itu. Untuk itu, arena peragaan canggih ini akan dibagi dalam tiga kelompok. Yang pertama, pengenalan terhadap ilmu-ilmu dasar, meliputi fisika, kimia, dan biologi. Yang kedua, aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti industri penerbangan. Kelompok terakhir mengenai prospek teknologi masa depan. "Semua akan disajikan secara gamblang, agar bisa ditangkap oleh awam," ujar Kusmaryono. Misalnya, nanti dengan alat peraga yang tersedia, seorang anak akan mampu menjelaskan secara ilmlah bagaimana pesawat terbang bisa mengangkasa. Lebih jauh lagi, di sana pengunjung juga bisa mencoba berinovasi. Alat-alat peraga yang tersedia bebas disentuh. Dengan berbekal ilmu fisika, umpamanya, siapa pun bisa bereksperimen dengan simulasi gelombang air, yang diprogram dalam komputer canggih. Karena itu, Kusmaryono menolak kalau proyek itu disamakan dengan museum. Agar tak ketinggalan, pergelarannya pun dibuat trendy. Ada pameran tetap yang peraganya diubah setiap 3--5 tahun, disesuaikan dengan tema dan perkembangan iptek. Sedangkan yang tidak tetap, peraganya bisa diganti setiap saat, tergantung munculnya hal baru yang mencengangkan dalam iptek. Contohnya, kalau tiba-tiba hidrogen bisa menggeser premium sebagai bahan bakar mobil. Rumit memang. Sehingga, panitia kerja yang dibentuk sembilan tahun silam itu harus berkeliling ke mancanegara, melakukan studi perbandingan dengan hampir semua pusat peragaan serupa d seluruh dunia. "Indonesia sudah ketinggalan. Bahkan Singapura dan Muangthai sudah memiliki science centre sejak 10 tahun silam," ujar Kusmaryono. Yang terbesar adalah Exploratorium, di San Francisco. Pusat ini didirikan pada 1969 oleh seorang ahli ilmu fisika kondang, Frank Oppenheimer. Di sana tak hanya digelar alat-alat peraga, melamkan Juga disediakan kelas-kelas khusus bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu pengetahuan, termasuk bahasa komputer grafik dan program eksplorasi alam. Di kompleks seluas 86 ribu kaki persegi itu juga terdapat ruang konser musik, tempat para musikus tak hanya bermain, tetapi juga mendemonstrasikan instrumen ciptaannya. Jangan berharap akan mendapat pelayanan istimewa atau pedoman wisata di gedung itu. "Cari sendiri yang Anda butuhkan," itulah satu-satunya petunjuk yang disediakan. Tujuannya, agar pengunjung dapat ikut merasakan pengorbanan para ilmuwan dalam melahirkan ciptaan-ciptaannya. Bagi Habibie, surga ilmu semacam itu juga harus terwujud di Indonesia. Pada pendapatnya, dana yang dikeluarkan tak ada artinya bila dilihat manfaatnya dalam langka panjang. "Sekarang tinggal kemauan politik," kata Kusmaryono. Membangkitkan minat generasi muda pada teknologi lewat PPIPT dianggap pcrlu, sementara LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) mengalami kesulitan menggenjot minat bibit ilmuwan, karena makin menciutnya anggaran. Berbagai kegiatannya di bidang lomba karya ilmiah, Scienct Club, terpaksa dijarangkan. Maklum, dana yang tersedia per tahun kini hanya berkisar Rp 15--20 juta. "Yang terjangkau paling seribu sampai dua ribu remaja," ujar Dr. Didin Sastrapradja, Wakil Ketua LIPI. Science Centre jelas bermanfaat. Masalahnya, perlukah surga itu dibangun sekarang. "Kalau saya harus memilih, sekarang ini lebih baik membangun pusat ilmu pengetahuan di universitas-universitas," ujar Dr. Seno Sastroamidjojo, Kepala Pusat Penelitian Tenaga Matahari di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Betapa tidak, di UGM baru dua fakultas yang memiliki pusat iptek sendiri, I'akultas Biologi dan Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam. Sementara itu, keadaan di universitas lainnya juga tak lebih baik. Kekhawatirannya, "Kalau proyek PPIPT itu hanya mementingkan ritual of science. " Praginanto, Laporan Ahmed K.S., Agus Sigit, (Biro Jakarta), Aries Margono (Biro Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus