Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Awas obat aspal

13 jenis obat produksi pt medista karya farma yang beredar di jawa tengah dilarang beredar. takaran bahan aktif obat tersebut dimanipulasi. izin pt tersebut dicabut. di ja-teng juga beredar obat palsu.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OBAT biasanya digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Semua orang tahu hal itu. Tapi bahwa obat bisa menjadi racun, dan bahkan mengebalkan benih penyakit, agaknya tidak semua orang tahu. Hal itu bisa terjadi bukan hanya karena efek samping obat - ini sesuatu yang bisa terjadi - juga misalnya, karena kandungan bahan dalam obat itu tak sesuai dengan takaran. "Kalau lebih, bisa jadi racun: kalau kurang, juga berbahaya," ujar Drs. Soenardi, Kepala Bidang Pengendalian Farmasi dan Makanan Kanwil Depkes, Jawa Tengah. Dan Soenardi membuktikan ada sejumlah obat di wilayahnya yang tidak memiliki takaran tepat. Maka, belum lama ini diambil tindakan terhadap sejumlah obat yang diproduksi PT Medista Karya Farma (MKF) Jakarta. Tiga belas jenis, dari 40 macam obat yang diproduksinya, diperintahkan untuk ditarik dari pasaran Jawa Tengah. Alasannya: kandungan bahan aktif pada obat-obat itu jauh di bawah angka yang tertera pada labelnya. "Kalau dalam satu bulan tidak bersih dari peredaran, izin industri farmasinya akan dicabut," ujar dr. Nardho Gunawan, M.P.H., Kepala Kanwil Depkes Ja-Teng, menegaskan sikap departemennya. Tindakan ini, menurut Nardho Gunawan, bukan kebijaksanaan yang asal-asalan. Pengujian atas sampel yang dipetik dan pasaran menunjukkan bahwa PT MKF terbukti berbuat curang. Kandungan bahan aktif dari ke-13 jenis obat yang diproduksi perusahaan itu ternvata hanya berkisar antara 25% dan 60% dari angka yang tertera dalam label. Tablet vitamin C, yang dijanjikan memuat 25 mg vit. C per butir, hanya berisi sekitar 8 mg. Obat turun panas dan pusing Parasetamol dan Medicolgen, bahan aktifnya kurang dari separuh angka yang dijanjikan. Lalu antibiotik ringan Trisulfa dan SG (Sulfa Guanidin), masing-masing, juga berisi separuh dari angka yang tertera pada label. Kecurangan inilah yang membuat Depkes kesal. "Kalau penyimpangannya hanya 10%, tak perlu diberi sanksi keras, tapi lebih dari itu berarti kesengajaan. Tentu, harus dikenakan sanksi," ujar Drs. Slamet Susilo, Direktur Pengawasan Obat, Ditjen POM Departemen Kesehatan. Maka, Maret lalu, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Midian Sirait mencabut izin PT MKF. Kini, semua jenis obat yang diproduksi perusahaan itu ditarik nomor registernya. Perusahaan itu dianggap tak mampu mengontrol kualitas produknya. Tak pelak lagi, sanksi bisa membuat MKI ambruk. Kantornya, yang menyatu dengan pabrik, di kawasan Kota, Jakarta Barat, kini sepi. Tak ada kegiatan produksi. Diduga, kecurangan itu sengaja dilakukan untuk menekan biaya produksi, guna menolong keuangan perusahaan yang terguncang. ManaJemen baru yang dlbentuk, setelah kasus itu terbongkar, hingga kini belum mampu berbuat banyak. Kecurangan seperti dilakukan oleh PT MK memamg tak akan bisa berlangsung lama. Sebab, Balai-Balai POM senantiasa memeriksa semua obat yang ada di pasaran. Ada jenis yang diperiksa setahun sekali, atau sekali dua tahun. "Tergantung performance perusahaannya. Kalau bagus, ya, sekali dua tahun," kata Slamet Susilo. Demi menghindari kesalahan, Ditjen POM sebetulnya telah mengeluarkan pedoman. Isinya menyangkut standardisasi dan pengendalian mutu. Dalam pembakuan kualitas itu, ada ketentuan mengenai standar yang diinginkan untuk setiap jenis obat. Lalu, dalam pengendalian mutu, ada pedoman tahap produksi. Setiap tahap produksi, menurut ketentuan itu, harus disertai dokumen. Jadi, harus ada catatan jumlah dan jenis bahan yang digunakan pada setiap tahap. Kalau terjadi kesalahan, dari catatan itu bisa dengan mudah dilacak di mana ketidakberesannya. Selain memeriksa mutu obat yang beredar di pasar, Balai POM sebetulnya berkewajiban, secara rutin, memeriksa proses pengendalian mutu pada setiap pabrik obat dan makanan. Tapi, entah mengapa, MKE yang berumur dua tahun itu belum pernah mengalami pemeriksaan rutin. Kalau kemudian Depkes menjatuhkan sanksi berat, itu wajar sekali. Sebab, pengurangan takaran, seperti halnya pada antibiotik Trisulfa, sungguh merupakan tindakan yang mengundang bahaya. Dosis yang kurang pada antibiotik justru akan mengebalkan kuman. Kekebalan itu, tentu, bisa menjadi problem besar. Apalagi kalau kuman itu gampang menular, atau mampu beradaptasi dengan pelbagai kondisi lingkungan. Ini sama saja artinya dengan upaya melahirkan galur kuman baru yang lebih berbahaya. Di samping kemasukan obat yan tak bermutu, rupanya Jawa Tengah juga kebanjiranobat palsu. Maka, Nardho Gunawan mengisyaratkan agar semua aparat di wilayahnya meningkatkan kewaspadaan. Ia punya alasan untuk memberikan aba-aba siaga. Di Surakarta, misalnya, beberapa waktu lalu ditemukan obat reumatik palsu. Reumacyl, nama obat itu, muncul dengan penampilan yang mencurigakan. Tempelan dua lapis obat itu kurang rapi. Tak ada nomor register. Lalu, garis merah melintang yang ada pada alminim foil, pembungkusnya, tidak tampak. Logo Bode dalam garis elips, pada kantung tablet, absen pula. Komposisi obat Reumacyl aspal ini juga diracik secara ngawur. Sebagian besar hanya memuat bahan aktif 5%-10%. Tapi tak jarang, tablet itu tak berisi apa-apa. Obat-obat semacam ini telah telanjur beredar tanpa diketahui jumlahnya. Tentu, konsumen yang dirugikan. Pedoman Ditjen POM, yang diadopsi dari ketentuan WHO, kadangkala dianggap angin, betapapun dilengkapi sanksi keras. Kurang pengawasan? Putut Tri Husodo, LapranSyahril Chili (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus