Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mencegah pipa bocor, tangki meledak

Konstruksi instalasi minyak & cairan lainnya diperiksa dengan cara non-destructive testing. tugas surveyor meneliti kesempurnaan las-lasan pada sambungan pipa, dan memeriksa lapisan pelindung karat. (tek)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG ibu yang bermaksud buang air di Kali Progo, Yogyakarta, tiba-tiba terkejut. Ada jilatan api yang berdansa di permukaan sungai. Ada apa? Ternyata sentir (lampu minyak)nya yang terbalik dan jatuh ke sungai, kontan mebakar minyak yang sudah menggenang tipis-tipis di permukaan air. Anehnya, dari mana asal minyak tanah bercampur bensin itu? Selidik punya selidik, ternyata sambungan pipa minyak Cilacap-Yogya yang melintasi Kali Progo ada yang bocor, sehingga minyak yang sebenarnya tidak boleh mengembara ke mana-mana jadi merembes menembus tebing sungai, dan mengapung di atas air. Kejadian itu cukup mengejutkan masyarakat di tepi Kali Progo akhir 1974, takut kejadian itu terulang lagi. Namun Pertamina yang punya pipa itu buru-buru memanggil lagi kontraktornya, maskapai Jepang NKK untuk memperbaiki sambungan las-lasan itu. Dan sampai sekarang belum tersiar lagi berita dari Yogya, bahwa pipa itu bocor lagi sehingga orang terpaksa mandi air sungai bercampur minyak. Insiden kecil itu -- yang tidak sampai merenggut korban jiwa -- menunjukkan betapa vitalnya hasil karya tukang las yang mengerjakan sambungan pipa minyak itu. Bukan hanya pipa, tapi masih banyak lagi sambungan bagian dalam instalasi minyak dan cairan lain kini sangat tergantung pada karya tukang patri instalasi-instalasi raksasa itu. Seperti ketel PLTU Tanjung Priok, yang pernah bocor 4 tahun yang lalu, menyebabkan pembangkit listrik berbulan-bulan impoten pada saat PLTA Jatiluhur juga lagi kering dan tidal mampu menerangi rumah dan pabrik-pabrik di Jakarta. Kebakaran besar di Semarang beberapa tahun yang lalu antara lain juga disebabkan karena bocoruya pipa minyak di tengah kota berpenduduk 650 ribu jiwa itu, yang sempat menelan sejumlah korban jiwa dan harta jutaan rupiah. Itu sebabnya, sektor industri ini baik yang ditangani oleh PUTL maupun Pertamina sudah lama mengandalkan keamanan konstruksi insalasinya pada tukang inspeksi yang dibayar tinggi dengan teknologi yang paling mutakhir. Bukan Tengkorak Tantangan yang dihadapi para surveyor ini memang unik. Mereka harus memeriksa sambungan pelat dan pipa-pipa sebesar belalai gajah itu, tanpa merusaknya. Non-destructive testing, begitulah istilah kerennya. Menurut satu maskapai yang cukup banyak makan garam di bidang itu, Sucofindo, ada 5 macam "pemeriksaan tanpa merusak" itu. Yang pertama -- dan inilah cara baru yang sedang populer sekarang pemeriksaan yang mirip pemotretan dengan sinar Roentgen di rumah-rumah sakit. Namanya juga X-ray inspecting. Sambungan pipa dan pelat baja yang harus mampu menahan tekanan dan suhu tinggi itu "dipotret" sepotong demi sepotong, kemudian filmnya dicuci dan hasilnya memang seperti foto Roentgen. Hanya bedanya di sini yang dipertontonkan bukan tulang-tulang rusuk atau tengkorak yang retak, melainkan sambungan las-lasan yang diperbesar beberapa kali. Mata yang terlatih dengan petunjuk dari buku kemudian menganalisa potret-potret itu, untuk memutuskan mana bagian yang sudah "oke" dan mana yang harus diulangi. Dalam kamera sinar-X itu, digunakan lapisan Titanium yang kalau ditembaki elektron-elektron akan memantulkan cahaya yang tidak tertangkap mata, bisa menembus barang-barang padat dan dapat bereaksi dengan pemmukaan negatif film yang peka-cahaya. Prinsipnya sederhana, bukan ? Cara kedua, sedikit lebih berbahaya sebab di situ digunakan bahan radioaktif seperti Iridium 192, yang punya waktu rontok 144 hari (half life time = 72 hari). Yang digunakan untuk "memotret" sambungan las-lasan adalah sinar gamma-nya, dengan prinsip mirip pemotretan dengan sinar-X. Karena cara ini lebih berbahaya, medan yang mau diperiksa harus benar-benar dibersihkan dari semua oknum yang tidak berkepentingan. Sedang isotop sebesar isi potlot yang dipakai, terbungkus rapi dalam selubung baja tahan karat, dan tidak boleh tersentuh langsung ke tubuh surveyornya. Bahkan berhadap-hadapan langsung dengan sumber sinar gamma itu pun tidak boleh, karena akibatnya bisa berbahaya bagi kesehatan. Selama ini di sektor jasa-jasa ini telah dua orang surveyor yang jadi korban. Yakni seorang karyawan maskapai Adivet ketika memeriksa instalasi proyek LNG Arun di Aceh, dan seorang karyawan Lekomeras di Badak, Kal-Tim. Korban yang di Arun menderita ionisasi butir-butir darah merah (haemoglobine)nya dan tangannya luluh karena memegang isotop yang radiasinya masih berkekuatan 100 Curie. Sedang korban di Badak hanya kena radiasi 40 Curie karena berusaha memasang kembali isotop yang copot dari selubungnya, di bawah air. Jadi agak terlindung juga dari radiasi, meski tidak sempurna. Mengingat besarnya bahaya bagi karyawan yang langsung menangani barang itu maupun orang-orang lain yang kemungkinan berada di sekitar sana, tidak semua perusahaan jasa-jasa boleh bermain dengan bahan radio-aktif itu, melainkan hanya mereka yang sudah punya izin dari Dirjen BATAN. Dan sementara ini, baru Sucofindo itulah yang punya izin BATAN. Kendati hal itu tidak menutup kemungkinan banyaknya surveyor asing yang berbasis di Singapura, tapi juga beroperasi di sini tanpa izin instansi pemegang wewenang pernukliran itu. Pribumi, Bukan Asing? Selain cara-cara yang rada serem itu, masih ada 3 cara testing yang tidak begitu besar risikonya. Yakni pemeriksaan dengan pantulan gelombang suara berfrekwensi tinggi (ultrasonic testing), pemeriksaan dengan pusaran-pusaran besi berani (eddy-currert & magnetic particle testing), dan pemeriksaan dengan perembesan semacam cat (dye penetrant method). Dalam ketiga cara itu bukan hasil pemotretan yang dianalisa, tapi karakteristik "sidik" pantulan suara, perembesan garis-garis kutub magnetis, dan perembesan cat tersebut. Sidik-sidik itulah yang dipelajari untuk menentukan bcsar-kecilnya cacad dalam sambungan las-lasan itu, untuk dilaporkan pada pemilik proyek bouwheer). Dari laporan itu, pemilik proyek juga dapat membanding-bandingkan hasil karya setiap tukang las -- serta perusahaan yang mengontraknya. Menurut Pengamatan TEMPO, Pengelasan dalam proyek penyulingan minyak Pertamina di Cilaeap misalnya, jauh lebih baik mutunya ketimbang pengelasan pada proyek PLTU di Semarang. Meskipun di kedua proyek itu yang bekerja adalah tukang-tukang las pribumi, bukan orang asing. Hanya bedanya, kontraktor proyek Cilacap asiny (Fluor Eastern Inc.) yang berani menggaji tukang lasnya 5 sampai 10 dollar sejam (sekitar Rp 2000 - Rp 4000/jam) sedang kontraktor PLTU Semarang (PT Bisma-Boma-Indra) hanya menggaji tukang-tukang yang sangat vital pekerjaannya itu Rp 1000 sehari. Plus pengawas, yang kurang ketat. Walhasil, meskipun semula diperhitungkan ongkos pembangunan proyek PLTU Semarang itu relatif lebih ringan dari pada proyek Cilacap, banyaknya las-lasan yang harus diulangi di Semarang menyebabkan total jenderal ongkosnya jadi mahal juga. Masih ada satu jenis pekerjaan perusahaan surveying, yang termasuk non-destructive testing itu. Yakni pemeriksaan lapisan pelindung pipa bawah laut (cathodic protection testing). Supaya tidak berkarat dan kemudian bolong, pipa-pipa bawah laut seperti yang terhampar di lepas pantai Cilacap itu harus dilapisi satu jenis logam tertentu. Tebal-tipisnya lapisan itu ditentukan oleh perbedaan potensial antara pipa dan tanah (dasar laut), yang harus minimal 0,25 Volt. Lebih dari itu, kemungkinan lebih besar bahwa pipa itu akan dimakan karat, bocor dan minyak merembes ke muka laut dengan segala akibat-akibat jelek bagi manusia dan ikan. Makanya, untuk memeriksa sambungan pipa (yang dilas di atas muka laut) dan lapisan pelindungnya itu, para surveyor harus bisa menyelam lengkap dengan Voltmeternya, mengetes tebalnya lapisan pelindung itu. Satu pekerjaan rutin bagi surveyor, sebab di bawah laut siapa yang dapat menduga?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus