Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) saat musim hujan menjadi perhatian utama Kementerian Kesehatan. Salah satu upaya pencegahan yang mulai diterapkan adalah teknologi nyamuk ber-wolbachia, yang terbukti mampu menekan penyebaran virus dengue.
Ahli Entomologi IPB University Upik Kesumawati Hadi menyebut teknologi nyamuk ber-Wolbachia sudah dimanfaatkan di Australia, Vietnam, Brazil, Kolombia, Honduras, El Salvador, dan Singapura untuk menurunkan kasus demam berdarah dengue.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Indonesia, kisah sukses pemanfaatan teknologi tersebut telah dilaporkan dari Yogyakarta. Hasilnya dapat menurunkan 77 persen kasus demam dengue dan menurunkan potensi rawat inap hingga 86 persen pada tahun 2022,” kata Upik melalui keterangan tertulis, Selasa, 11 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University ini menjelaskan, teknologi nyamuk ber-wolbachia juga telah direkomendasikan oleh Vector Control Advisory Group (VCAG) WHO pada tahun 2023 sebagai satu di antara metode dalam menangani kasus demam berdarah dengue.
“Sebagai pilot project, saat ini pemerintah kita telah menetapkan lima kota di Indonesia, yaitu Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan Kupang (NTT), untuk menerapkan teknologi penyebaran nyamuk ber-wolbachia," kata Upik. "Bagaimana hasilnya tentunya kita tunggu paling tidak dalam satu sampai dua tahun ke depan.”
Upik menjelaskan bahwa wolbachia dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti dapat memblok replikasi (perkembangbiakan) virus dengue. Bakteri wolbachia bekerja dengan cara mengambil sumber makanan untuk perkembangan virus dengue sehingga virus tersebut kesulitan untuk berkembang biak.
“Akibatnya, nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue. Proses inilah yang kemudian dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai teknologi alternatif untuk mengurangi kemampuan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor penular virus dengue,” ujar Upik.
Namun Upik menambahkan, hasil dari penyebaran nyamuk wolbachia baru akan dirasakan paling tidak 1-2 tahun setelah pelepasan nyamuk tersebut dilakukan. Sebab, secara alami nyamuk ber-wolbachia akan bereproduksi sampai akhirnya seluruh populasi mencapai 100 persen ber-wolbachia.
“Tetap saja upaya yang utama untuk pencegahan dan pengendalian virus dengue, yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, agar siklus hidup nyamuk Ae. aegypti terputus,” kata Upik.
Upik menambahkan, sebenarnya sudah ada program pemerintah untuk mengurangi demam berdarah, yaitu Gerakan 3M plus. Programnya berupa menguras, menutup, dan mendaur ulang sampah. Plusnya adalah upaya perlindungan diri (personal protection) untuk mencegah gigitan nyamuk yang dilakukan oleh masing-masing individu. “Gerakan 3M plus sebenarnya sangat efektif, murah, dan mudah dilakukan. Masalahnya orang enggan melakukannya,” ucapnya.
Upik melanjutkan, ada juga Gerakan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J), tetapi bernasib sama dengan 3M plus. Jadi tidak heran kalau sepanjang tahun selalu terjadi kasus demam dengue dan pada musim hujan terjadi lonjakan kasus.