DARI kulit dan kepala udang, Syarif Bastaman, peneliti pada Balai Besar Litbang Industri Hasil Pertanian Bogor, bisa menuai kristal chitin dan chitosan. Keduanya merupakan bahan polimer yang jamak dijumpai pada kulit binatang dari kerabat Crustacea itu. Ternyata, chitin dan chitosan itu bisa untuk menuai gumpalan protein dari limbah air pindang. Riset pemanfaatan chitin dan chitosan itu dilakukan Bastaman dan Arlius. Dalam penelitian ini, Bastaman bertindak sebagai pembimbing Arlius, yang sedang merampungkan studi S-2-nya di IPB. Secara teoretis, Bastaman yakin bahwa chitin dan chitosan bisa dipakai untuk mengikat protein, dan ia juga tahu bahwa limbah pembuatan ikan pindang melimpah-ruah serta kaya protein. Setiap tahun, menurut Bastaman, ada sekitar 60.000 ton limbah pindang. "Kandungan protein pada limbah itu sekitar 13%," tambahnya. Untuk mengikat protein pada limbah pindang itu, dalam studi Arlius, kristal chitosan dimasukkan ke dalam air limbah tersebut, lalu diputar dengan alat sentrifugal pada kecepatan 200 rpm (putaran per menit). Hasilnya, 40-66% protein dalam air limbah itu bisa diendapkan. Hasil tertinggi diperoleh pada pH 6 dan masa putaran sentrifugal 10 menit. Angka 66% itu jauh lebih baik dibandingkan pengendapan protein dengan cara konvensional, yakni dengan pemberian asam asetat sampai derajat keasaman campuran tersebut naik hingga pH 4,5. Tapi dengan asam asetat itu protein yang diendapkan paling banyak hanya 30% dari jumlah yang ada. Tak hanya itu kelebihan pengendapan dengan chitosan. Mutu protein hasil endapannya pun tak mengecewakan. Tak percaya? Bastaman menunjuk kandungan asam amino, protein esensial yang diperoleh dari limbah itu. "Asam aminonya tak kalah dengan tongkol segar," kata Bastaman. Pada tongkol segar, kandungan amino methionin dan lysin masing-masing 2,8 dan 7,2 gram per 100 gram daging. Sedangkan pada 100 gram protein hasil "perasan" limbah pindang itu ada methionin dan lysin 2,5 dan 8,5 gram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini