Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inilah mobil yang berambisi menyiasati takdir. Jika saja teknologi pengamanan mobil bikinan perusahaan otomotif asal Jerman, Bosch, ini sudah keluar beberapa bulan lalu, barangkali pelawak Taufik Savalas masih sehat bugar sekarang. Setidaknya, ”mobil ekstra-aman” rancangan Bosch itu bisa mengurangi tingkat kerusakan kecelakaan.
Tragedi kecelakaan Taufik di Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sudah terjadi awal Juli lalu. ”Siasat” Bosch pun baru benar-benar direalisasi tiga tahun mendatang—sebagian rancangannya akan dipamerkan di Tokyo Motor Show pada Oktober nanti.
Dalam International Automotive Press Briefing di Jerman, akhir Juni lalu, Wakil Presiden Eksekutif Bosch, Rainer Kallenbach, mengatakan, mereka tengah mendesain ”mobil sensitif”. Mobil ini mempunyai kombinasi alat sensor dan sistem elektronik yang bisa membaca kemungkinan benturan yang bakal dialami. ”Mobil itu bisa mendeteksi lingkungan sekelilingnya,” ujar Kallenbach.
Ibarat tubuh, kendaraan itu bermata dan berindra peraba. Matanya: kamera. Indra perabanya: sensor ultrasonik dan radar. Keunggulan inilah yang dinanti sejumlah pabrikan mobil. Direktur Komunikasi Produk dan Teknologi BMW Automobile, Michaela Müller, mengatakan bahwa pihaknya tengah menunggu detail teknologi yang dikembangkan Bosch. ”Kami percaya mereka memang ahlinya,” ujar Michaela melalui surat elektronik kepada Tempo pekan lalu.
Mobil peka itu memiliki sensor ultrasonik yang bisa menjangkau radius empat meter dari tempatnya. Kamera video ditempatkan di bagian depan dan belakang mobil. Kamera ini bisa menangkap gambar dengan jarak sekitar 80 meter. Juga, mampu menangkap rambu lalu lintas lebih jelas meski terhalang kabut. Kondisi lingkungan pada jarak 200 meter dapat dilihat melalui radar.
Sinar inframerah dengan jangkauan hingga 150 meter juga akan melengkapi mobil ini. Sinar ini mampu membedakan makhluk hidup dengan benda lain seperti batu yang berserakan di jalan. Teknologi inframerah atau night vision yang mendeteksi panas sudah diadopsi Mercedes, BMW, dan Cadillac seri terbaru. Sinarnya tidak terlihat oleh mata dan tak akan menyilaukan pengemudi lain yang berlawanan arah. Kamera video pun bisa menangkap citra inframerah.
Semua sensor itu terhubung dalam chip semikonduktor. Kelak chip itu akan menginterpretasikan pencitraan dari alat sensor melalui layar monitor. Hasilnya berupa data visual yang mudah dibaca. Peringatan juga bisa muncul dalam bentuk suara. Dari hasil interpretasi, chip akan mengendalikan sistem keamanan lain seperti rem, pengaturan kecepatan, atau membelokkan setir. Jadi, tidak lagi mengandalkan naluri serta refleks pengemudi. Pengemudi bisa mengidentifikasi bahaya melalui monitor sehingga bisa bereaksi lebih cepat.
Bosch sudah mengembangkan sistem pengaman mobil sejak 1995. Komisi Eropa sudah menetapkan standar pengamanan mobil, misalnya teknologi Electronic Stability Program (ESP). Fungsi ESP adalah membantu mengendalikan mobil saat menikung supaya tidak terjadi slip atau over steer. ESP memonitor cengkeraman roda, putaran setir, dan pengereman. Saat ban belakang cenderung slip keluar dari jalan normal, ESP segera mengoreksi dengan mengerem ban depan bagian luar.
Tahun lalu, Bosch meluncurkan Adaptive Cruise Control (ACC) yang mengendalikan kecepatan dan mengatur parkir. Sensor ACC membuat mobil tetap menjaga jarak aman dengan kendaraan di depannya, dan mampu memberi peringatan kemungkinan menubruk mobil yang ada di depan. Pabrikan mobil yang sudah mengadopsi predictive collision warning ini adalah Audi Q7.
Setelah semua sistem dan perangkat sensor terpasang, mobil bisa berkomunikasi dengan mobil lain. Dengan syarat, mobil lain harus punya perlengkapan yang sama. Komunikasi mobil ke mobil ini berjalan melalui jaringan nirkabel dan dengan bantuan antena Global Positioning Satellite (GPS). Antena ini akan menangkap posisi, kecepatan, dan arah dari mobil terdekat. Teknologi ini dikembangkan oleh konsorsium General Motors, Audi, BMW, Fiat, Honda, Renault, dan perusahaan suku cadang.
Teknologi ini amat terasa manfaatnya ketika berada di pertigaan T. Mobil akan ”bercakap-cakap” dulu dengan mobil lain sebelum memutuskan berhenti atau memperlambat laju secara otomatis. Mereka bisa membaca data yang terkirim melalui jaringan nirkabel, sekalipun dalam keadaan gelap atau berkabut. ”Kami berharap teknologi ini bisa terpakai di semua jenis mobil,” kata Bruno Praunsmandel, Manajer Teknik Grup General Motors Eropa.
Semua jenis pengamanan itu tentu bertujuan mengurangi jumlah kecelakaan. Peter Knoll, Direktur Bosch Bidang Driver Assistance and Information, mengatakan bahwa perangkat sensor itu bisa menurunkan angka kecelakaan hingga 35 persen.
Selama ini kecelakaan lalu lintas adalah penyebab kematian terbesar selain penyakit jantung dan kanker. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh utama kaum muda berusia 10 hingga 24 tahun: menewaskan 400 ribu pemuda setiap tahun. Komisi Eropa mencatat kerugian akibat kecelakaan di Eropa mencapai 160 miliar pound sterling (sekitar Rp 3 biliun).
Data kecelakaan di Indonesia juga tak kalah heboh. Dua orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh negeri. Jumlah korban meninggal akibat kecelakaan sepanjang 2006 mencapai 15.762 orang. Di Jakarta saja dalam pekan pertama Agustus, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jakarta mencatat 39 kecelakaan dengan korban meninggal enam orang dan luka-luka 40 orang.
Munculnya teknologi pengaman membawa serta risiko baru: konsumen harus membayar lebih tinggi. Knoll menyatakan kecenderungan pembeli mobil di Eropa yang rela membayar lebih besar demi fungsi kenyamanan, tapi tak mau mengeluarkan dana lebih buat perlengkapan keamanan. ”Amat sedikit orang yang mau membayar buat hal yang dikiranya tak akan terjadi,” kata Knoll, ”Padahal, perlengkapan ini bisa memberikan keamanan dan sekaligus kenyamanan.”
Faktor kenyamanan itu pulalah yang menjadi pilihan Ferry Andreas Juwono. Dia penggagas Mercedes Boxer Club Indonesia Cabang Bandung. Menurut Ferry, fitur pengamanan sering kali menyulitkan pemakainya, misalnya airbag yang bisa sewaktu-waktu pecah atau mengembang tidak pada waktunya. Dia menegaskan, faktor kecelakaan amat tergantung pada siapa di balik kemudi. ”Kalau nyetirnya sembarangan, tetap saja bisa celaka,” ujar Ferry. Walau begitu, harus diakui faktor keamanan kian menjadi pertimbangan utama saat konsumen membeli mobil.
Yandi M.R.
Komunikasi dari mobil ke mobil:
- Mobil mengirimkan dan menerima sinyal melalui GPS dari mobil terdekat.
- Sinyal dikonversi menjadi data seperti lokasi mobil, arah, atau kecepatan sehingga pengemudi bisa bereaksi lebih cepat.
- Data juga masuk ke dalam sistem sehingga bisa terhubung ke alat pengaman lain seperti setir otomatis, rem, atau gas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo