Jepang akan menyajikan mobil-mobil cerdas seperti "Kit" dalam film Knight Rider. Pengemudipun bisa tidur sementara mobilnya berjalan sendiri ke tujuan. SUATU hari kelak, SIM bagi pengemudi mobil tak diperlukan lagi. Bahkan, sopir pun tak dibutuhkan. Mobil bisa berlari, berkelak-kelok, tanpa pengemudi, bak mobil sport milik tokoh fiktif di film seri Knight Rider yang kini masih diputar di RCTI. Program komputer dan sejumlah sensor akan mengambil alih peran pengemudi. Mungkin sekian ratus ribu sopir akan menganggur, itu soal lain. Yang jelas, konsep tentang mobil, terutama di Jepang, sedang mengalami perubahan drastis. Mobil tak hanya dirancang agar tampak manis canggih, bermesin bandel, dan sanggup meluncur kencang di jalanan. Lebih dari itu, mobil-mobil mulai dirancang agar benar-benar mengabdi total dan mengenakkan majikannya. Dalam mobil-mobil canggih itu akan dipasang perangkat komputer kecil, tapi berkapasitas besar. Ia mampu merekam semua peta jalan, bahkan gang-gang di kota, termasuk tanjakan, turunan, tikungan, dan berbagai rambu lalu lintas. Dalam penggunaannya, pemakai tinggal memasukkan data tentang tempat dituju. Sesudah itu, dia bisa membaca koran, mempelajari laporan keuangan perusahaannya atau tidur-tidur ayam, dan mobil akan meluncur dari garasi ke tempat tujuan dengan selamat. Mimpi itu sekarang memang belum menjadi kenyataan kendati para industriwan mobil Jepang sudah mulai bekerja ekstra keras melakukan riset, merancang mobil cerdas masa datang. Untuk mewujudkan impian itu pula, belakangan industriwan mobil Jepang ramai-ramai menggandeng tangan rekannya dari bidang elektronika. Perkakas elektronik pun mulai dirancang dengan berbagai macam bentuk dan fungsinya. Itu semua dipersiapkan untuk menciptakan otak mobil, sistem pengendali mesin, navigasi, dan sumber informasi. Maka, Nissan, produsen mobil kedua setelah Toyota Corp., mengajak Hitachi, produsen barang elektronik terkemuka Jepang untuk mencipta mobil cerdas itu. Mereka mendirikan perusahaan patungan, Januari lalu, untuk merintis produksi alat-alat komunikasi dan navigasi. Untuk maksud serupa, Isuzu merangkul perusahaan komputer Fujitsu, April lalu. Rintisan Nissan dimulai sejak dua tahun lalu, lewat Nissan Diesel Co. Anak perusahaan Nissan ini mengawali "era mobil cerdas" dengan membuat alarm anti tabrakan, yang bentuknya masih sederhana, dan disebut traffic eye. Dia punya radar-laser yang dipasang di hidung mobil, terutama jenis truk. Dengan bantuan komputer, dia bisa menghitung jarak dan kecepatan mobil yang ada di depan. Jika jarak kedua mobil itu kurang dari 10 meter, dan perbedaan kecepatan kedua mobil tinggal 3,6 km/jam, alarm akan menyalak, memberi peringatan pada pengemudi. Namun, traffic eye masih kurang populer. Baru laku 500 unit. "Kami akan mengembangkan agar bisa dipasang di hidung dan di pantat mobil," kata juru bicara Nissan Diesel kepada TEMPO. Honda Motor sedang mengikhtiarkan alat navigasi yang lebih canggih. Dengan bantuan sensor radar-laser pula, Honda tengah merancang jurus penyelamatan otomatis, di kala situasi darurat. Pada saat mobil bakal menabrak pohon, atau menyerempet mobil lain, misalnya, komputer secara otomatis akan mengambil alih peran pengemudi. Setir diputar ke arah yang aman, dan seketika itu pula pedal rem dan gas bekerja secara jitu untuk menghindari kecelakaan. Belakangan navigasi mobil memang dianggap soal mendesak di Jepang. Maka, pemerintah Jepang menyambut gembira ketika para industriwan mobil dan elektronik mengajaknya bekerja sama. Lalu lahirlah proyek VICS (Vehicle Information and Communication System). Proyek ini mendapat dukungan dari Departemen Pekerjaan Umum, Telekomunikasi, Kepolisian Jepang, dan 80 perusahaan swasta yang bergerak di bidang otomotif serta elektronik. Untuk mendukung proyek VICS itu, Departemen PU Jepang cepat-cepat turun ke jalan. Seratus menara -- untuk trasmisi gelombang radio -- dibangun di tiga kota: Tokyo, Osaka, dan Nagoya. Pihak swasta pun harus menyesuaikan. Mereka menyatukan sistem operasi perkakas navigasi yang diproduksinya. Para konsumen, pemilik mobil, bisa memanfaatkan fasilitas itu dengan membeli peralatan seharga Rp 1,4 juta. Dengan peralatan baru itu, pemilik mobil boleh menikmati beberapa kenyamanan. Di layar komputer yang terpasang di dashboard mobilnya, pengemudi tahu persis posisi mobilnya, di mana saja ada jalan yang penuh sesak, jarak mobil dari persimpangan jalan tertentu, atau tempat parkir yang masih kosong dan dekat dengan tempat tujuan. Dia tak perlu lagi me-roger lewat radio telekomunikasi seperti yang selama ini berlaku. Di Jepang, sebelum ada VICS, polisi dan Kementerian Konstruksi telah mengembangkan sistem navigasi. Polisi mengajak 59 perusahaan swasta membuat sistem AMTICS (Advanced Mobile Traffic Information Communication System), dengan membangun delapan menara pemancar radio untuk meliput seluruh Tokyo. Sementara itu, Kementerian Konstruksi dan 25 perusahaan swasta lainnya membuat sistem RACS dengan memasang pemancar radio di segenap sudut jalan. Kini, baik AMTICS maupun RACS akan ditinggalkan dan masuk babak VICS. VICS agaknya akan punya peran sangat menentukan bila gagasan "mobil cerdas" Jepang yang setia setiap saat memberi kenikmatan bagi majikan dan menjaga keselamatannya, turun ke jalan. Sistem inilah yang akan memberikan informasi bagi komputer, otak pengendali, setiap mobil. Para majikan bisa mendengkur di jok mobilnya, sementara para mobil cerdas itu pun secara otomatis akan berpacu di jalan dan menghindari senggolan. Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini