RUSAKNYA hutan bakau Muara Angke dirasakan oleh sekitar 20.000 ekor burung air yang bermukim di Pulau Rambut, dalam gugusan Kepulauan Seribu, sebelah utara Muara Angke. Satwa itu, menurut peneliti dari IPB Ani M. Pakpahan, menjadikan pulau tersebut (51 ha) sebagai tempat tinggal burung air yang terbesar di dunia. Dampak ini sampai ke sana, karena di Muara Angkelah burung-burung tadi mencari makan. Semula, hutan Muara Angke bukan satu-satunya tempat mereka mencari nafkah. Mereka juga biasa mengembara ke Tangerang dan Cengkareng. Tapi kini tempat makannya hilang, berganti dengan tambak udang dan Bandara Soekarno-Hatta. "Karena areal mencari makan makin mengecil, hutan bakau Muara Angke sebaiknya dipertahankan. Bila sampai hilang, saya tidak melihat ada tempat khusus lain untuk burung Pulau Rambut mencari makan," ujar Ani, yang sedang meneliti jaringan terbang burung Pulau Rambut, untuk disertasi doktornya di Michigan State University, Amerika Serikat. Memang, perumahan Pantai Indah Kapuk akan membuat penghijauan untuk menarik satwa ini, tapi jelas berbeda dengan hutan bakau asli. Padahal, ancaman untuk 15 spesies burung, termasuk dua ekor burung elang yang hampir semuanya burung langka itu, juga datang dari dalam Pulau Rambut sendiri. Sekitar 7,5 ha bakau di pulau ini rusak berat dan cenderung meluas. Penyebabnya, ceceran minyak dari kapal yang berlabuh di dekat pulau itu dan adanya timbunan sampah. Burung-burung air ini rupanya tergencet oleh segala aktivitas manusia: mulai pembuangan sampah sampai pendirian rumah mewah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini