Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ilmuwan dari PT Bio Farma, Neni Nuraeny, mengatakan, semua virus termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 akan berubah seiring waktu. Sebagian besar perubahannya tidak banyak berdampak pada properti atau sifat virus. “Proses mutasi merupakan respons virus terhadap lingkungan,” katanya kepada TEMPO, Senin 29 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Beberapa perubahan yang dapat mempengaruhi sifat virus, terkait dengan seberapa mudah penyebarannya, tingkat keparahan penyakit infeksinya, kinerja vaksin dan obat terapeutik terhadapnya, kemampuan alat diagnostik, atau tindakan kesehatan dan sosial masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tingkat mutasi itu menurut Neni, tergantung jenis virusnya. Umumnya virus DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) memiliki tingkat mutasi yang lebih rendah daripada virus RNA (Ribonucleic Acid) seperti SARS CoV-2. “Sesama virus RNA pun memiliki tingkat mutasi yang berbeda, ada yang tingkat mutasinya tinggi ada yang rendah,” ujarnya.
Umumnya, kata Neni, mutasi yang terjadi bersifat netral atau malah merugikan virus. Namun, dapat pula terjadi mutasi yang menguntungkan virus walaupun proporsinya cukup kecil. “Mutasi yang bersifat merugikan virus akan menyebabkan strain tersebut menghilang dari populasi,” kata Kepala Divisi Pengembangan Translasi Produk Biofarmasi itu.
Sebaliknya, mutasi yang bersifat netral dan menguntungkan virus akan menyebabkan penyebaran dalam populasi inang. Beberapa mutasi virus Covid-19, kata Neni, ditemukan dapat menghindari kekebalan dari infeksi alami maupun vaksinasi. “Dan diperkirakan dapat mengalami resistensi terhadap pengobatan tertentu,” ujarnya.
Belakangan dikabarkan muncul varian baru dari SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang dinamakan varian Omicron. Temuannya pertama kali di Afrika Selatan dan kini ditemukan pada kasus di berbagai negara di Eropa, Asia dan Australia. “Masih perlu penelitian dampak Omicron terhadap transmisi, beratnya penyakit, dan resistensi terhadap vaksin dan pengobatan,” kata Neni.