Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Nuklir : nyawa baru dunia ?

Akibat krisis minyak, nuklir dijadikan pilihan sebagai sumber energi baru. di seluruh dunia ada 430 reaktor pembangkit listrik. namun penggunaan nuklir belum dijamin aman.

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENERGI sudah menjadi "nyawa" dunia. "Nyawa" itu sampai kini terutama bergantung pada minyak bumi. Celakanya, sang "nyawa" sewaktu-waktu bisa putus gara-gara Perang Teluk, khususnya jika Irak benar-benar bisa membumihanguskan ladang-ladang minyak di Teluk Persia. Sebetulnya, tanpa sebuah letusan senjata pun, dunia sekarang sudah kembang-kempis gara-gara harga minyak yang melejit di atas US$ 30 per barel. "Kondisi itu berbahaya. Sebab itu, nuklir perlu diperbesar porsinya dalam menyumbang energi dunia," ujar juru bicara Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rita Scott. Sebenarnya, tanpa krisis atau perang pun, menurut Maucrice Ginniff, direktur proyek di badan nuklir Inggris, dunia sudah tak punya pilihan lain untuk melangsungkan kehidupannya kecuali memilih nuklir. "Tak ada cara lain, kecuali mengganti minyak dengan nuklir," katanya, di seminar tentang Nuclear Issues di Kota Aomori, Jepang, akhir bulan silam, yang diikuti belasan wartawan dari berbagai negara Asia Timur dan Tenggara itu. Sebenarnya, berbagai krisis minyak selama ini telah memacu sejumlah negara maju untuk tak menggantungkan lagi nasib industrinya ke negara-negara OPEC. Rita Scott, sebagai pembawa makalah pada seminar tersebut, mengungkapkan korelasi antara krisis minyak dan energi nuklir. Makin berat krisis berlangsung, katanya, makin banyak reaktor nuklir pembangkit listrik alias PLTN dibangun. Contoh klasik adalah Prancis. Gara-gara boikot negara-negara Arab ke negara-negara Barat, 1973, pembangkit listrik tenaga nuklir Prancis, yang semula hanya menyumbang kurang dari 25% listrik nasional, kini meningkat menjadi 75%. Bahkan Prancis kini mengekspor listrik PLTN-nya ke negara tetangga senilai US$ 1 milyar setahun. Di banyak negara lain PLTN juga makin berkembang. Di Swedia, PLTN menyumbang hampir 50% listrik nasionalnya. Finlandia telah menjual energinya ke Denmark dan Norwegia, dua negara Skandinavia yang anti-PLTN. Di Inggris hampir 20% kebutuhan listriknya berasal dari PLTN, yang jumlahnya kini mencapai 31 unit. Amerika punya 112 PLTN, yang menyumbang 20% listrik nasional. Lalu Jepang, dengan 40 unit PLTN, 30% kebutuhan listriknya disumbang oleh tenaga nuklir. Di seluruh dunia kini terdapat 430 reaktor pembangkit listrik, yang tersebar di 26 negara. Dan 94 unit lainnya sedang dibangun di 14 negara. Sejumlah negara lainnya, termasuk di Indonesia, sedang mengambil ancang-ancang untuk ikut bernuklir ria. Kendati begitu, pada peta listrik dunia, sumbangan PLTN baru sekitar 16%. Masih kalah dibanding PLTA (pembangkit listrik tenaga air) yang 21%. Porsi terbesar tetap berasal dari generator listrik berbahan bakar minyak. "Itu mengerikan," kata Rita Scott. Alasannya, cadangan minyak dunia semakin hari semakin menipis. Sebaliknya permintaan listrik makin meningkat. Selama 17 tahun belakangan ini, konsumsi listrik dunia meningkat 300%. Pada tahun 2020 nanti permintaan listrik akan mencapai dua kali lipat angka sekarang. Kebutuhan itu, menurut IAEA, tak mungkin bisa dilayani dengan bahan bakar minyak. Pada seminar dua hari di Aomori itu, para pembicara memang berpihak kepada energi nuklir. PLTN, bagi para pembicara, adalah satu-satunya pilihan untuk energi. Selain bahan bakar nuklir masih melimpah, PLTN dianggap sebagai instalasi yang bersih, tak mengeluarkan limbah yang mencemari atmosfer kita. Kepada hadirin kemudian disodorkan perbandingan antara nuklir dan batu bara. Listrik batu bara, menurut IAEA, merupakan contoh industri yang paling mencemari. Sekitar 50% CO2 yang dilepas ke atmosfer kini berasal dari batu bara. Akibat gas asam arang pembakaran batu bara itu, di atmosfer terjadi pemanasan suhu global, yang mengubah iklim dunia. Gas bumi memang disebut-sebut pula sebagai calon kuat pengganti bahan bakar minyak. Stok gas bumi kabarnya cukup untuk menjamin konsumsi energi dunia sampai 40 tahun mendatang. Sayangnya, persediaan gas bumi itu tak merata, hanya dikuasai oleh negara tertentu seperti Indonesia. Hingga dikhawatirkan juga akan menimbulkan ketergantungan di kemudian hari. Namun, yang lebih dikhawatirkan adalah potensi pencemarannya. Pembakaran gas bumi itu menghasilkan, antara lain, gas metan, senyawa yang potensi sumbangannya terhadap global warming bisa 30 kali lipat lebih tinggi dibanding CO2. Bila penambangan gas alam terus dipacu, pada akhir dekade ini, sumbangannya terhadap global warming bisa mencapai 20%. Lantas, bagaimana dengan PLTA? Pembangkit listrik tenaga air diakui tak membuahkan limbah yang berbahaya. Tak ada pencemaran air ataupun udara. Sayangnya, persediaan sumber daya air itu, seperti juga minyak atau gas bumi, tak merata di semua tempat. Lagi pula, negara-negara seperti Eropa Barat dan Amerika membatasinya. Dam-dam pengumpul air bagi PLTA sering dianggap merusak ekosistem sungai. Ancaman dari balik dinding dam itu pun tidak bisa dianggap enteng. Ketika sebuah dam di India ambrol pada 1979, "sekitar 15 ribu jiwa melayang diterjang air bah," ujar Rita Scott. Angka kematian itu, katanya, jauh melampaui bencana PLTN Chernobyl pada 1986. Toh penggunaan nuklir untuk PLTN bukan tanpa hambatan. Trauma umat manusia atas bom atom yang jatuh di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, tak mudah dilupakan. Apalagi setelah malapetaka Chernobyl. Bahkan ketika seminar berlangsung, penduduk Aomori di luar gedung seminar melakukan unjuk rasa menentang pengembangan nuklir untuk PLTN. Sebab, pemerintah Jepang kini sedang merencanakan pembuangan limbah nuklir di daerah yang terhitung miskin dan jarang penduduknya itu -- Aomori terletak sekitar 740 km di utara Tokyo. Di Amerika perkembangan PLTN sudah mati angin sejak terjadinya kebocoran nuklir di reaktor Three Mile Island, 1979. Kecelakaan itu tak makan korban jiwa, tapi sudah cukup untuk membuat orang Amerika antipati. Apa boleh buat, sejak saat itu, tidak satu pun PLTN dibangun di Amerika. Para peserta seminar, khususnya wartawan Jepang, tak kurang pula mempertanyakan kemungkinan-kemungkinan buruk PLTN tersebut. "Apa IAEA bisa menjamin malapetaka seperti Chernobyl tak akan terjadi di Jepang," debat seorang wartawan Jepang. Pihak IAEA, yang memang berkampanye di berbagai belahan dunia untuk penggunaan nuklir bagi energi, mengakui PLTN juga mengeluarkan limbah, berupa residu elemen bakar nuklir dan benda-benda di reaktor yang terkontaminasi radioaktif. Tapi dari segi jumlah, limbah itu kecil saja. "Lagi pula limbah itu semua terkontrol, tak berserakan di alam bebas," kata Rita Scott. Selain itu, kata salah seorang direktur IAEA, Moris Rosen, limbah nuklir itu bisa didaur ulang berkali-kali. Hanya limbah terakhir yang terpaksa diamankan dalam silo beton di bawah tanah, dan dilindungi oleh pasir bentonit, untuk mencegah penetrasi air dan melindungi bangunan silo dari gempa bumi. Kuburan limbah itu diperkirakan tahan selama 300 tahun -- sampai limbah itu tak berbahaya lagi. "Dan kini kemungkinan kebocoran pada penimbunan limbah itu sudah bisa dideteksi 10 tahun sebelumnya," kata Rosen. Toh para peserta masih tak yakin penggunaan nuklir itu bisa dijamin aman 100%. "Kami memang tak bisa menjamin 100%. Tapi hidup itu memang mengandung risiko. Saya datang ke Aomori ini telah membayangkan risiko terbesar bila saya naik pesawat terbang. Tapi saya terpaksa memilih pesawat karena tak mungkin jalan kaki ke sini," kata Maurice Ginnif. Bisa saja dia berkilah. Karni Ilyas dan Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus