AKHIR tahun 1983, demikian menurut rencana, telinga para
pemakai telepon di Indonesia tak akan diganggu lagi oleh
kebisingan, percakapan menyilang yang menjengkelkan atau suara
'lawan' bicara yang kadang timbul tenggelam. Itu harapan pihak
pemberi jasa telepon. dalam hal ini Direktorat Pos dan
Telekomunikasi (Postel), yang telah lama mengetahui gangguan itu
bersumber pada peralatan di Sentral Telepon (STO).
Dan gangguan itu rupanya baru bisa terobati, setelah Siemens AG,
perusahaan multinasional dari Jerman Barat secara tak terduga
berhasil meraih tender dua pekan lalu, menyisihkan enam
perusahaan telekomunikasi lain termasuk I..M. Ericsson dari
Swedia dan CIT Alcatel dari Prancis yang tersohor itu. Kontrak
yang dimenangkan Siemens berjumlah US$ 170 juta, atau kurang
lebih Rp 110 milyar.
Dengan bekal banyak itu, Siemens diminta untuk mengganti sistem
lama-dikenal sebagai sistem analog -- di mana isyarat dikirim
dalam bentuk gelombang yang mengalir tanpa putus. Pada sistem
digital isyarat mula-mula dibentuk dalam takaran-takaran
tertentu, yang bisa hitung. Takaran-takaran pulsa itu kemudian
diubah dalam kode-kode berhuruf jutaan titik, mirip
bintik-bintik dalam layar televisi, oleh apa yang disebut PCM
coder pulse code modulation coder).
Kode-kode itulah yang kemudian dikirim secara terputus-putus
menurut jumlahnya, dan begitu tiba di tempat tujuan,
dikembalikan kepada isyarat (sinyal) aslinya oleh PC oder untuk
masuk ke pesawat telepon biasa yang masih memakai sistem analog.
Dari cara pengiriman ini, sinyal digital tak akan terganggu,
baik oleh jarak, media transmisi ataupun banyaknya repeater
(peralatan- penguat isyarat) di kabel. Dengung repeater bisa
mempengaruhi gerakan gelombang isyarat yang dikirim secara
biasa, dan semakin banyak repeater semakin berisik, gelombang
berubah sehingga suara hilang timbul. Pada sistem digital,
sinyal yang terbungkus dalam kode-kode cahaya tak terpengaruh
oleh bunyi repeater.
Efisiensi sistem digital juga lebih tinggi, karena isyarat yang
dapat dikirim bukan cuma suara, juga gambar dan data. Ini yang
akan membawa dunia telekomunikasi ke masa jaringan digital
pelayanan terpadu (ISDN).
Sedangkan keunggulan ekonomis sistem digital terletak pada alat
penyambung (switch). Dewasa ini alat penyamung di STO Perumtel
(yang memungkinkan dua orang berbicara lewat telwpon) ada
bermacam-macam merk. Ada yang masih bekerja secara mekaliik
penuh dengan roda-roda bergerigi (mirip jam mekanik). Untuk
menggesernya secara tahap (mirip posisi angka telepon putar)
diperlukan catu (power) yang tinggi. Peralatan 'kuno' ini
memakan mang yang sangat besar, biaya pemeliharaan mahal karena
harus diminyaki, gigi aus, dan sebagainya.
Sejak 1979 sentral telepon sudal nemakai alat penyambung secara
otontatis dengan sistem komputer (stored program control atau
5PC). Ini memungkinkan pemakaian pesawat telepon pencet tombol
angka. Switch SPC ini sudah jauh lebih kecil dan memerlukan catu
dan biaya pemeliharaan lebih kecil.
Tapi sistem digital dengan komputer ini jauh lebih kecil lagi,
dengan catu yang sangat kecil. Cara bekerja alat penyambungnya
tidak seperti switch ana log (dua kabel bersambungan) tapi lewat
alokasi angka (waktu) yang sesuai (time vision switch). Deretan
sinyal-sinyal digital yang masuk STO disimpan dalam suatu
ingatan komputer menurut waktu tertentu (dalam ukuran mikro
detik), kemudian diteruskan lagi setelah diadakan perubahan
urutannya sesuai tujuan sinyal-sinyal digital tersebut.
Komponen-komponen ini ringkas sekali, bisa ribuan komponen
dipadatkan dalam satu potongan semi-conductor ukuran milimeter
persegi.
Sentral telepon digital seperti ini yang hendak dipasang Siemens
AG di Jakarta (termasuk proyek Lapangan Udara Internasional
Cengkareng dengan STO berkapasitas 6.000 satuan sambungan), di
Kabanjahe (Sum-Ut) dan Gorontalo (Sul-Ut). Seluruhnya
berkapasitas 52.500 satuan sambungan akan dipasang Siemens
bersama Perumtel dengan biaya DM 70091.202 ( @ Rp 269).
Sentral Gerbang Internasional pertama di Gambir, Jakarta,
sementara belum diganti. Tapi Postel hendak membangun Sentral
Gerbang Internasional (SGI II) di Medan. "Dibuat dua SGI
supayabisa saling mengisi bila yang satu tak bekerja," kata
manajer komersial PT-Indosat, Ir. Tjahjono Soerjodibroto. Proyek
ini meniang ditangani Siemens bersama PT Indosat, pengelola
sentral telepon dan teleks internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini