KALUNG itu berwarna putih. Terbuat dari silver sterling perak
murni standar Inggris (97% perak, 3% kuningan), berbentuk bulat
pipih selebar 3 cm. Ada tempat menggantungkan liontin berupa
lekukan setengah lingkaran di depannya. Liontinnya terbuat dari
batu giok Australia, berwarna hijau tua. Diikat dengan perak,
liontin tersebut berbentuk empat persegi panjang. Ada lekukan
bagaikan kubah di bagian atasnya, hingga mengingatkan orang pada
kubah masjid Istiqlal, Jakarta.
Itu belum lengkap. Paduan kalung itu adalah sebuah gelang.
Terbuat dari perak pula, gelang itu bertatahkan sebutir batu
giok lonjong berwarna agak muda. Tempat bertumpu batu sebesar
kacang merah ini berbentuk kubah pula. Ditambah lagi sebuah
giwang terbuat dari batu serupa. Perhiasan terakhir ini
berukuran sedikit kecil dari uang logam lima puluh rupiah.
Sebuah bros ukuran uang logam seratus rupiah, juga merupakan
pelengkap semua perhiasan itu. Berukiran lengkungan-lengkungan
dan bulatan-bulatan, bros itu bertatahkan batu akik bulan di
tengahnya. Maka lengkaplah satu set perhiasan wanita.
Itulah salah satu kreasi ciptaan Runi Palar, 37 tahun, seniwati
perancang pethiasan dari Bandung. Secara diamliam, Runi kini
sedang mempersiapkan pameran kreasinya di Hamburg, Jerman Barat.
Dengan 250 kreasi perhiasannya, ia mendapat kesempatan
berpameran di Ingeborg Holz Gallery, Galerie fur Kunst aus
Sudostasien, mulai 11 November. Tak kurang dari sebulan, Runi
diberi kesempatan Ingeborg Holz memamerkan ciptaannya.
"Ini kesempatan emas bagi saya," ujar Runi dengan gembira.
Gallery yang mengundang Runi itu, memang biasanya memamerkan
kreasi perancang perhiasan kaliber dunia. Gucci, Piere Balmain,
Nina Ricci maupun Estee Louder, misalnya, pernah memamerkan
karya mereka di sana. Ingeborg Holz Galerie biasanya mengadakan
pameran perhiasan setiap enam bulan.
"Saya masih merasa kecil bila dibandingkan perancang lain yang
sudah tenar, apalagi dengan perancang dunia," ujar Runi Palar
merendah.
Tapi tak kurang dari G.Sidharta, pematung beken dan dosen
Senirupa ITB, memuji Runi. 'Runi memadukan seni tradisional
dengan seni modern. Saya senang dengan ciptaannya," komentar
Sidharta. Dalam pameran pendahuluan yang diadakan di rumah Runi,
di Jalan Gegerkalong Hilir, Bandung, 22 Oktober 1982, kreasi
perhiasan ciptaannya memang banyak memperlihatkan perpaduan
antara seni kerajinan tradisional yang dirancang secara modern.
Misalnya bros, merupakan perpaduan seni tradisional Sumba dengan
bentuk yang baru.
Atau satu setel perhiasan berupa kalung, liontin, gelang dan
giwang, misalnya lagi) memperlihatkan garis tradisional Yogya,
dengan ornamen kecil-kecil. Sedang perhiasan yang memakai bentuk
barong, jelas menunjukkan memakai garis ornamen Bali. "Saya
hanya mengambil garis tradisionalnya," tutur Runi.
Sebagian besar perhiasan yang dipamerkan (yang nanti akan
diboyong ke Hamburg) di rumahnya itu terbuat dari silver
sterling (perak murni). Hanya sekitar 50 macam disain
(seluruhnya 250 disain) yang terbuat dari emas (22 karat).
Lewat dua jenis logam itu, Runi mengekspresikan rasa seninya
dalam bentuk kalung rantai, kalung lidi (ckocer), bros, gelang,
tusuk konde, liontin, giwang, jepit dasi, jepit serbet, cincin
serta sendok dan garpu.
Ada yang bertatahkan batu akik atau berlian, ada pula tanpa batu
mulia apa pun. "Dalam rancangan perhiasan yang dihasilkan Runi,
terlihat bentuk-bentuk yang padu antara bahan dan pemakai nya,"
komentar Sidharta lagi. Menurut dosen yang banyak membuat patung
monumental ini, Runi telah berhasil memadukan kedua hal itu
dengan baik. "Hasil kreasinya membawa warna Indonesia, tapi
eksklusi," kata Sidharta.
Sedang Dr. Sudjoko, yang katanya banyak mengamati ciptaan Runi
Palar melihat ciptaan wanita ini sebagai satu perpaduan antara
seni lukis, pahat/patung dan kerajinan tangan. Tapi, katanya,
dalam garis lengkungan dan pembagian bidangnya, terasa ada
sentuhan kelembutan. Mengalir lembut bagaikan sebuah tarian.
"Itu ciri yang kuat pada ciptaan Runi," ujar Dr. Sudjoko, dosen
Senirupa ITB, dalam kata pengantarnya pada pameran pendahuluan
itu. Sementara pematung dan Dosen Patung Senirupa ITB Rita
Widagdo mengaku, "saya senang dengan karyanya (Runi). Saya
sering datang membeli." Tak ada kritik?
"Sayang gosokannya masih terlihat kasar," ujar Ny. Nani
Pusponegoro, salah seorang di antara 100 tamu di pameran
pendahuluan tadi. Istri Ir. Pusponegoro, seorang pejabat dari
Nurtanio, ini menyayangkan pengolahan yang kurang cermat,
terutama dalam gosokan. "Terlihat garis-garis yang kasar, yang
dapat menurunkan kualitas bahannya," tutur Ny. Nani yang mengaku
banyak mengetahui masalah perhiasan.
SEDANG bagi Ny. Sri Moelyaningsih Soegana "Runi tak kalah dengan
ciptaan perancang dunia." Direktur RS Hasan Sadikin ini
membandingkannya dengan karya Christian Dior. "Ciptaan Dior
terlalu mewah menampilkan ornamen besar dan tebal. Karya Runi
sangat sederhana, tapi indah," kata Ny. Soegana pemilik salon
dan pernah jadi sales promotion Christian Dior di Bandung. Ia
memiliki 3 setel ciptaan Runi yang harganya per setel Rp 45.000.
(Harga karya Runi antara Rp 18.000 sampai dengan Rp 350.000) .
Katanya, pernah Madame Dobora seorang rekan Ny. Soegana diberi
hadiah ciptaan Runi, menyangkanya buatan Dior. Ny. Daoed
Joesoef, Ny. A.R. Soehoed dan Ny. Husen Wangsaatmadja (istri
Walikota Bandung) adalah di antara para kolektor karya Runi.
Runi Palar, nama lengkapnya Sotjawaruni Kumala, adalah ibu 3
anak hasil pernikahannya dengan Adri Palar, sarjana senirpa
ITB. Ia sendiri enggan menyatakan pamerannya di berbagai negara
berhasil. "Tapi saya gembira, pesanan dari luar negeri lebih
banyak ketimbang dalam negeri," kata perancang perhiasan yang
pernah berpameran di Australia (1975), Kanada (1976), Belgia
(1977) dan Swiss (1979) itu.
Lulusan STMA (Sekolah Teknik Menengah Atas) di Yogya (1963) ini,
tampaknya dapat warisan darah seni dari ayahnya R.S.
Tjokrosoeroso, 70 tahun seorang pengrajin perak di Yogya. Putri
keempat kelahiran Yogya yang pernah Jadi mahasiswa Institut
Teknologi Tekstil itu, agaknya juga satu-satunya dari tuuh
saudaranya yang melanjutkan darah seni ayahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini