Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Perhitungan dagang mahasiswa

Mahasiswa institut kesehatan & ekologi surakarta mogok kuliah, menanyakan status institut dan anggaran. (pdk)

5 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGELOLA perguruan tinggi swasta (PTS) mirip mengelola perusahaan, harus dengan perhitungan dagang. Ini pernah dikatakan D. Khumarga, rektor Universitas Tarumanegara, Jakarta. Mungkin karena itu, kini ada pula mahasiswa PTS yang bersikap dagang. Mereka beranggapan, pengeluaran mesti sesuai dengan yang diperoleh. Tak jadi soal berapa besar uang kuliah yang harus mereka bayar, asal PTS memberikan yang mereka cari, misalnya fasilitas pendidikan yang cukup. Namun, tak curma fasilitas yang dituntut para mahasiswa perguruan tinggi swasta itu. Kini, ada pula mahasiswa PTS yang memperhatikan mutu perguruan tinggi mereka. Kesehatan dan Ekologi Surakarta (IKES). Mahasiswa mogok kuliah, minta agar status Institut, yang selama ini seperti ditutup-tutupi, dijelaskan. "Saya tak keberatan membayar uang kuliah Rp 200 ribu dan uang pembangunan Rp l50 ribu," kata seorang mahasiswa asal Wonogiri. "Asal mutu IKES terjamin. Misalnya dikatakan kepada kami status IKES ini terdaftar atau bagaimana." Singkat kata, mahasiswa PTS kini tak lagi puas dengan status mahasiswa. Mereka pun menanyakan berapa persen uang yang dikembalikan untuk kepentingan belajar mereka. Juga, seberapa serius kampus mereka mengejar status dari Koordinator Perguruan Tinggi Swasta setempat. Sebab, besarnya uang kuliah di PTS memang menimbulkan dugaan macam-macam: ke mana larinya uang itu. Taruh saja Universitas Jayabaya yang memungut uang kuliah dari Rp 400 ribu sampai Rp 600-an ribu itu. Sayang, bagaimana Jayabaya membagi anggaran tahunannya tak diketahui. Muslim Thaher, rektornya, seperti menghindari wartawan belakangan ini. Sebuah contoh bagaimana PTS mengatur anggarannya dengan hati-hati datang dari Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Di sini uang kuliah ditentukan antara Rp 160 ribu dan Rp 450 ribu. Dan untuk enam fakultas, tahun ini, menurut Gerard Bonang, rektor Atmajaya, anggaran keseluruhan mencapai Rp 2 milyar. "Setengah dari jumlah anggaran itu untuk kesejahteraan dosen dan karyawan," katanya. Sisanya, untuk pengadaan sarana akademis (antara lain untuk pengadaan buku dan bahan praktikum). Juga untuk memberikan beasiswa sejumlah mahasiswa (kini ada 250 mahasiswa yang dibebaskan uang kuliahnya dan diberi beasiswa). Konon, uang kulih dan uang pangkal mahasiswa baru (yang besarnya dari "nol sampai sekian juta," kata Bonang) cuma menutup 60% anggaran. Kekurangan ditutup pihak yayasan yang memang punya usaha, antara lain, rumah sakit Unika Atmajaya. Dengan cara itu Atmajaya mempertahankan mutu dan membayar kembali uang kuliah ratusan ribu yang ditarik dari mahasiswa. Juga IKES, yang ternyata baru punya izin operasional, meski baru berdiri Agustus yang lalu, memakai 500 anggaran untuk membayar dosen. Yang setengahnya lagi untuk pengadaan sarana perkuliahan, biaya administrasi dan 20% untuk pengembangan institut, termasuk antara lain penyiapan gedung. "Pokoknya, usaha kami baru. Bagaimana tidak rugi ?" kata Sumijo, ketua yayasan yang mendirikan IKES yang punya 220 mahasiswa ini. Universitas negeri memang hanya memungut uang kuliah untuk mahasiswa baru sekitar Rp 60 ribu dan mahasiswa lama Rp 30 ribu. Dan itu, menurut Doddy Tisnaamidjaya, direktur jenderal pendidikan tinggi, hanya 10% ongkos yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai perguruan tinggi negeri. Karenaitu logikanya, bila sebuah PTS memungut uang kuliah Rp 300 ribu sampai 600 ribu, paling tidak harus bisa menyediakan fasilitas yang sama dengan PT negeri. Bila tidak terjadi, agaknya pantas bila mahasiswa turun bertanya kepada pengelola kampus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus