Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi. Indikasi dari temuan itu adalah adanya upaya mengatasi persoalan banjir di lokasi candi yang berada di tepian Sungai Batanghari dan anak sungainya tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan itu disampaikan peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Eko Yulianto dalam seminar tanggap bencana gelaran Keluarga Mahasiswa Pencinta Alam di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu, 11 Mei 2024. Dia terlibat dalam tim pemugaran situs Candi Parit Duku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Eko, ditemukan pula bangunan utama candi ditinggikan yang diduga agar aman dari genangan air. Berbeda dari situs candi, di lokasi dengan luasan 4x7 kilometer di tepi sungai yang sama tersebut ditemukan ratusan bangunan bersejarah yang sudah runtuh. “Ini adalah sebuah kota yang besar,” ujarnya.
Eko mengisahkan, dari dokumen seorang pengelana asal Cina yang pernah singgah ke sana sekitar 700-an Masehi, dikisahkan setiap gerbang kota masa lalu di Jambi dihiasi oleh emas. Di tempat itu juga diceritakan terdapat ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru untuk belajar agama selama enam bulan hingga dua tahun, sebelum mereka belajar di India. “Dalai Lama pertama berasal dari Muaro Jambi,” kata Eko.
Peradaban di Muaro Jambi, menurutnya, muncul sekitar abad ke-7 hingga 12 Masehi. Lokasinya berada di tepi Sungai Batanghari dengan kontur tanah yang datar dan berawa. Di antara alasan yang membuat warganya bertahan adalah sungai yang menjadi jalur transportasi utama.
Namun, seperti sekarang, Sungai Batanghari juga meluap sehingga menimbulkan banjir. “Hingga kemudian pada abad ke-12 peradaban itu hilang,” ujarnya.
Foto udara kawasan permukiman yang terendam banjir di tepi Sungai Kumpeh, Suak Kandis, Muaro Jambi, Jambi, Selasa, 5 Maret 2024. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Penelitian yang dilakukan, menurut Eko, antara lain juga untuk mengetahui penyebab hilangnya peradaban di Muaro Jambi pada masa lalu tersebut. Tim mendapat indikasi bahwa setelah abad 12, curah hujan jauh lebih tinggi daripada sebelumnya. Dampaknya, banjir mengubur bangunan-bangunan yang berada di tepi sungai.
Sampai sekarang kata Eko, "Masyarakat Muaro Jambi masih mengenal saluran drainase untuk pengeringan air banjir setinggi 16 tingkat."
Anggota organisasi dan komunitas pecinta alam membentangkan spanduk kritik sambil disaksikan warga di Jembatan Gentala Arasy di atas Sungai Batanghari, Jambi, Sabtu 26 Maret 2022. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Candi Muaro Jambi saat ini menjadi agenda prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Revitalisasi itu untuk mendorong pengakuan dan usulan Muara Jambi sebagai situs warisan dunia UNESCO.
Adapun situs candi Parit Duku memiliki bentuk struktur bata yang dinilai khas dan bersejarah. Candi ini menjadi satu di antara 88 situs yang telah diinventarisasi. Dari 88 itu, sebanyak 9 telah dilakukan pemugaran, yaitu Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton.
Kawasan kompleks candi Budha seluas 3.981 hektare itu telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional pada 2013. Pada 2024 ini akan dilakukan pembangunan museum, pemugaran Candi Koto Mahligai dan Candi Parit Duku, begitu juga dengan rencana pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-alun.
Pilihan Editor: Rekor Suhu Udara Terpanas Berlanjut di April 2024, Ini Datanya