Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Penanda Bumi Berganti Musim

Fenomena equinox tak memicu peningkatan suhu udara secara drastis.

20 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
12-Iptek200317

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat equinox muncul, sebagian warga bumi belahan utara akan merayakannya sebagai awal musim semi yang hangat. Sebagian lagi di kawasan selatan bersiap menyambut musim gugur. Sedangkan penduduk di kawasan khatulistiwa, termasuk Indonesia, bisa melihat bayangannya menjadi lebih pendek dari biasanya. Saat itu matahari tepat di atas kepala dan sinarnya jatuh tegak lurus terhadap tanah saat siang hari.

Equinox merupakan fenomena astronomi rutin. Kejadian ini biasanya berlangsung pada periode 19-21 Maret dan 22-23 September setiap tahun. Saat equinox berlangsung, belahan bumi utara dan selatan mendapat paparan sinar matahari lebih merata.

Fenomena equinox pertama tahun ini berlangsung hari ini. Sebelumnya, sempat beredar kabar di dunia maya dan grup percakapan online bahwa suhu di negara-negara ekuator, termasuk Indonesia, akan meningkat drastis hingga 40 derajat Celsius. Kabar ini acap disiarkan kembali di dunia maya menjelang equinox berlangsung.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyatakan masyarakat tak perlu khawatir akan dampak equinox. "Tidak ada peningkatan suhu drastis saat equinox berlangsung," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BMKG Hary Tirto Djatmiko, Kamis pekan lalu.

Temperatur harian Indonesia masih dalam kondisi normal, belum pernah mencapai 40 derajat Celsius. Suhu harian maksimal yang dipantau BMKG berkisar 32-36 derajat Celsius. "Saat equinox terjadi, cuaca Indonesia masih dalam kondisi basah dan lembap, serta ada potensi hujan," kata Hary.

Fenomena equinox berkorelasi dengan jalur lintasan matahari. Dari sudut pandang manusia di bumi, menurut ahli astronomi Tri L. Astraatmadja, ada kesan semu bahwa matahari mengitari planet ini. Padahal tidak. "Gerak semu ini ditandai dengan perubahan posisi matahari setiap hari," demikian menurut Tri dalam laman komunitas astronomi Langitselatan.com.

Perputaran bumi pada porosnya pun membuat penampakan benda langit selalu berubah, terlihat terbit di timur dan tenggelam di barat. Namun penampakan posisi bintang-bintang relatif tak berubah. Hal ini disebabkan letak bintang-bintang itu lebih jauh dibanding jarak bumi ke matahari.

Letak bintang-bintang tersebut bisa dijadikan patokan terhadap posisi dan pergerakan lintasan matahari. "Bulan ini, matahari bisa berada di rasi A, bulan depan di rasi B. Meski demikian, gerakan ini selalu teratur," kata Tri, yang bekerja di Department of Terrestrial Magnetism, Carnegie Institution for Science, di Washington DC, Amerika Serikat.

Pergerakan matahari di langit sepanjang tahun mengikuti garis ekliptika, jalur imajiner jika dilihat dari bumi. Dua kali dalam setahun, garis ekliptika ini berpotongan dengan ekuator langit yang "membagi" bumi menjadi belahan utara dan selatan. "Perpotongan garis ekliptika dan ekuator langit ini disebut titik equinox," kata Tri.

Istilah equinox berasal dari bahasa Latin, aequus (setara) dan nox (malam), yang dikenal sejak abad ke-14. Fenomena ini dipengaruhi poros bumi yang sebenarnya tidak tegak lurus. Sumbu bumi menyimpang 23,5 derajat berbanding lintasan orbitnya terhadap matahari.

Alhasil, ketika bumi mengitari matahari, porsi paparan sinar di bagian utara dan selatan tak rata karena posisinya miring. Namun, saat terjadi equinox, durasi siang dan malam menjadi sama, masing-masing 12 jam, yang dikenal sebagai equilux.

Kemiringan poros ini juga mempengaruhi perubahan musim di bumi. Saat mengorbit matahari, salah satu kutub bumi akan miring menghadap matahari dan lebih banyak terpapar energi sinarnya serta memicu pergantian dari musim panas ke dingin. Titik tertinggi dan terendah energi matahari yang diterima bumi dikenal sebagai solstice.

Pada masa equinox, matahari biasanya akan terbit mulai pukul 6 pagi dan terbenam pukul 6 sore. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh bumi, kecuali di kawasan kutub.

Namun periode durasi waktu tersebut tidak dialami serentak di seluruh bumi. Ukuran matahari yang jauh lebih besar dari bumi, penerapan zona waktu, dan kecepatan orbit mempengaruhi durasi equinox yang dirasakan manusia di tempat berbeda di bumi.

Berada di kawasan khatulistiwa, Indonesia lebih banyak terpapar sinar matahari dan hanya mengenal dua musim. Gabriel Wahyu Titiyoga

Jadwal Equinox

TahunVernal Autumnal
2017 20 Maret22 September
2018 20 Maret23 September
2019 20 Maret23 September
202020 Maret22 September

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus