Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan homebase unit kerja berdasarkan pusat atau organisasi riset tak hanya membuat gejolak di antara para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang selama ini berbasis di daerah-daerah di luar Jawa. Keresahan juga datang dari periset di Jawa yang dekat dengan homebase unit kerja, bahkan mereka yang sudah berada di dalamnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu seperti diungkap seorang peneliti BRIN di Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) Ahmad Baiquni (Babarsari), Yogyakarta. Dikatakannya, fasilitas di kantor pusat belum memadai untuk menampung semua peneliti. Dia mencontohkan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno di Cibinong, Kabupaten Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kawasan itu ditujukan menjadi homebase Pusat Riset yang ada di bawah Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Organisasi Riset Kesehatan, serta Organisasi Riset Pertanian dan Pangan. Selain itu juga Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Pusat Riset Konservasi Sumber Laut dan Perairan Darat, dan Pusat Riset Perikanan.
“Di Cibinong, teman-teman sering kesulitan mendapatkan tempat duduk," katanya pada Rabu, 20 November 2024, "Pagi-pagi mereka harus datang lebih awal untuk berebut tempat duduk. Kalau tidak dapat, mereka terpaksa ke kafe untuk bekerja. Setiap hari.”
Peneliti itu juga menyebutkan keluhan dari rekan-rekannya sesama peneliti di pusat yang merasa resah karena keterbatasan fasilitas laboratorium. “Ya ampun ini kenapa yang di daerah kok di suruh ke sini?" katanya mengulangi isi keluhan tersebut. Ditambahkannya, “Yang di sini aja antre lab. Ini kalau semua orang ke sini terus gimana?”
Pasilitas laboratorium di Gedung Genomik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Kabupaten Bogor, seperti terlihat pada Selasa, 27 Juni 2023. (Tempo/Maria Fransisca)
Khusus untuk peneliti hayati di Yogyakarta, dia mengungkap persoalan bahan penelitian. Banyak bahan kimia berbahaya yang saat ini disimpan di laboratorium mitra, seperti di Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, para peneliti khawatir kantor pusat tidak memiliki fasilitas yang aman untuk menyimpan bahan-bahan tersebut.
"Ketika isu ini disampaikan ke petinggi BRIN, jawaban mereka hanya, 'itu urusan Direktorat Infrastruktur,' tapi tidak ada penjelasan lebih lanjut soal kesiapan fasilitas,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian beralasan homebase unit kerja bertujuan meningkatkan kapasitas para peneliti dengan dukungan fasilitas yang sama dan lebih terpusat. Dengan anggaran yang terbatas, menurutnya, konsentrasi fasilitas di pusat-pusat unggulan dinilai sebagai langkah strategis.
“Karena anggaran BRIN terbatas, anggaran negara, anggaran pemerintah juga terbatas, maka dipusatkan di pusat keunggulan masing-masing. Nah para riset silakan datang ke sana, dikumpulkan ke sana untuk mengembangkan ilmunya,” kata Amrulla.