Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

Bagaimana Bisa Sinyal Telepon Mengacaukan Terbang Lebah

Medan elektromagnetik dari stasiun pemancar telepon seluler (BTS) mengacaukan navigasi lebah. Layanan penyerbukan terganggu.

12 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Medan elektromagnetik dari stasiun pemancar telepon seluler membuat lebah madu mengalami stres.

  • Jumlah individu dalam koloni lebah berkurang dan efisiensi perkembangbiakan lebah menurun.

  • Lebah juga mengubah pola penerbangan yang berakibat terganggunya penyerbukan.

DAMPAK radiasi gelombang elektromagnetik bagi kesehatan manusia masih belum final tersimpulkan sampai saat ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan medan elektromagnetik dari stasiun pemancar telepon seluler (BTS), misalnya, merupakan radiasi non-pengion—tak dapat mematahkan ikatan kimia dan merusak asam deoksiribonukleat (DNA) atau sel dalam tubuh manusia. Tapi, bagi makhluk hidup kecil seperti lebah madu, efek medan elektromagnetik buatan manusia itu bisa mematikan atau paling tidak mempengaruhi koloni dan perilaku mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberadaan lebah jenis Apis mellifera atau lebah madu Barat sangat penting bagi keanekaragaman hayati dan produksi makanan. Tidak hanya menghasilkan madu, lebah ini juga memberikan layanan penyerbukan bagi tanaman, termasuk komoditas pertanian. Penelitian Pawel Migdal dari Wrocław University of Environmental and Life Sciences di Wrocław, Polandia, mengungkap paparan gelombang elektromagnetik pada frekuensi 900 megahertz mempengaruhi lebah madu hingga ke tingkat fisiologis, aktivitas enzim, dan ekspresi gen yang terkait dengan stres.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil studi Migdal dan timnya yang dipublikasikan di jurnal PLOS One yang terbit pada 12 Mei lalu itu menyebutkan gelombang elektromagnetik telepon seluler juga mempengaruhi koloni dan perilaku lebah madu. Dampaknya, antara lain, berkurangnya jumlah individu dalam koloni, durasi terbang lebah lebih panjang, penurunan efisiensi perkembangbiakan, dan perubahan arah terbang serta peningkatan intensitas dan frekuensi suara yang memperingatkan adanya bahaya.

Penelitian lain dari tim ilmuwan Cile dan Argentina juga menemukan dampak medan elektromagnetik dari sumber berbeda, yakni saluran udara tegangan ekstra-tinggi atau SUTET, terhadap layanan penyerbukan oleh lebah madu. Tim peneliti yang dipimpin Marco Molina-Montenegro dari Universidad de Talca, Cile, itu melakukan studi observasi lapangan di Quinamávida, Cile. Tim membandingkan kebun bunga California poppy (Eschscholzia californica) yang berada di bawah SUTET dengan yang jauh dari jaringan kabel listrik tersebut.

Frekuensi lebah mengunjungi kebun bunga di dekat menara listrik itu hanya sepertiga dari jumlah kunjungan lebah ke tanaman yang tidak terkena medan elektromagnetik. “Lebah menghindari bunga yang terletak di dekat saluran udara,” kata anggota tim peneliti, Gabriel I. Ballesteros, seperti dikutip NewScientist, 12 Mei lalu. “Mereka seperti terbang menuju bunga, tapi kemudian memilih menjauh.” Ballesteros mengatakan populasi tumbuhan juga kurang bervariasi dan kurang berlimpah di area dekat jaringan transmisi listrik.

Penelitian Ballesteros dan tim yang dipublikasikan di jurnal Science Advances edisi 12 Mei 2023 itu juga mengukur kekuatan medan elektromagnetik di dekat menara SUTET. Menurut catatan tim, medan elektromagnetik terkuat berada dalam radius 12-17 meter dari menara, yakni mendekati 10 mikrotesla. Kekuatan medan magnet itu berkurang hingga mendekati hilang dalam radius 200 meter dari menara. Tim juga menangkap beberapa lebah yang terbang dalam jarak berbeda dari menara dan mengukur kadar HsP70, protein yang berhubungan dengan stres.

Kadar HsP70 lebah yang terbang di dekat menara (10-25 meter) lebih tinggi secara signifikan ketimbang yang terbang jauh dari menara (210-235 meter). Kadar protein itu akan meningkat dua kali lipat setelah lebah terbang di dekat menara selama lima menit. Hasil studi observasi lapangan ini dikonfirmasi dengan eksperimen menggunakan solenoid yang dibuat khusus untuk mensimulasikan efek medan elektromagnetik yang diinduksi enam menara listrik. Temuannya, kadar HsP70 lebah madu yang terpapar medan elektromagnetik 52 persen lebih tinggi dari yang tak terpapar.

Rika Raffiudin, profesor Divisi Fungsi dan Perilaku Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor atau IPB University, Jawa Barat, mengatakan lebah memiliki magnetoresepsi yang mendeteksi medan magnet bumi. Pengindra magnet, dia menjelaskan, menjadi sarana navigasi dan orientasi lebah saat terbang mencari makanan, selain matahari sebagai penunjuk arah utamanya. “Kupu-kupu monarch, merpati, dan penyu juga menggunakan magnet untuk navigasi,” tutur Rika di kampus IPB University, Jumat, 3 November lalu. “Penyu akan bertelur ke tempat ia dulu ditetaskan. Itu bukan memori, tapi karena adanya magnet.”

Akhiruddin Maddu, kolega Rika dalam persiapan penelitian magnetoresepsi lebah madu, menambahkan, masalah muncul bila radiasi elektromagnetik buatan lebih kuat daripada medan magnet bumi. “Penelitian itu menggunakan radiasi elektromagnetik yang kekuatannya hingga militesla, padahal kekuatan medan magnet bumi di level mikrotesla,” kata guru besar Divisi Biofisika Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University itu. “Kalau tinggi, intensitas radiasi elektromagnetik ini dapat mengganggu kerja magnetoresepsi lebah sehingga merusak sistem navigasinya, bahkan bisa terjadi disorientasi.”

Penelitian tim Ballesteros yang bertajuk “Electromagnetic field disrupt pollination service by honeybees” itu menyimpulkan paparan medan elektromagnetik telah membingungkan lebah dalam aktivitas mencari makan. Pemicunya, antara lain, berubahnya navigasi magnetis sehingga lebah terpaksa mengubah pola penerbangan yang berakibat terganggunya penyerbukan. “Hipotesis ini menjelaskan penurunan frekuensi kunjungan lebah ke bunga yang dekat menara listrik, yang menurut kami merupakan sumber utama stres bagi lebah,” tulis mereka.

Rika menjelaskan, penelitian mengenai pengindra magnet dalam lebah dimulai pada 1978 oleh Joseph Kirschvink dari Princeton University, Amerika Serikat, yang mendeteksi adanya material magnetis di abdomen lebah bagian depan. Kemudian, Rika melanjutkan, studi Deborah A. Kuterbach dan tim dari State University of New York, Amerika Serikat, mengidentifikasi sel yang mengandung zat besi dalam lebah madu Apis mellifera pada 1982. Adapun riset Chin-Yuan Hsu dan tim dari Chang Gung University, Taiwan, pada 2007 berhasil memurnikan magnetoresepsi Apis mellifera yang berupa butiran nanopartikel magnetik (Fe3O4) di dalam sel lemak di abdomen lebah.

Selanjutnya, Rika menambahkan, penelitian Chao-Hung Liang dari National Taiwan University dan tim mengkonfirmasi sumber sinyal magnet itu berasal dari magnetit di abdomen lebah. Dalam studi yang dipublikasikan di Scientific Reports pada 2016 itu, Liang melatih lebah mengasosiasikan stimulus magnetis dengan pemberian gula sehingga terjadi refleks pemanjangan belalai. Lebah pun memanjangkan belalainya ketika ada rangsangan magnetis meski tidak diberi gula. Tim lalu memotong tali saraf ventral di antara toraks dan abdomen lebah. Ternyata lebah tak merespons stimulus magnetis. “Kami menyimpulkan lebah menerima informasi magnetis dari butiran besi di perut,” tulis Liang.

Seberapa besar dampak terganggunya penyerbukan ini? Studi Reed Johnson, guru besar madya Departemen Entomologi Ohio State University, Amerika Serikat, mungkin bisa memberi gambaran. Menurut Johnson, polinator—kelelawar, burung, dan lebah, kupu-kupu, ngengat, kelulut, serta serangga lain—berkontribusi sekitar US$ 500 miliar per tahun untuk produksi pangan global. Lebah sendiri bertanggung jawab untuk penyerbukan sepertiga pasokan makanan dunia. Ada lebih dari seribu tanaman yang penyerbukannya dibantu lebah, termasuk komoditas unggulan seperti kakao, kopi, badam, tomat, stroberi, apel, dan vanila.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tersesat Lebah Karena Sinyal Telepon"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus