Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KONDISI kesehatan Siman Bahar alias Bong Kin Phin tengah memburuk hari-hari ini. Jantungnya, kata para dokter yang merawatnya, tak berfungsi normal lagi. Agar peredaran darahnya lancar, sebanyak 12 cincin platinum menopang pembuluh darah di sekitar jantung Direktur Utama PT Loco Montrado itu. “Banyak pikiran karena mengurusi masalah,” pengacara Siman, Erick Samuel Paat, menjelaskan kondisi mutakhir kliennya kepada Tempo pada Kamis, 9 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibat kesehatannya memburuk, Siman Bahar bolak-balik berobat ke Singapura. Selama ini ia sering berada di kampung halamannya di Pontianak, Kalimantan Barat. Beberapa bulan belakangan ia kerap berada di Jakarta untuk mengurus masalah hukum perusahaannya dengan PT Aneka Tambang (Antam).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria 59 tahun itu juga tengah menjadi incaran sejumlah lembaga penegak hukum. Di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siman menunjuk Erick sebagai pengacaranya untuk menghadapi kasus rasuah di KPK.
Nama Siman muncul pertama kali dalam jagat kasus hukum saat menjadi saksi terdakwa mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Antam, Dody Martimbang, pada September lalu. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Dody enam setengah tahun penjara pada 11 Oktober lalu. Dody dituduh merugikan negara Rp 100,7 miliar karena membuat kerja sama pengolahan dore berkadar emas rendah dengan Siman sebagai pemilik PT Loco Montrado pada 31 Mei 2017. Kasus ini ditangani KPK.
Pengacara Dody, Abdul Salam, mengatakan Siman terlihat tak bugar saat menjadi saksi untuk kliennya. Siman terlihat lebih tua dari sebelumnya. “Jalannya sudah setengah membungkuk,” ucap Salam.
Sebelum menjerat Dody, KPK sebenarnya sudah menetapkan Siman sebagai tersangka pada 23 Agustus 2021. Tapi Siman melawan lewat gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menang. Hakim menganggap penyidik tidak memenuhi syarat dua alat bukti. “Persoalan dengan PT Antam itu masalah bisnis, bukan pidana,” Erick beralasan.
Belakangan, KPK kembali menjerat Siman dengan obyek yang sama. Ia menjadi tersangka lagi pada 23 Mei lalu. Ia dituduh memperkaya orang lain lewat kerja sama dengan PT Antam. “Tersangkanya Dirut PT LM,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri. Namun Siman tak ditahan.
Baca:
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga tengah mengincar Siman. Siman dituduh mengakali dokumen ekspor dan impor emas selama 2017-2019. Kasus lain, dia dituduh membeli emas ilegal lewat kaki tangannya dan mengekspor dore berkandungan emas, tapi diklaim hanya berisi perak. Ditjen Pajak dan Ditjen Bea-Cukai sudah menaikkan status penanganan perkara ini menjadi penyidikan.
Nilai seluruh kejanggalan transaksi ini mencapai Rp 189 triliun. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dilibatkan. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menelusuri semua transaksi janggal Siman. “Dalam menjalankan bisnisnya, SB memanfaatkan orang-orang yang bekerja padanya untuk mengakali kepabeanan dan pajak,” demikian penjelasan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Md. dalam pernyataan tertulis.
Tempo mendatangi rumah Siman di Jalan Kapten Tendean, Pontianak, pada Kamis, 9 November lalu. Tapi tak ada satu pun penghuni di dalamnya. Pengacara Siman, Erick S. Paat, mengatakan kantor PT Loco Montrado sudah pindah saat kasus dengan PT Antam mencuat. “Ke Surabaya,” ujarnya.
Pusat bisnis Siman berada di bawah bendera PT Loco Montrado. Perusahaan ini memiliki beberapa anak perusahaan bisnis emas, seperti PT Bhumi Satu Inti, PT Indo Karya Sukses, dan PT Tujuan Utama. Semua perusahaan ini muncul dalam pusaran transaksi mencurigakan Rp 189 triliun yang ditangani Satgas TPPU. PT Tujuan Utama dipimpin oleh Dicson Liusdyanto, adik kandung Siman.
Para pengusaha di Kalimantan Barat mengenal Siman sebagai pebisnis emas. “Memang punya banyak bisnis, tapi yang menonjol emas,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Barat Santyoso Tio. Kendati menjadi pengusaha beromzet triliunan rupiah, Siman tak terdaftar sebagai anggota Kadin. Itu sebabnya Santyoso tidak begitu mengenal Siman.
Ketua Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia Jeffrey Tumewa juga tak mengenal Siman. Perusahaan Siman juga tak terdaftar sebagai anggota asosiasi. Tapi Jeffrey mengetahui Siman tengah terbelit kasus transaksi janggal emas senilai Rp 189 triliun. Ia khawatir kasus ini akan membuat repot lembaganya. “Bisa mengacaukan pasar dan seluruh industri emas,” ucapnya.
Nama Siman populer di kalangan pengusaha emas lokal. Seorang pengusaha mengatakan Siman dikenal sebagai juragan emas yang punya banyak uang. Itu sebabnya orang-orang memberinya gelar Siman Bahar yang artinya “Si Manusia Banyak Harta”. Seorang penegak hukum di Satgas TPPU membenarkan informasi ini. Mereka selalu mendengar sebutan Siman Bahar itu saat penelusuran di lapangan.
Selain berbisnis emas, Siman memiliki usaha hotel dengan menggunakan PT Surya Pajintan. Lewat perusahaan ini, Siman meluncurkan Hotel Golden Tulip Essential di Jalan Teuku Umar Nomor 39, Kota Pontianak, pada Februari 2015. Wali Kota Pontianak saat itu, Sutarmiji, yang meresmikan hotel berbintang empat tersebut. Harga kamar termurah mencapai Rp 815 ribu per malam.
Bisnis properti Siman tak terlalu mulus. Kembali menggunakan PT Surya Pajintan, Siman mendirikan Mall of Borneo. Tapi pembangunannya mandek. Tempo menyambangi kantor perusahaan PT Bhumi Satu Inti yang juga digunakan sebagai lokasi operasional mal di Jalan S. Parman, Pontianak. Seorang petugas keamanan bernama Candra mengatakan kepala kantor sedang tidak berada di tempat. “Sebenarnya ini dulu kantor Mall of Borneo, tapi malnya tidak jadi dibangun karena ada masalah dengan investor,” tutur Candra.
Mall of Borneo rencananya dibangun di sekitar ruas Jalan Arteri Supadio, Pontianak. Pusat belanja ini sempat direncanakan akan menjadi mal terintegrasi terbesar di Kalimantan. Luasnya sekitar 6 hektare. Peletakan batu pertama mal tersebut dilakukan pada 2014 dan dihadiri Gubernur Kalimantan Barat saat itu, Cornelis. Siman juga menggunakan bendera PT Surya Pajintan untuk membangun mal ini.
Beberapa tahun lalu, kawasan pembangunan mal tertutup berbagai baliho. Namun pagar itu kini tak ada lagi. Lahannya tampak tak terurus dan ditanami padi. Nama PT Surya Pajintan tak muncul di situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Meski memiliki banyak harta, Siman hanya tamatan sekolah menengah pertama. Saat menjadi saksi terdakwa Dody Martimbang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Siman sempat menerima sarkasme dari majelis hakim. Kala itu hakim membandingkan pendidikan Siman dengan Dody yang duduk di kursi pesakitan, sementara Siman masih melenggang bebas.
Dody adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. “Saudara cuma tamat SMP, tapi bisa mengalahkan semua sarjana dan alumni UI dan ITB,” kata pengacara Dody, Abdul Salam, menceritakan ulang ucapan salah seorang hakim kepada Siman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Aseanty Pahlevi dari Pontianak berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pengusaha Incaran Tiga Lembaga"